Chapter 31
Selamat datang di chapter 31
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo bertebaran, maklum jarinya jempol semua
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like this
❤❤❤
______________________________________________
Apakah laki-laki itu merindukannya sebesar dia merindukan laki-laki itu?
~Cecilia Bintang~
______________________________________________
Jakarta, 29 Agustus
05.15 p.m.
Beberapa menit usai menghakiri sesi tangisan, Barja mengajak Bintang berkendara keliling kota—ke mana saja tanpa tujuan yang pasti—sebelum ke rumah gadis itu. Hanya untuk membuat suasana hati sahabat tomboy-nya membaik sembari menceritakan apa yang telah diceritakan Zhardian.
Bintang memang tidak menjawab atau menanggapi, tapi Barja yakin gadis itu bisa mendengar keseluruhan ceritanya termasuk bagian Galaxy sudah serius menyukainya. Hingga akhirnya mereka tiba depan rumah Bintang, gadis itu baru mengatakan sesuatu.
“Thanks Ja,” ucap Bintang sembari menyerahkan helm merah jambu yang sengaja Barja beli untuk Aira.
“Iya, tuh mata lo bengkak gitu, entar hati-hati loh kalau ditanyain ibu Suri Erlin,” Barja berbisik pada akhir kalimat. Takut didengar oleh mamanya Bintang.
“Santai aja.”
“Btw Tang, gue nggak nuntut lo buat langsung percaya sama little rascal itu soalnya gue juga masih ragu. Tapi kalau lo pengin gue gebukin dia, gue bakalan maju paling depan.”
Bintang hanya tersenyum seadanya. Saat Barja membelokkan stir motor dan akan pergi, dia kembali memanggil laki-laki itu. “Ja? Misalnya lo jadi gue, apa yang bakalan lo lakuin?”
“Balas dendam,” kata Barja tanpa jeda dan tanpa ragu.
Bintang melotot mendengar jawaban ngawur sahabatnya tersebut. “Gue nggak nyangka lo pendendam Ja, sejak kapan? Kok gue baru tahu?”
“Gue belum kelar jelasin Tang. Maksud gue bales dendamnya itu, gantian gue yang bakalan bikin dia jatuh cinta sama gue sampe dia bener-bener nggak bisa lepas dari gue.”
“Lo bakalan bikin Aira kayak gitu ya?”
Barja merilik ke arah lain sembari berpikir. “Mmm ... gue punya rahasia Tang.”
“Apaan Ja?”
“Sebenernya gue udah deket sama Aira dari kelas sepuluh. Pernah saling DM instagram, itu juga dia yang DM gue duluan. Waktu itu gue masih ragu mau maju apa enggak. Secara kan dia cantiknya kebangetan kayak gitu nah gue buluk kayak gini.” Kalimat Barja berhenti untuk melihat reaksi Bintang dan sahabatnya itu hanya diam. “Ya gue nggak PD. Tapi waktu little rascal itu ngedeketin lo, gue baru berani maju. Jadi buat jawaban pertanyaan lo, iya gue bakalan bikin Air jatuh cinta sama gue sampe dia nggak bisa lepas dari gue.”
Beruntung sekali Aira bisa disukai Barja dan Galaxy. Orang-orang yang semangat berjuang demi mendapatkan cintanya. Bintang jadi merasa iri. Tidakkah ada yang mau berjuang demi dirinya?
Dulu dia pikir Galaxy berjuang mendapatkannya. Namun ternyata dirinya hanyalah sebagai batu loncatan bagi laki-laki itu. Sebegitu pandainya Galaxy memainkan peran sebagai orang kasmaran pada Bintang, sampai-sampai segalanya begitu terasa nyata.
Saat kenyataan tersebut menghantam gadis itu begitu keras, rasa sakit menyusupi dirinya dengan cepat. Lalu sekarang Barja mengatakan kalau Galaxy sudah serius menyukainya. Bagaiamana Bintang bisa percaya begitu mudah?
Saat Bintang melempar kembali kenyataan pada Galaxy bahwa mereka hanyalah teman, kenapa reaksi laki-laki itu marah? Apa itu juga sebagian dari akting yang sangat luwes diperankan oleh pemilik iris cokelat terang itu?
Entah dari mana Barja mendapatkan informasi tersebut, Bintang juga tidak bertanya. Mengesampingkan hal itu Bintang berpikir, kalau begitu dia tidak perlu khawatir tentang hubungan sahabatnya dengan Aira.
