Chapter 25
Selamat datang di chapter 25
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like this
❤️❤️❤️
_____________________________________________
I think about you everyday now
Was a time when I wasn’t sure ... but you set my mind at ease
There is no doubt ... You’re in my heart now
~Gun’s and Roses-Patience~
_____________________________________________
Jakarta, 21 Agustus
10.00 a.m.
Jam istirahat memang selalu ditunggu para murid. Terlebih bagi Bintang yang merasa kali ini begitu spesial dan amat dinanti. Setelah menyuruh Barja ke kantin mbok Sarmi terlebih dahulu, dia melipir ke ruang musik yang ternyata pintunya sedikit terbuka, menyebabkannya suara samar-samar dentingan piano bisa terdengar hingga ke depan ruangan itu.
Bintang membukanya agak lebar dan suara dentingan itu segera menyapanya lebih keras. Langkah membawa tubuh gadis itu masuk ke ruang musik tersebut. Matanya pun refleks menjelajah. Pasalanya baru kali ini dia menginjakkan kaki di ruang ini.
Ruang musik itu sendiri berbentuk seperti tempat pertunjukan mirip ruang teater. Ada panggung yang tidak terlalu luas di tengah ruangan. Bagian kedua sisinya terdapat beberapa alat musik seperti gitar, drum, sound system, standing mic di tengah-tengah, dan piano di dekat sana yang saat ini digunakan Galaxy, lampu-lampu berjajar dengan jarak tertentu pada pinggiran panggung dan juga kursi berderet di depannya.
Bintang masih mengamati sekeliling. Ruang musik itu hanya ada dirinya dan Galaxy. Meskipun begitu, dentingan piano laki-laki itu mengusir sepi yang menyelimuti seluruh penjuru ruangan tersebut.
Bintang menaiki dua anak tangga untuk mencapai panggung dan berdiri di belakang laki-laki itu. Menatap punggung lebar Galaxy yang gagah sesaat, sebelum memindah tubuh ke samping piano. Lalu memperhatikan gerakan jari-jemari Galaxy yang panjang dan lincah sedang menari di atas jajaran tut.
Mata laki-laki itu terpejam, begitu menyatu dengan permainan piano bersama nada-nada indah yang dihasilkan sehingga tidak melihat kehadiran Bintang. Sangat berbakat, tidak heran kalau laki-laki itu akan mengadakan konser tunggal bulan depan. Hingga nada itu berakhir, suara tepuk tangan Bintang baru membuat Galaxy menyadari kehadiran gadis itu.
“Bae?” panggilnya. “Sejak kapan di sini?”
“Dari tadi, lo terlalu menghayati jadi nggak sadar gue dateng.” Bintang yang penasaran merapatkan diri ke tepi piano dan mencoba menekan sembarang tut, menghasilkan nada sumbang.
Laki-laki itu pun tersenyum. Bukan bermaksud mengejek atau meremehkan, tapi senang karena Bintang sedang mencoba sesuatu yang digemarinya. Layaknya dia mencoba sesuatu yang digemari Bintang seperti basket. Oleh kerena itu Galaxy mengambil inisiatif. “Mau gue ajarin?” tawarnya.
Bintang kontan menggeleng serta sedikit salah tingkah. “Eh, enggak usah, gue cuma iseng asal neken aja kok—eh Kiddo lo ngapain?!” Lalu protes karena Galaxy tiba-tiba menarik tubuhnya dan mendudukannya di pangkuan laki-laki itu.
“Hahahaha ... ternyata Kakak cuma tinggi doang ya, nggak berat sama sekali.”
“Kiddo, lepasin!” pinta gadis itu sambil memberontak dan berusaha mengurai tangan Galaxy yang memeluknya dari belakang, tapi pemilik iris cokelat terang itu malah semakin mengeratkan pelukannya. “Kiddo ....”
Demi kerang ajaib! Kenapa Galaxy selalu berindak mengejutkan? Apa laki-laki itu tidak sadar kalau jantung Bintang hampir jatuh ke lantai karena ulahnya?
Sementara adik kelas itu sendiri malah menenggelamkan wajah di ceruk leher gadis tomboy tersebut lalu sibuk menghirup aroma Bintang dalam-dalam. “Wangi Kakak cokelat. Kayak makanan kesukaan gue.”
Gadis itu mulai berhenti memberontak karena otaknya mulai bekerja lambat. Hal itu dimanfaatkan oleh Galaxy untuk membawa satu tangan Bintang menuju atas tut piano.
“Gue ajarin ya Kak?”
