Chapter 3

Selamat datang di chapter 3

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (layaknya burung berberbangan)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Mereka memang fans sejati namun juga memiliki rasa empati dan simpati untuk tidak mengusik dengan kepuasan menggaet berita pertengkaran sang idola. Mereka cukup tahu diri

BFC Official
_____________________________________________

Jakarta, 4 Agustus
14.05 p.m.

Berpuluh-puluh tahun lalu, beberapa orang berwarga negara Belanda mendirikan SMA Geelerd. Salah satu sekolah swasta dengan fasilitas lengkap mirip sekolah yang ada di luar negeri. Maka tak heran jika nama sekolah ini juga diambil dari bahasa Belanda yang berarti berprestasi.

Susunan bangunannya terdiri dari lapangan out door yang digunakan untuk upacara, deretan ruang guru dan tata usaha terletak sekitar beberapa meter menghadap tiang bendera, sedangkan deretan bangunan berlantai dua kelas sepuluh, sebelas serta dua belas mengelilingi lapangan tersebut. Toilet pada masing-masing sudut kelas menjadi pertanda perbedaan tingkatannya.

Ada pun kantin sekolah berada di belakang deretan bangunan kelas sepuluh. Untuk ruang-ruang ekstrakulikuler seperti musik, tari, OSIS, teater, paduan suara, pecinta alam, dan lain-lain berada di belakang bangunan kelas sebelas. Sedangkan belakang bangunan kelas dua belas ada GOR, kolam renang indoor, lapangan sepak bola, loker-loker murid dan juga UKS.

Tidak hanya itu, SMA Geelerd juga memiliki laboratorium, rumah kaca yang ditanami bunga-bunga dan tumbuhan khusus praktikum serta beberapa gazebo untuk belajar, dilengkapi dengan perpustakaan super besar yang menjadikan SMA Geelerd diburu para murid kutu buku.

Sistem pembelajaran SMA Geelerd layaknya kebanyakan sekolah di Jakarta. Masuk mulai senin hingga jum'at, dari pukul tujuh pagi hingga tiga sore dengan dua kali istirahat, kemudian akan dilanjutkan kegiatan ekstra kulikuler masing-masing.

Seragam yang dikenakan pun tak jauh beda dengan sekolah umum lainnya. Putih abu-abu di hari senin dan selasa, batik dilengkapi rompi keren di hari rabu dan kamis, serta pramuka di hari jum'at. Untuk pemakaian seragam olahraga sendiri tergantung jadwal pelaksanaan tiap kelas masing-masing.

Untuk murid baru, wajib hukumnya hafal semua ruangan yang ada di sekolah ini. Itu merupakan tugas anggota OSIS yang mengarahkan serta mengenalkan seluruh seluk beluk SMA Geelerd kala Masa Orientasi Siswa alias MOS yang dilaksakan selama seminggu.

Siapa pun yang bersekolah di SMA Geelerd merupakan murid-murid pilihan. Apa lagi jika memiliki segudang prestasi, baik dalam bidang mata pelajaran maupun bakat. Geelerd akan senantiasa menggeratiskan pembayaran sekolah hingga lulus ditambah uang saku tiap bulan. Cecilia Bintang dan Barja Agritama contohnya, yang saat ini tengah di ajar oleh seorang guru dalam kelas.

Selama pelajaran berlangsung kedua alis Bintang masih berkerut serius. Pandangannya memang terlihat fokus menatap white board dan gerakan tangan saat guru menerangkan, kadang juga aktif mencatat-entah apa-bahkan sesekali mengangguk seakan paham betul. Akan tetapi yang sebenarnya terjadi malah sebaliknya. Beberapa materi pelajaran sosiology tidak serta merta masuk ke dalam otak gadis tomboy itu. Hingga pagi menjelang siang-pelajaran silih berganti-pikirannya seolah melayang pada sosok adik kelas bernama Bambang.

Eh? Ginta? Eh?

Argh! Bodo amat! Bintang mendesis dan mengusap wajahnya kasar. Mana mungkin dia mau mengingat nama adik kelas yang kata sebagian anggota BFC imoet nan unyu itu.