Astaga Tang, kenapa malah ngurusin perasaan orang lain? Perasaan lo sendiri gimana? Benak gadis itu memperingatkan.
“Lo tanya pendapat gue, apa bakalan ngelakuin itu?”
Mendengar pertanyaan dari Barja, Bintang menghentikan pikirannya untuk menatap sahabatnya tersebut. “Gue nggak tahu. Bingung mau ngapain Ja.”
Mempercayai bahwa Galaxy sudah serius menyukainya saja Bintang masih ragu. Apa lagi mengambil tindakan mengesampingkan rasa sakit yang baru saja menggerogoti seluruh hati dan perasaannya untuk membuat Galaxy mencintainya. Ditambah saingannya itu Aira, selain paras yang mendukung, juga orang yang serumah dengan Galaxy, pasti Bintang tidak dapat melakukannya.
Memikirkan hal termusatahil itu saja sudah dapat membuatnya terpukul mundur. Sehingga tanpa sadar satu napas beratnya lepas melewati hidung dan mulut.
“Udah, lo tenangin diri dulu Tang, kalau lo butuh temen ngobrol atau maki-maki little rascal itu, telepon gue aja. Gue cabut dulu yak! Dadah ... Kentang Goreng! Btw, lo keren nangis sambil kepedesan!”
Mau tak mau Bintang menarik sudut bibirnya ke atas. Bersyukur, setidaknya masih memiliki sahabat yang peduli dengannya. “Iya, hati-hati Ja,” kata Bintang pelan.
Jakarta, 4 September
06.00 a.m.
Sudah berhari-hari berlalu semenjak kejadian itu. Bintang tak pernah sekalipun menangisi Galaxy. Bukannya tak mau, tapi tidak bisa. Bukan karena keadaan sekitar yang tidak mendukung, tapi karena matanya memang tidak ingin mengeluarkan butiran bening bahkan di saat sedang sendirian. Membuatnya jengkel sendiri.
Sampai di suatu minggu pagi, Bintang meminta mamanya marah-marah agar bisa menangis untuk mengeluarkan sejuta perasaan yang bercokol di setiap inci sel tubuhnya.
“Ma, nggak pengen marahin aku gitu?”
Mamanya yang waktu itu sedang menyemprot tanaman bonsai di rak kontan mengernyitkan alis. “Kenapa Mama harus marahin kamu, Dek? Prestasimu bagus, nggak pernah minta uang jajan sama Mama, malah kadang ngasih Mama, tidur juga nggak pernah malem. Nggak pernah pulang lebih dari jam sembilan malem sesuai aturan Mama.”
Bintang yang berdiri di samping mamanya sambil menyentuh tanaman-tanaman itu pun menjawab, “Soalnya aku bangun pagi nggak bantuin Mama bersih-bersih dan malah mau pergi latihan basket sama si Jaja.”
“Udah biasa itu ... Mama udah kebal.”
Bintang memberungut. “Aku kan nggak feminin Ma, nggak dimarahin?”
“Capeklah Mama ngingetin kamu terus. Selama kamu nggak pakek baju minim ya Mama nggak masalah. Lagian kamu ini aneh, kakak kamu aja nggak suka dimarahin, kok kamu malah minta dimarahin Mama?”
Bintang mulai kesal sendiri. Mamanya jelas tidak bisa membantunya menangis.
Jakarta, 11 September
05.00 p.m.
Semuanya berjalan normal seperti sedia kala saat Galaxy belum mendekatinya. Bintang kembali rutin ke kantin mbok Sarmi meski kadang-kadang tanpa Barja sebab sahabatnya itu bertemu Aira. BFC juga kembali gencar mendukungnya dalam segala hal. Itulah yang dia patut syukuri.
Gadis itu memang menjalankan rutinitas seperti biasanya, mengoceh seperti biasanya, berkata kasar seperti biasanya, bersikap bar-bar seperti biasanya dan tertawa lebar seperti biasanya. Namun bagi orang-orang terdekatnya yang tahu, dalam sesekali waktu, Bintang diam dan melamun.
Kadang gadis itu diam lama sekali sambil memandangi ponsel yang berlatar belakang potret seorang gadis sedang menggenggam tangan seseorang. Dari urat-urat yang terlihat pada sebagian lengan tersebut—sebab hanya sebatas itu sehingga tubuh dan wajahnya tidak kelihatan—dapat sipastikan itu merupakan tangan laki-laki. Sedangkan gadis itu sendiri tampak dari belakang dengan surai hitam lurus berkibaran. Seolah mengajak laki-laki yang memotret sekaligus menggenggamnya itu ke suatu tempat.