Duh! Bisa nggak sih ngajarinnya biasa aja? Mana bisa gue konsentrasi?!
Bintang hanya mengutuk dalam hati. Sama sekali tidak bisa konsentrasi ketika tangan besar dan terasa hangat laki-laki itu membimbing tangannya menekan tut piano. Mulanya di satu tempat lalu berpindah-pindah sesuai melody. Sementara tangan yang lain melingkari tubuhnya.
Suara Bintang mendadak hilang, semua yang akan dia katakan tertelan lagi ketika kepala laki-laki itu diletakkan pada pundaknya. Aroma campuran antara kayu dan pinus praktis memeluknya. Rasanya hangat dan nyaman. Terasa berbahaya sekaligus melindugi, Bintang jadi tidak bisa lagi memilih antara melepaskan diri atau bagaiamana.
Bintang tak peduli lagi dengan nada-nada indah yang dihasilkan dentingan itu karena mendengar Galaxy bersenandung pelan. Napas panas laki-laki tersebut berembus menyentuh kulit lehernya yang tidak terhalang rambut. Karena suatu kebetulan Bintang sedang berkuncir. Embusan itu pun membuatnya merinding.
“I think about you everyday now ....”
Suara pelan Galaxy rendah dan lumayan merdu. Satu lagi nilai tambah pada laki-laki itu. Pipi Bintang memanas dengan cepat. Secepat jantungnya yang memukul kencang sewaktu tiba-tiba Galaxy menghentikan permainan pianonya dan tangan besar itu melepas tangannya untuk berpindah menelusuri pipinya supaya menghadap laki-laki itu sambil terus bersendung.
“Was a time when I wasn’t sure ... but you set my mind at ease ....”
Dari posisi sekarang, kepala mereka jadi sejajar. Bintang ingin melompat tapi sepasang iris cokelat terang Galaxy menguncinya di tempat, mengambil kendali atas dirinya untuk terus menatap adik kelas tersebut.
Sudah dia katakan pada dirinya sendiri bila bersama laki-laki itu—apa lagi dipeluk dan ditatap seperti ini—otaknya mendadak macet. Tidak bisa bekerja sama sekali.
Lain halnya dengan jantungnya yang berpacu semakin cepat, suntikan-suntikan nyanyian Galaxy membuat rongga dadanya menghangat. Rasa itu kemudian menyebar, memberi rona pada wajahnya yang manis.
Tubuh Bintang mengambil alih pikirannya untuk memindah posisi menghadap Galaxy. Satu tangannya yang semula bertengger di jajaran tut piano bergerak menuju dada bidang laki-laki itu. Merasakan debaran keras di sana, sama seperti jantunganya.
Gadis itu tidak menghindar ketika Galaxy menempelkan kening pada keningnya masih sambil bersenandung. “There is no doubt ... You’re in my heart now.”
Untuk beberapa waktu yang tidak terlalu singkat, senandung tersebut akhirnya berakhir. Bintang merasa laki-laki itu menjauhkan wajah untuk kemudian membubuhkan hidung serta bibir di puncak kepalanya. Lama sekali. Embusan napas Galaxy sangat terasa di sana. Sampai-sampai dia merasa harus memejamkan mata, entah untuk menikmati perlakuan Galaxy atau berusaha meredakan deburan jantungnya sendiri.
Gadis itu masih tak berkutik saat Galaxy sudah menurunkan bibir serta hidung ke keningnya. Sapuan napas panas yang berembus segera menyapa permukaan kulit wajahnya yang memerah. Betapa itu malah membuat Bintang meneguk ludah dengan susah payah.
Bersamaan dengan bibir dan hidung Galaxy yang menjauh dari keningnya, Bintang mencoba membuka mata secara perlahan. Sepasang iris cokelat terang itu ternyata sedang menatapnya dengan intens. Bukan tatapan polos seperti biasanya dan tadi saat bersenandung pelan, melainkan tatapan mata yang melelehkan tubuh. Sehingga membuat gadis itu nyaris pingsan. Mungkin Bintang memang berharap pingsan saja sewaktu ibu jari Galaxy yang semula masih bertengger di pipinya kini sudah bergeser ke bibirnya. Mengusap permukaan lembut itu secara perlahan. Lalu pandangan Galaxy juga beralih ke sana.
Bintang tahu dan paham apa yang akan dilakukan Galaxy selanjutnya. Bukan karena telah pernah diperlakukan seperti ini oleh seseorang sebelumnya, akan tetapi, dia sering tidak sengaja menjumpai pacar kakak perempuannya juga melakukan ini sebelum bibir sepasang kekasih itu saling berlabuh.