Tidak lama kemudian, bell tanda istirahat pertama berdentang. Bukannya meluncur ke kantin seperti teman sebangkunya, Bintang malah kembali mengusap wajahnya kasar. Lalu menghempaskannya ke meja dan menutupinya menggunakan lengan.

Argh! Bikin bad mood aja tuh bocah! Bintang mengutuk dalam hati. Tanpa dia sadari, Barja berjalan ke arah bangkunya dan melihat semua tingkahnya.

Kenapa lagi iblis betina satu ini? Pikir Barja. Kemudian memutuskan untuk mengguncang tubuh proporsional Bintang secara membabi buta.

"Oi! Ngantin yok Tang!"

"Ck! Argh! Apaan sih Ja! Ganggu aja lo!" Bintang berusaha menepis lengan Barja sebelum kembali menelungkupkan wajahnya.

Oh, Barja tentu tidak semudah itu membiarkan Bintang tenang sedikit pun. Itu sama saja dengan makan mie instan tanpa bawang goreng. Kurang kriuk.

"Tang, kuylah! Gue laper. Lo kagak laper apa? Tumben-tumbenan lo kagak ngantin? Biasanya aja sebakul nasi campur Mbok Sarmi lo abisin begiu bell istirahat."

"Gue ngantuk, pengen tidur!" Bintang beralasan, tidak ingin mengatakan yang sebenarnya dia rasa dan pikirkan sebab membabas adik kelas itu akan membuat mood-nya terjun lebih ke dasar. "Lo ke kantin aja sendiri! Bungkusin gue dua nasi campur kalau balik," titah Bintang tanpa sekalipun memindah gerakannya. Suaranya juga sedikit tidak jelas sebab terhalang lengannya.

"Emangnya gue gundik lo?! Kuylah, ya kali gue sendirian ke kantin, Tang!" protes Barja sambil menarik kuncir ekor kuda Bintang sehingga membuat gadis itu marah.

"Ja! Apaan sih lo tuh hobi banget narik-narik ekor kuda gue!" teriak Bintang. Tangannya berusaha menepis tangan Barja yang malah tertawa lebar. "Kan ada anak-anak basket juga di sana!"

"Haha jangan pms tiap hari dong lo!" Barja masih setia menarik kuncir ekor kuda gadis tomboy tersebut.

"Ck! Iya! Iya! Gue ikut lo ke kantin." Daripada rambutnya rontok,
akhirnya Bintang menuruti kemauan Barja.

Malas-malasan beranjak, mereka pun keluar kelas. Karena Bintang merasa wajahnya kusut, dia memutuskan untuk ke toilet.

"Ja, lo jalan duluan aja, gue ke toilet bentar," ujar Bintang yang sudah menghentikan langkahnya di depan toilet putri.

"Gue tunggu di kantin, awas aja lo kagak ke sana ya, kagak gue tebengin pulang lo!"

"Ck! Anceman lo basi." Tanpa menunggu jawaban dari Barja, gadis tomboy tersebut lebih memilih masuk toilet dan berdiri di depan wastafel, kemudian mengguyur wajahnya agar terlihat lebih segar. Juga membenahi kuncir ekor kudanya yang sedikit berantakan akibat ulah si Barja tadi.

Posisi toilet itu sendiri berada di lantai dua sebab semua murid kelas IPS berada di lantai tersebut. Untuk mencapai kantin yang terletak di belakang bangunan kelas sepuluh, Bintang harus menuruni tangga melewati ruang-ruang ekstrakulikuler. Ketika langkahnya mencapai ruang musik, kaki-kaki jenjang Bintang reflek berhenti dan tubuhnya seolah disetel agar bersandar di dinding sebab mendengar seseorang sedang bermain piano.

Ruang musik tersebut sebenarnya memiliki peredam suara, akan tetapi karena pintunya terbuka, suara dentingan piano membentuk nada-nada indah dengan irama cepat itu dapat terdengar oleh gendang telinga Bintang.

