Chapter 27
Selamat datang di chapter 27
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like this
❤️❤️❤️
___________________________________
I didn’t wanna you to know the truth,
but you did
~Galaxy Andromeda~
____________________________________
Jakarta, 29 Agustus
10.01 a.m.
“Ya udah Gal, mending sekarang lo bilang aja ke kak Bintang alasan lo nggak nelepon dia semalem sama nggak bisa jemput dia tadi pagi. Mumpung baru bel istirahat, lo ke kelasnya aja.” Layaknya sesepuh yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan, lagi-lagi Zhardian memberi saran pada Galaxy. Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar tanda sebuah pemberitahuan telah masuk.
Zhardian mengeluarkan alat komunikasi tersebut dari dalam kantung seragamnya. Melihat layar ponsel sekilas, dia baru akan mengabaikan pemberitahuan itu ketika fokusnya kembali membaca postingan BFC yang memberitakan tentang Aira sedang berada di kelas Bintang.
“Gal! Gal! Gal!” panggil Zhardian sambil menepuk-nepuk bahu Galaxy tanpa memindah fokus pada layar ponselnya. Galaxy yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya pun hanya bergumam sebagai jawaban. “Kak Aira ngamuk di kelas kak Bintang Gal!”
“Apa?!” teriak laki-laki itu lalu merampas ponsel Zhardian, membaca sekilas kemudian bergegas lari ke gedung kelas sebelas dikuti Zhardian.
Galaxy tiba di kelas XI IPS 1 dan melihat banyak murid lain berkumpul mengilingi Bintang, Aira dan Barja. Mendengar Barja bertanya, “Tentang apa lagi Ra kalau bukan cuma hubungan antara Gala sama piano?” Galaxy menerobos murid-murid lain untuk kemudian meraih tangan Aira.
Baik Aira, Bintang dan Barja sama-sama terkejut mendapati Galaxy berlaku demikian. Gadis tomboy itu baru akan memanggilnya tapi Galaxy sudah terburu menyeret Aira keluar kelas. Para murid yang bergerombol juga mengurai dengan sendirinya.
Bintang tertegun memandang punggung laki-laki itu. Kalau tidak salah lihat, wajah Galaxy tadi benar-benar marah. Kenapa? Apa karena dia yang menyebabkan tangannya terluka? Atau karena dia berbicara keras terhadap kakak kerempuannya?
“Bahkan, dia nggak liat gue sama sekali,” gumam Bintang, masih dengan tatapan mata menerawang ke arah kakak-beradik itu.
Barja yang bingung akhirnya ganti menenangkan Bintang. “Tang, lo—lo tenang aja, Tang. Biar Gala yang ngurusi Aira.”
Bintang refleks menoleh ke arah Barja. “Ja, seinget gue mereka nggak akur. Gimana kalau mereka berantem lebih parah? Gara-gara gue ya, Ja?”
Barja mengusap wajahnya kasar, sementara Zhardian yang baru tiba hanya bisa menghela napas ngos-ngosan serta menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Gue nggak bisa bikin mereka berantem lebih parah,” gumam gadis itu. Berniat pergi tapi Barja mencekal lengannya.
“Tang, biarin mereka Tang, biarin mereka ngelarin urusan mereka yang belum beres.”
“Bener Kak,” timpal Zhardian.
“Sorry, gue yang bikin mereka kayak gitu, jadi gue juga harus ikut andil buat ngelurusin masalah ini juga.”
Bintang menyentak tangan Barja hingga lepas lalu berjalan mengikuti Galaxy dan Aira.
“Tang! Oi Tang!” Sekali lagi Barja mengusap wajahnya kasar. Dia juga kebingungan dengan semua ini. Namun saat matanya menatap Zhardian, Barja yakin sahabat Galaxy itu pasti tahu sesuatu. Mengutip tentang kata Aira, ‘Lo pikir, ini cuma tentang hubungan antara adik gue sama piano? Enggak!’ jadi Barja memutuskan untuk bertanya pada Zhardian tentang semuanya yang telah terjadi.
Jakarta, 29 Agustus
10.10 a.m.
Bintang melihat kakak-beradik itu masuk ruang musik. Tahu ini tidak sopan karena mencampuri urusan keluarga, tapi otaknya tidak bisa berpikir jernih sehingga tubuhnya mengambil alih untuk bertindak. Dia benar-benar mengkhawatirkan Galaxy dan tentu saja tidak ingin Galaxy bertengkar dengan Aira.
“Lepasin Dek! Apaan sih lo?!” Aira memberontak lalu menyentak tangan besar Galaxy. Mereka sudah berdiri di belakang kursi penonton depan panggung.
“Lo apaan sih? Kayak gitu?! Lo tahu nggak? BFC mau pada nyerang lo!” Galaxy membentak Aira.