Napas Bintang memberat membayangkan hal tersebut, menyebabkan dirinya harus sedikit membuka mulut. Kini tatapan laki-laki itu beradu lagi dengan tatapan matanya yang sayu. Seolah meminta izin, dan lagi-lagi otak Bintang macet. Sekali lagi tubuhnya mengambil alih pikirannya untuk memejamkan mata. Seakan memberi isyarat bahwa Bintang mengizinkan Galaxy untuk mencium bibirnya.
Tangan gadis itu yang menyentuh dada bidang Galaxy refleks mencengkram seragam tersebut erat-erat. Sementara tangannya yang berada di atas tangan Galaxy yang melingkari tubuhnya juga semakin menekan kuat. Jari-jari kaki Bintang terasa mengepal serta menegang sebab embusan napas itu terasa membakar wajahnya. Secara kontan membangkitkan seluruh saraf ditubuhnya. Berikutnya jantung gadis itu rasanya nyaris meledak saat bibir tipis Galaxy telah berlabuh pada bibirnya yang bergetar.
Apakah laki-laki itu merupakan seorang pesulap ulung? Sehingga bisa menggunakan sihir untuk mengendalikan sekaligus menyetir kondisi hati, tubuh dan pikirannya?
Rasanya waktu seperti berhenti. Dunia di sekelilingnya juga terasa berhenti dan Cecilia Bintang merasa telah jatuh cinta sedalam-dalamnya pada Galaxy Andromeda.
Jakarta, 21 Agustus
07.01 p.m.
I kissed her. She kissed me. I kissed her. She also kissed me! That means ... she loves me! Yeah! She loves me!
Galaxy bergumam dalam hati karena memikirkan pernyataaan kesimpulan yang dia buat untuk dirinya sendiri sembari menekan tut piano di ruang keluarga dengan perasaan riang. Satu kaki jenjang laki-laki itu menekan pedal. Tidak menyangka, setelah lagu barunya yang akan dia mainakan di konser tunggalnya yang penggarapannya sempat tertunda karena bertengkar dengan Aira, kini dia bisa menyelesaikannya dengan mudah karena Cecilia Bintang.
Oh astaga, sebenarnya gadis itu apa? Sampai-sampai bisa membuat dirinya kelimpungan seperti ini?
Tanpa sadar dari kejauhan para pekerja yang bertugas di rumahnya mengintip di balik pilar dan bergosip karena senang Galaxy telah kembali bermain piano. Bahkan anjing kesayangan laki-laki itu yang bernama Lyno, senantiasa menemaninya sambil tiduran di karpet bawah piano tersebut.
Lyno memang tidak ramah dengan orang asing, tapi Galaxy membuat catatan dalam hari kalau suatu saat dia akan mengenalkan Lyno pada Bintang. Agar terbiasa, lalu akan mengajak gadis itu pergi bermain sepatu roda di akhir pekan, dan akan mengundangnya ke konser tunggalnya bulan depan.
Ngomong-ngomong tentang gadis itu, apa yang sedang dilakukannya sekarang? Rasanya Galaxy ingin terus melihat dan bersamanya setiap saat.
Benar kata Zhardian, dia telah jatuh cinta pada gadis tomboy itu.
Jakarta, 28 Agustus
04.25 p.m.
Kejadian itu sudah hampir seminggu berlalu. Jujur saja, Bintang jadi tidak tahu apa yang harus dia lakukan terhadap Galaxy kalau sedang berduaan. Tiap kali laki-laki itu berdekatan dengannya, Bintang merasa semakin salah tingkah. Namun sebisa mungkin bersikap normal saat sedang berada di keramaian seperti sekarang. Ketika mereka duduk di lantai tepi lapangan. Membiarkan anggota tim yang lain berlatih, sementara Bintang mengajarkan teori pada Galaxy.
“Ekhem ... Kiddo, kita lanjut teori berikutnya ya?” ucap Bintang sambil menunjuk papan kecil dengan design lapangan basket, bisa dicorat-coret menggunakan spidol tidak permanen. Biasanya digunakan pelatih untuk menyusun strategi sewaktu bertanding.
Ngomong-ngomong gadis itu masih menghindari kontak mata dengan Galaxy kalau sedang berduaan. Namun kontak mata saat menerangkan itu juga perlu untuk melihat sejauh mana orang yang diterangkan fokus dan bisa menerima materi. Apa lagi di tengah keramaian seperti ini.