Meskipun dia tidak mengentahui judul lagu yang sedang dimainkan, entah kenapa mendengar irama tersebut, hati Bintang berangsur membaik.

Bu Sera jago banget main piano. Bintang memuji dalam hati atas permainan yang dia duga guru musik ekstrakulikuler tersebut. Dia mengingat nama beliau karena dulu sewaktu MOS diwajibkan menghafal semua nama-nama guru di sekolah ini-meskipun nantinya tidak diajar oleh mereka.

Jakarta, 4 Agustus
10.15 a.m.

Prok ....

Prok ....

Prok ....

Suara tepuk tangan yang bersahut-sahutan segera memenuhi ruang musik ketika tuts piano resmi berhenti.

"Wah! Keren! Sesuai kata Aira! Lo jago banget main piano!" pekik kakak kelas laki-laki yang baru saja mendengar Galaxy bermain alat musik tersebut.

"Jadi lo mau kan entar pulang sekolah gantiin bu Sera buat ngiringin lagu anak paduan suara?" sahut kakak kelas anggota paduan suara lainnya.

Singkat cerita, sekarang ini Galaxy sedang menjalani uji coba seberapa jago dia dalam bermain piano untuk dimintai tolong mengiringi anak paduan suara yang akan latiahan nanti sore. Sesuai kata kakak kelas tadi.

"Kakak lo yang minta nih," tambah kakak kelas tersebut. "Bentar lagi dia balik ke sini, masih ke kantin bentar beli minum katanya."

Galaxy kontan berdiri. "Cuma sekali, entar doang." Kemudian laki-laki yang katanya sebagian anggota BFC imut nan unyu itu pun keluar ruang musik.

Jakarta, 4 Agustus
15.12 p.m.

Dung ....

Dung ....

Dung ....

Gema suara pantulan bola yang teratur di GOR menjadi pertanda Bintang yang masih mengenakan seragam sedang menggiringnya menyusuri lapangan menuju ring. Meskipun pelatih memberi libur latihan basket sebab pasca pertandingan, namun baginya, hari tanpa basket itu seperti sebungkus nasi kucing tanpa karet atau staples. Ambyar.

Bintang tentu tidak datang sendirian, ada Barja yang juga masih mengenakan seragam. Mereka berdua itu sepaket. Ibaratnya sepasang sepatu. Seperti kata Tulus, selalu bersama tak bisa bersatu. Sebenarnya ngenes bagi Bintang yang belum menyadarinya. Hanya tinggal menunggu waktu saja.

Oh ya, jangan lupa ada Silvia Rengganis sang ketua BFC dan Rajendra Roger alias Indro sang seksi dokumentasi yang ikut duduk di tepi. Selama tidak mengganggu, baik Bintang maupun Barja sama-sama tidak mempermasalahkannya. Toh, ini bukan pertama kalinya.

Barja yang baru saja selesai menali sepatu kini mengambil bola dalam keranjang besar dan menggiringnya, untuk menyamakan langkah di samping Bintang.

Dung ....

Dung ....

"Oi, Tang ... Kentang ..." panggil Barja.

"Hm?" sahut Bintang tanpa menoleh ke Barja dan tanpa menghentikan gerakannya memainkan bola. Tatapan gadis itu juga masih fokus ke arah ring.

"Saran gue, lo terima aja si Gala. Baru pertama ini kan lo ditembak cowok. Lagian tuh cowok lumayan. Imut kata BFC."

Hoek! Bintang pura-pura muntah tanpa suara. Diam-diam dia juga mengingat kalau nama adik kelas itu Gala. Entah Gala-k atau Sri-Gala, Bintang tidak peduli.

Dung ....

Dung ....

Masih menggiring bola, langkahnya berhenti di bawah ring dan melompat untuk menembak. Lolos melewati jaring tersebut, dia lantas mengambil bola itu lagi. "Gue kagak kenal, ngapain juga nerima bocah?"

Barja yang tengah berhenti di keyhole[3] lalu menembak bola ke ring lantas berlari untuk mengambilnya sebelum benda bulat itu jatuh dan menggelinding jauh. "Kan dia bilang pdkt dulu."