“Gue ngelakuin ini demi kebaikan!” Bintang yang baru saja tiba di ruang musik mendengar Aira meneriaki Galaxy. Jelas sekali kakak-beradik itu tidak menyadari kehadirannya. Dia pun lantas masih berdiri di balik pintu. Entah kenapa mengurungkan niat dan berpikir, mungkin Barja benar, kalau dia memang tidak—atau setidaknya—belum berhak ikut campur. Melihat bagaimana Galaxy sekhawatir itu terhadap Aira. Entah kenapa Bintang merasa cemburu. Astaga, demi apa pun, itu kakak perempuan Galaxy.
“Kalau sampe gue telat seditik aja, lo pasti mau ngomongin tentang kita ke mereka kan? Dengan dikekilingi murid lain? Lo mikir dong!”
Jujur saja, baru kali ini Bintang mendapati Galaxy bisa berkata demikian pada kakak permpuannya sendiri. Raut wajah polos yang biasa laki-laki itu tampilkan juga berganti menjadi raut yang tidak dapat Bintang baca. Seperti campuran antara marah, bingung, sekaligus khawatir.
“Dengar Gal, mari kita lurusin permasalah ini. Gue nggak cemburu sama lo!” kata Aira menuntut sambil mendongak menatap Galaxy.
Cemburu? Apa Bintang salah dengar? Kebingungan segera menyusupi dirinya. Bagaimana bisa Aira berkata demikian? Saat gadis bongsor itu masih mencerna maksud perkataan Aira, kakak perempuan Galaxy kembali bersuara dan jauh lebih membuatnya bingung.
“Berhenti nyiksa diri lo dengan deketin Bintang, cuma demi bikin gue cemburu! Lihat apa yang lo dapet? Lo jadi nggak lagi latihan main piano! Lo kabur ke rumah Zhardian buat hindarin gue! Lo ikutan basket dan sekarang lo cidera! Itu cukup Gal! Berhenti cemburu ama Barja juga dan berenti manfaatin Bintang buat ambisi lo! Sadar Gal! Gue ini kakak lo! Nggak sepatutnya lo suka gue sebagai cewek! Kita udah jadi keluarga.”
“Cuma kakak tiri!” bentak Galaxy.
Kakak tiri? Dan apa kata Aira tadi? Kiddo cuma manfaatin gue doang buat bikin Aira—kakak tiri yang dia sukai—biar cemburu?
Bintang menggeleng pelan dengan hati yang serasa diterjang anak panah beracun. Jantunganya terasa memompa lebih cepat. Menyebabkan seluruh darahnya bergemuruh dan berdesir. Naik hingga ke otak dan membuat kepalanya pening seketika.
Kakak tiri? Selama ini dia manfaatin gue cuma buat manas-manasin Aira? Karena dia suka sama cewek yang cantiknya kebangetan itu? Kakak tirinya? Is he sister complex? Hati Bintang mengulang pernyataan itu sekali lagi.
Pantas saja ada yang aneh. Bintang lalu berpikir ke belakang. Wajah mereka sama sekali tidak mirip. Galaxy khas bule barat sedangkan Aira khas Asia. Mulanya Bintang berpikir itu wajar karena mungkin orangtua mereka berkebangsaan yang berbeda. Seperti dirinya dan Bulan. Karena mamanya asli orang Indonesia, Bintang berwajah Asia, sedangkan karena mediang ayahnya tentara Libanon, jadi kakaknya sedikit bule barat dan berkulit eksotis. Namun baik Bintang maupun Bulan memiliki struktur wajah dan hidung yang sama. Bukankah Galaxy dan Aira memiliki warna mata yang sama juga? Apakah itu hanya kebetulan saja?
Kemarin Bintang pikir, saat dirinya menyebut nama Barja, Galaxy marah karena cemburu. Tidak salah. Laki-laki itu memang cemburu. Namun karena Barja mendekati Aira. Bukan cemburu padanya karena Bintang menyebut nama laki-laki lain selain Galaxy Andromeda. Kalau dipikir-pikir, Galaxy tak pernah membenarkan presepsinya kemarin. Tidak sekali pun. Saat sepulang dari Puncak juga Galaxy tidak menceritkan akar permasalahannya dengan Aira. Jelas sekali, karena laki-laki itu masih membutuhkan dirinya, untuk membuat Aira cemburu.
Kedua alis Bintang lantas mengernyit, selaras tangan-tangannya yang mengepal erat. Rahangnya juga turut mengeras. Akan tetapi dia tersenyum. Jenis senyum yang tidak sampai ke matanya.
Berani-beraninya Galaxy mempermainkannya! Berani-beraninya laki-laki itu memanfaatkannya! Bahkan sudah membuat dirinya jatuh cinta pada laki-laki itu sedalam-dalamnya!