“Jadi ini yang namanya teknik—” Bintang berheti dan mendongak untuk mentap laki-lak itu. “Kiddo! Perhatiin papannya, jangan lihatin gue!” Satu timpukan spidol mendarat di kepala Galaxy.
“Aduh!” Galaxy menggosok kepalanya bekas timpukan itu. “Sorry, habis ... Kakak manis sih! Jadi kadang-kadang suka gagal fokus.”
Diam-diam laki-laki itu juga masih merasa takjub dengan kakak kelas ini yang ternyata masih belum bisa menghilangkan sikap bar-barnya.
Namun Galaxy menyadari jika sikap itu hanya ditunjukkan di depan orang. Kalau sedang berduaan dengannya, jangan ditanya bagaimana gadis itu mati kutu alias tidak berkutik dalam pelukannya dan hanya membalas dengan perlakuan yang sama.
Memikirkan hal tersebut Galaxy tersenyum lagi. Merasa bangga karena sikap lembut gadis itu hanya ditunjukkan padanya seorang. Spesial bukan?
“Duduknya yang tegak!” Bintang memerintah dan dikerjakan oleh Galaxy. Lalu mulai menggerakkan spidol di atas papan mini itu. “Ini yang namanya teknik menyerang dua, tiga. Jadi posisinya dua orang pemain di depan, terus tiga orang di belakang dekat ring.”
Galaxy mengangguk sambil memegamgi dagunya tanda paham.
“Biasanya yang pemain depan ini play maker kayak si Jaja—”
“Bisa nggak Kak? Nggak usah nyebut nama cowok lain?” potong Galaxy. Apa lagi si Jaja tinja atau siapapun itu. Lanjut laki-laki itu dalam hati sebab heran, kenapa saingannya harus disebut?
“Ini cuma contoh Kiddo! Nggak usah jealous gitu!” Bintang merasa Galaxy semakin bertambah imut kalau cemburu.
“Contohnya yang lain aja! Yang cewek!” usul Galaxy sambil cemberut.
“Ya udah, pokoknya yang depan ini play maker sama pemain depan. Terserah contohnya siapa aja juga boleh.”
Masih dengan cemberut, Galaxy mengangguk sambil menggosok dagunya lagi pertanda paham.
“Terus yang tiga pemain di posisi belakang biasanya dua pemain belakang, mengapit satu pemain tengah. Nah, pemain tengah ini lo.”
Bintang juga sudah memberitahu tentang terpilihnya laki-laki itu menjadi pemain cadangan dan di posisi sebagai pemain tengah, karena Galaxy tinggi dan gagah. Selain itu Bintang juga memberanikan diri bertanya tentang konser tunggal tersebut.
Mungkin bagi sebagian orang yang menggeluti suatu bidang, pasti tidak banyak memiliki informasi siapa yang ahli dalan bidang yang tidak digelutinya. Seperti Bintang. Dia ahli dalam bidang basket dan tidak tahu-menahu soal piano. Jadi dia juga kurang tahu composter terkenal dalam bidang musik tersebut atau seberapa terkenalnya Galaxy di mata orang-orang pecinta musik klasik.
Karena uji tanding yang akan diadakan waktunya setelah konser tunggal Galaxy, jadi Bintang juga memberi pengertian sekaligus meminta laki-laki itu agar belajar teori dulu dan tidak latihan fisik untuk mengamankan jari-jarinya yang berharga.
“Paham kan Kiddo?” Bintang kembali mendongak untuk menatap laki-laki itu.
Galaxy pun mengangguk. Lalu tiba-tiba matanya melotot melihat ada bola yang nyasar ke arah belakang Bintang.
“Tang! Awas bola!”
Barja dan kawan-kawan berteriak tapi tak cukup cepat untuk menghentikan bola tersebut. Karena Galaxy khawatir bola itu akan mengenai kepala gadis di hadapannya, dia pun refleks berdiri dengan cepat dan melindungi tubuh Bintang, bermaksud menangkap bola itu menggunakan tangan. Karena pendaratan bola pada tangannya yang tidak tepat, Galaxy sadar ada yang salah dengan dirinya.
“Argh!” Laki-laki itu menunduk sambil meringis memegangi tangannya.
“Kiddo! K-Kiddo!” Bintang yang berada di dalam kungkungannya segera melepaskan diri sambil berusaha meraih pergelangan Galaxy. Baru saja dia menyentuhnya, laki-laki itu sudah kesakitan.
“Argh! Kak, sakit ... sakit banget.”
________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang uda vote dan komen
See you next chapter teman temin
With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻
20 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top