"Ogah."

"Coba dulu."

"Ogah."

"Btw, katanya dia adiknya Aira."

"Yep." Bintang hanya menjawab seadanya tanpa menduga ke mana arah pembicaraan Barja selanjutnya.

Bola yang sudah kembali berada di tangan Barja sekarang melambung tinggi menuju ring. Kemudian laki-laki itu membiarkannya untuk menoleh ke arah Bintang yang sibuk free style. Getsture sahabat Bintang itu kelihatan serius. "Nah ... maksud gue kalau lo jadian ama Gala, gue kan bisa sama Aira. Denger-denger dia lagi single." Tadi gue ketemu di kantin.

Dduuaakk

Bintang kontan melempar bola asal-asalan ke papan ring dan membiarkannya tergelincir entah ke mana sebab hatinya sudah memanas, seiring dengan embusan napasnya yang menggebu-gebu.

Sialan si Jaja!

Kenapa Barja tidak mengerti bahwa selama ini dia menyukainya? Sekarang laki-laki itu malah berniat mendekati Aira? Dengan memanfaatkannya dan Galaxy?

Terkutuklah bocah imut nan unyu bernama si Gala Gala itu! Ini semua gara-gara laki-laki itu. Barjanya yang berharga malah melirik perempuan lain. Tidak lain dan tidak bukan adalah kakak perempuan Galaxy sendiri.

Alis Bintang berkerut samar pertanda marah. "Gue anggep kita nggak pernah ngomongin ini. Gue cabut, naik ojol."

Setelah mengatakan hal tersebut. Bintang berniat meninggalkan lapangan namun Barja mengejarnya.

"Tang! Apaan sih lo!" omel laki-laki itu.

"Lo tuh yang apaan?!" Suara Bintang meninggi, membuat Silvia dan Rajendra kontan berdiri. Awkward.

"Ndro, gue lupa ada buku yang ketinggalan di kelas," bisik Silvia. "Gue cabut dulu ya."

"Eh gue anterin lo Sil!" Kemudian Rajendra mengusul Silvia yang kini tengah melambaikan tangan ke Bintang dan Barja.

Mereka memang fans sejati namun juga memiliki rasa empati dan simpati untuk tidak mengusik dengan kepuasan menggaet berita pertengkaran sang idola. Mereka cukup tahu diri. Itulah kenapa Bintang dan Barja tidak mempermasalahkan kehadiaran mereka. Lain dengan anggota BFC lainnya.

"Gue sebagai sohib kan cuma ngasih saran yang baik buat lo, Tang," lanjut Barja masih tidak mengerti penyebab sahabatnya marah.

"Buat gue apa buat lo sendiri?"

Barja malah meringis. "Ya buat kita berdualah, Tang. Biar nggak jomlo lagi."

"Kenapa kita kagak pacaran aja sekalian Ja, kalau lo cuma takut jadi jomlo?" Sebegitu emosinya hingga membuat Bintang mengutaran niatnya yang kemarin sempat tertunda namun reaksi Barja malah membuatnya semakin sakit hati.

Laki-laki itu cengo lantas mengulang kalimat Bin-tang. "Kita? Pacaran? Buahahahahahaaha ... jokes lo receh Tang hahahaha ...."

Kalimat Barja jelas menisyaratkan suatu penolakan. Dia pikir laki-laki itu akan menerimanya namun ternyata dirinya hanya sedang terlalu percaya diri. Perasaan Bintang yang semula sudah kesal dan sakit hati sebab Barja menyuruhnya menerima Galaxy karena ingin mendekati Aira, entah kenapa kini malah seperti euphoria makan seblak mercon level jahanam. Pedas, membuat mata panas hingga ingin menangis.

But sorry to say. Bintang bukan feminis yang cengeng-kecuali sedang makan seblak mercon mang Uung yang levelnya jahanam itu.

_______________________________________________

3 Sebutan kotak pinalty jika di permainan bola basket

______________________________________________


Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote dan komen

See you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻

7 Agustus 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top