Bintang bersumpah akan meninju wajah Galaxy dengan sangat keras lalu akan menendangnya jauh-jauh dari hidupnya. How dare he!
Seakan belum cukup kesimpulan tersebut seperti anak panah runcing yang menerjang jantung Bintang hingga terluka parah dan teramat sakit, Aira dan Galaxy kembali menyejutkannya. Sumpah serapah yang baru saja dia tujukan untuk Galaxy kontan hilang sepenuhnya.
“Then, kiss me if you love me as a girl, Gal ....”
Seakan tidak ada keraguan, laki-laki itu mendekat melaksanakan perintah Aira. Membuktikan bahwa Galaxy benar-benar menyukai gadis cantik itu. Bintang yang tidak bisa melihat adegan selanjutnya pun tanpa sadar mundur selangkah dan tubuhnya menghantam pintu, sehingga menimbulkan suara debuman sangat keras, membuat mereka menoleh padanya serta memelolot tak kalah terkejut.
“Bin ... tang?” gumam Aira.
“K-Kak?! S-sejak kapan K-Kakak ada di sini?”
“So-sorry, gu-gue—” Bintang menghentikan kalimatnya untuk menelan saliva sambil memejamkan mata sesaat. Berusaha memilih kata yang tepat, tetapi tidak juga menemukannya, jadi dia meringis sambil mengusap tengkuknya. “Sorry ganggu, anggep aja gue nggak denger hehe ... em, abaikan gue. Silahkan lanjutin. Gue, keluar dulu. Tenang gue nggak bakalan cerita siapa pun.”
Tanpa melunturkan senyum, gadis itu terburu-buru membuka pintu lebih lebar kemudian melesat keluar. Meskipun saat ini dia ingin sekali membanting penutup ruangan tersebut keras-keras sebagai sasaran atas kesakitan hatinya, akan tetapi tubuhnya terasa begitu lemah melakukannya, sehingga pintu tersebut selamat.
Pikirannya kembali kalut, tetapi satu yang ingin dia tuju. Yaitu pergi ke GOR lalu menembak beberapa bola ke ring untuk mengistirahatkan pikiran dan otaknya. Rasanya Bintang sudah tidak kuat menampung rasa sakit. Galaxy have been gaven that too much for her.
Kalau dipikir-pikir, ini juga merupakan salahnya. Kenapa dengan mudah membiarkan dirinya jatuh cinta pada Galaxy. Bila tidak, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini.
Jakarta, 29 Agustus
10.15 a.m.
“Dia denger semuanya?” tanya Galaxy dengan nada lemah. Masih terpekur, memandang pintu ruang musik yang tertutup dengan tatapan menerawang.
“Sorry Gal ...,” ucap Aira lirih dengan mata mulai berkaca-kaca. Berpikir benar ini merupakan salahnya. Seharusnya dia memperingatkan Bintang sejak awal. Walaupun sudah bertekad, akan tetapi nyatanya Aira sangatlah takut. Itu semua karea dia memikirkan perasaan Bintang seandainya mengetahui kenyataan ini. Sekarang Bintang sudah tahu. Ekspresi gadis tomboy itu jelas tampak terkejut, terluka, marah dan kecewa tapi berusaha ditutupi dengan senyuman. Aira tidak bisa membayangkan kalau berada di posisi Bintang. Sekarang saja rasanya bulir-bulir bening dari pelupuk matanya sudah berjatuhan dipipinya yang mulus.
Jakarta, 29 Agustus
10.20 a.m.
Setibanya di GOR, Bintang mengeluarkan keranjang besar yang terisi banyak bola basket dari ruang peralatan kemudian mendorongnya ke arah garis keyhole.
Sebenarnya apa yang sekarang dia lakukan? Tanpa sadar Bintang mencengkram seragam bagian dadanya kuat-kuat untuk berusaha meredakan sesuatu yang sangat sakit di sana. Fakta tersebut begitu memukulnya. Dia ingin marah dan menangis. Namun kenapa tidak bisa? Kenapa harga dirinya masih melarangnya untuk menangis? Apakah Galaxy tidak sepatutnya dia tangisi?
Bintang mengembuskan napas sambil menepuk-nepuk dadanya. Rasanya masih sakit. Kenapa Galaxy setega itu? Bagaiamana dengan semua yang telah mereka lakukan? Bahkan mereka berciuman.
Apa Galaxy hanya berpura-pura? Pasti Galaxy sangat tersiksa. Terpaksa mengambil risiko besar mempermalukan diri laki-laki itu sendiri di GOR saat mengajak Bintang pacaran dan harus menghadapi sikap Bintang yang bar-bar. Tidak seperti Aira yang cantik, feminin dan anggun serta mudah dicintai dalam sekali pandang.