Latar belakang itu merupakan fotonya dan Galaxy sewaktu di Taman Labirin.
Lalu dalam hati dia bertanya-tanya, apakah laki-laki itu juga terpaksa? Kenapa rasanya sangat nyata dicintai seperti itu oleh Galaxy? Kenapa akting laki-laki itu hebat sekali? Kenapa pula tidak menjadi pemain film saja? Secara untuk wajah, Galaxy sangat mendukung.
Bintang pikir setelah beberapa hari tidak berhubungan dan tidak bertemu dengan Galaxy, perasaannya akan membaik dengan sendirinya. Namun justru malah sebaliknya. Perasaan gadis itu tiap hari kian memburuk tapi anehnya tidak bisa dia salurkan dengan benar meski dalam bentuk verbal sekali pun untuk memaki adik kelas itu.
Terbiasa dengan adanya Galaxy yqng berkeliaran di sekitarnya, nyatanya membuat Bintang bertanya-tanya. Apakah yang kira-kira sedang dilakukan laki-laki itu sekarang? Apakah kondisi tangannya yang cidera sudah membaik? Apakah sudah mengunjungi dokter dan bebatnya sudah dilepas? Apakah setelahnya sudah dapat bermain piano sebaik dulu? Kenapa dia tidak pernah menjumpai laki-laki itu di sekolah?
Apakah laki-laki itu merindukannya sebesar dia merindukan laki-laki itu?
“Tang ...,” panggil Barja yang ketiga kalinya sambil menyiku lengan gadis itu. Bintang praktis menoleh ke arah sahabatnya yang menyipitkan mata. “Di panggil pelatih tuh,” tambah Barja sambil menelengkan kepala ke arah di mana pelatih duduk.
Gadis itu lupa kalau sekarang sedang duduk di pinggir lapangan bersama seluruh anggota tim untuk mendapat pengarahan dari pelatih usai latihan basket dan malah kedapatan melamun. Ketika sepasang iris hitamnya menatap pria paruh baya yang berstatus sebagai pelatih, Bintang mendapat lemparan jersey tim.
Bukan bermasud tidak sopan, pelatih hanya melatih reflek seorang pemain ketika mendapat bola yang dioper. Nah, jersey itu sudah pasti diibaratkan sebagai bolanya.
Ternyata Bintang juga lupa kalau sekarang pembagian jersey tim yang baru untuk uji tanding beberapa minggu mendatang. Gadis itu semakin bingung karena mendapat dua jersey, lalu memutuskan untuk bertanya, “Kok saya dikasih dua Pak?”
“Haduh Tang ... dari tadi kamu nggak dengerin saya ngomong ya?” Pelatih balik bertanya sambil menggeleng pelan. Sementara gadis itu tersenyum kecut lalu melirik Barja yang duduk di sebelahnya bersama Yola, sebelum kembali menatap pelatih dan meminta maaf.
“Maaf Pak—” Ucapan Bintang terhenti sebab pelatih mengangkat tangan sebagai tanda agar dia berhenti bicara. Gayanya pun mirip saat tanda time out atau istirahat dalam peraturan basket.
“Saya paham kamu lagi kepikiran Galaxy yang lagi istirahat latihan gara-gara cidera. Makanya saya minta tolong kamu kasihin jersey-nya.”
Bintang kontan berdebar keras karena laki-laki yang menyakiti hatinya sekaligus yang sangat dia rindukan itu disebut-sebut.
Barja di sebelahnya hanya bisa menunduk, karena tidak tega melihat Bintang.
“Tapi Pak—” Lagi-lagi ucapan Bintang terhenti sebab pelatih kembali mengangkat tangan.
“Nggak usah terima kasih ke saya. Saya juga pernah muda kok.”
Bintang ingin membantah dan menolak, tapi pelatih yang tidak bisa membaca suasana hati Bintang yang muram sudah menyusuri pandangan ke seluruh anggota tim untuk memimpin do’a sebelum membubarkan anggota.
Jakarta, September
Apa yang harus dilakukannya dengan jersey Galaxy yang dia bawa?
Bintang mengeluarkan lalu merentangkan jersey miliknya dari plastik transparan saat para anggota tim sudah berhamburan membubarkan diri. Hanya tinggal Barja yang sekarang tiduran di sebelahnya sambil bermain ponsel serta handuk kecil yang terletak di dada. Sedangkan sebelahnya ada Yola yang sedang minum dari botol sambil mengelap keringat.