Ah, kenapa Bintang sekarang sangat iri dengan kakak tiri Galaxy? Disukai orang-orang yang pernah disukainya juga? Barja dan Galaxy.
Saat mendengar seseorang membuka pintu GOR, dia reflek meraih sebuah bola basket dan memantulkannya di tempat sebelum menembak ke ring.
Hatinya terasa sangat tidak karuan, terlebih menyadari orang yang baru saja berjalan di dekatnya adalah Galaxy.
Apa yang akan dikatakan laki-laki itu padanya? Apakah akan mengakhiri semuanya? Kenapa memikirkannya saja dapat membuat hati Bintang seperti kembali menerima pukulan berkali-kali? Benar-benar seperti di tusuk ribuan panah beracun tepat di hati dan paru-parunya. Sehingga saat menarik napas pun terasa sakit.
Tidak cukupkah fakta itu saja yang memukuli perasaanya sangat keras? Pikirannya memang ingin menghajar laki-laki itu. Namun kenapa hatinya berkata srbaliknya? Bahwa, Bintang tidak ingin laki-laki itu pergi darinya. Sebelum satu kata menyakitkan yang lain keluar dari pemilik bibir tipis itu, Bintang harus lebih dulu mencegahnya.
“Hai Gal,” sapanya berusaha bersikap biasa saja dan untuk pertama kalinya Bintang memanggil nama Galaxy dengan benar.
Padahal seharusnya dia marah besar. Mungkin akan melemparnya dengan bola yang masih dia pantulkan. Tepat mengenai wajah laki-laki itu. Atau memarahinya habis-habisan. Atau meraung dan mengutuk serta menyumpahi pemilik tubuh jangkung tersebut. Atau setidaknya menampar laki-laki itu dengan keras agar dia puas. Namun nyatanya, Bintang terlalu lemah untuk melakukan itu semua. Bintang takut jika melakukannya, Galaxy akan semakin membencinya dan meninggalkannya.
“Kak, soal tadi gue—”
“Tenang aja Gal,” potong Bintang cepat sebelum Galaxy sempat merampungkan kalimatnya.
Tenang apanya Tang? Hati dan otak Bintang mengejek.
“Sebagai temen, gue paham Gal.”
Bintang melihat wajah laki-laki itu berubah emosi. Kenapa? Bukankah benar fakta tersebut? Bukankah ini yang Galaxy inginkan?
Bintang pun terpaksa menghentikan aktivitas memantulkan bola sebab Galaxy sudah merebut dan membuangnya asal. Mengihraukan satu tangannya yang dibebat, kemudian mencengkeram kedua lengannya, menunduk serta mentapan kedalaman iris hitamnya penuh intimidasi.
Padahal sebelumnya adik kelas itu tidak pernah bersikap seperti ini pada Bintang. Ini merupakan pertama kali dia marah padanya.
“Coba ulang kalimat Kakak barusan!” bentak Galaxy.
Bintang sempat terkesiap tapi berusaha cepat mengatasinya dengan baik. Memberanikan diri membalas tatapan Galaxy lalu berusaha sesantai mungkin mengulang kalimat fakta menyakitkan tadi. “Sebagai temen, gue paham, Gal.”
Galaxy praktis mengguncang kedua lengan Bintang dengan keras seolah berusaha menanggalkan kepalanya. Raut wajah laki-laki itu pun terlihat lebih tegang dan marah. Ke mana wajah polos yang biasa Galaxy tampilkan?
Oh! Bintang menyadari sesuatu tentang arti tatapan polos itu. Tatapan polos yang menipu!
“Temen?! Gandengan selama jalan di Mall, pelukan, bahkan kita ciuman di ruang musik! Are you kidding me right now?! Bukan kayak gitu cara memperlakukan temen! Gue nggak nyangka hubungan kita sedangkal itu di mata Kakak!”
Usai meneriakkan amarah dan menyentak kedua lengan Cecilia Bintang dengan kasar, Galaxy Andromeda pun pergi. Menginggalkan gadis tomboy itu yang berdiri di garis keyhole lapangan basket.
Then use me as you like Gal. Use me as you like. Kalau itu bisa bikin lo dapetin hati Aira.
Gue pengin mertahanin lo, sama kayak gue mertahanin Barja dulu dengan bersikap kayak nggak terjadi apa-apa. Ya ... biar lo nggak pergi dari gue. Atau kita bisa bikin ini jadi rencana buat dapetin hati kakak tiri lo Gal. Nggak apa-apa. Asal lo tetep sama gue. Nggak apa-apa, itu udah cukup. Tapi kenapa lo malah pergi?!
________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote dan komen
See you next chapter teman temin
With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻
20 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top