Ngomong-ngomng dress putih milik Yola yang pernah Bintang kenakan di Taman Labirin sudah Bintang kembalikan beberapa waktu lalu.
Bintang mengati jersey tersebut. Warnanya ungu gelap hampir hitam dengan kombinasi putih sebagai garis di tepinya. Ada tulisan SMA Geelerd di bagian depan sedangkan bagian belakang bertuliskan nomor tujuh dan namanya.
Gadis itu meletakkannya di lantai lalu mengambil serta mengeluarkan jersey milik Galaxy dari plastik. Direntangkannya jersey itu. Jelas sekali perbedaan ukurannya dengan milik Bintang. Milik Galaxy lebih besar. Dengan tulisan nama Galaxy Andromeda dan bernomor tujuh. Alis Bintang pun mengernyit dengan tatapan menerawang. Mengingat beberapa waktu lalu saat pendataan nama, nomor, serta ukuran jersey itu, Galaxy merecokinya.
“Nomor gue pokoknya sama kayak nomor Kakak. Tujuh,” kata Galaxy sambil menaik-turunkan kedua alis dengan senyum polos yang tersungging di bibir tipis itu.
Bintang yang sedang menuliskan data dirinya pun menghentikan kegiatan tersebut untuk memukuli kepala Galaxy menggunakan bolpoin yang dipegangnya. “Cari nomor sendiri! Nggak kreatif ngikutin gue mulu!” omelnya.
Satu embusan napas berat dan panjang lolos dari paru-paru Bintang. Kenapa pikirannya penuh dengan Galaxy? Rasanya dia dongkol sendiri. Sebaiknya dia apakan jersey ini? Apa sekalian saja jaket serta kaus cokelat terang laki-laki itu dia kembalikan ke pemiliknya? Sekelebat, benak Bintang memikirkan dan berencana menitipkannya ke Zhardian. Akan tetapi sahabat laki-laki itu juga dengan sangat jelas menghindarinya. Kenapa?
Barja yang sedari tadi membalas pesan dari Aira pun menurunkan ponsel karena melihat Bintang tergesa-gesa memasukkan jersey ke dalam plastik dengan emosi. Memutuskan untuk duduk, dia bertanya, “Mau gue kasih alamat rumahnya nggak Tang?”
***
“Shed a tear cause I’m missing you ... I’m still alright to smile ... girl, I think about you every day now ... was a time when I wasn’t sure ... but you set my mind at ease ... there is no doubt ... you’re in my heart now ....”
BRANG! BRANG! BRANG! BRANG! BRANG!
Galaxy memukuli jajaran tut piano yang baru saja dia mainkan dengan satu tangan karena tangan yang lain masih dibebat. Dengan tatapan mata yang tidak perpindah pada satu titik, dia bernyanyi pelan tanpa ada niat sehingga menghasilkan suara sumbang. Kertas-kertas coretan hasil karangan instrumennya yang berada di atas piano berjatuhan dan Galaxy membiarkannya.
Aira yang kebetulan tidak sengaja lewat di ruang keluarga dan mendengar Galaxy memukuli jajaran tut piano itu pun kontan menghampiri laki-laki itu.
BRANG! BRANG! BRANG! BRANG! BRANG!
“Dek! Ya ampun! Berhenti! Gala!” Aira mencoba meraih tangan besar Galaxy, bermasud mencegah. Walaupun kesusahan, pada akhirnya berhasil.
Mereka memang sudah berbaikan. Sewaktu pulang sekolah usai kejadian itu, Galaxy dan Aira pulang dijemput pak Jono. Lalu dengan raut wajah kacau dan suara sendu, Galaxy meminta maaf pada Aira dengan tulus. Aira pun memaafkannya dan melakukan hal yang sama. Jadilah mereka saling memaafkan.
Awal interaksi, mereka sedikir canggung. Namun lama-lama jadi terbiasa. Meski tidak kembali seperti dulu karena Galaxy lebih banyak diam dan melamun, tapi Aira bersyukur bagian dari keluarganya terasa utuh kembali.
“Gala ...,” panggil Aira karena adik tirinya itu masih enggan menatapnya dan masih menatap ke satu titik tadi. “Ayo ke rumah sakit, tangan lo waktunya periksa.”
_______________________________________________
Thanks for reading this cchapter
Thanks juga yang udah vote dan komen
See you next chapter teman ttemin
With Love
©®Chacha Elcipster
👻👻👻
2 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top