Chapter 24
Selamat datang di chapter 24
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like this
❤️❤️❤️
____________________________________________
I'm falling in love with the little thing of her smile and her special request
~Galaxy Andromeda~
____________________________________________
Jakarta, 20 Agustus
10.01 p.m.
Cukup lama berdebat dengan dirinya sendiri, Galaxy akhirnya memutuskan untuk pulang. Meski perlahan, setidaknya dia harus memulai melakukan saran yang diberikan Zhardian. Namun ketika tiba dan menanyakan keberadaan kakak perempuannya pada salah seorang pekerja di rumahnya, ternyata Aira sedang pergi ke Jogja hingga seminggu lamanya untuk mengikuti kompetisi menyanyi bersama seluruh anggota paduan suara SMA Geelerd.
Itu berarti, dia harus menundanya. Tidak mungkin Galaxy menyelesaikan masalah melalui pesan atau telepon. Itu sama sekali bukan tipenya.
Galaxy menelusuri ruang tamu sambil mengembuskan napas lumayan keras. Tidak apa-apa, pikir laki-laki itu. Selagi menunggu, dia bisa lebih mempersiapkan diri dan lebih memantabkan diri agar tidak ragu-ragu.
Langkah Galaxy mencapai ruang keluarga dan sepasang iris cokelatnya tidak sengaja melihat piano kesayangannya di tengah ruangan. Bintang adalah yang pertama kali memenuhi pikirannya setelah melihat piano tersebut.
Galaxy berjalan menuju alat musik itu lalu duduk di kursi tunggal tanpa lengan dan punggung depan piano. Kepalanya menoleh ke sekeliling. Anjingnya sudah tidur di kandang yang terletak di pekarangan dekat taman bunga. Orangtuanya juga belum pulang dari New Jersey untuk keperluan pekerjaan sejak seminggu lalu dan ruang keluarga yang sangat luas itu terasa kosong dan sepi.
Galaxy membuka tut piano secara perlahan lalu mengeluarkan ponsel. Dia tahu ini sudah jam sepuluh malam dan biasanya gadis tomboy itu sudah tidur. Namun tidak ada salahnya mencoba peruntungan bukan?
Jakarta, 20 Agustus
10.01 p.m.
"Taroh di mana lagi ini?" tanya Bintang sambil menguap lebar dan sedang menenteng setumpuk bunga.
Kakak perempuan Bintang yang tadi dibelakangnya mendahului gadis tomboy itu masuk D'Lule. "Taroh di situ Tang," titahnya sambil menunjuk tempat yang dia maksud di sebelah dinding yang kosong.
Bintang meletakkan tumpukan bunga terakhir lalu menepuk-nepuk tangan serta bajunya agar dedaunan yang menempel di baju bisa jatuh. "Udah kan? Ini yang terakhir?"
Bulan yang sekarang sedang memilah-milah tumbukan it hanya menjawab dengan gumaman. Sedangkan mama mereka baru masuk D'Lule.
"Kalau gitu tidur dulu yak." Sekali lagi Bintang menguap lebar lalu melambai singkat.
"Iya, thanks."
"Makasih Dek," kata mamanya yang kebetulan berjalan melewati Bintang.
Memang sudah menjadi rutinitas bagi Bintang, Bulan, dan mamanya untuk melakukan serangkaian kegiatan mengurusi bunga pada malam hari seperti ini. Apa lagi mendekati bulan Sepetember, banyak orang yang mengadakan acara pernikahan sehingga D'Lule sudah mulai kebanjiran pesanan seperti sekarang. Jadi untuk mempersingkat waktu, mereka melakukan lembur pada malam hari agar siangnya bisa tetap membuka toko dan berjualam bunga.
Biasanya jam sepulih malam Bintang sudah selesai mengangkut-ngakut bunga yang baru datang, tapi karena tadi sempat terjadi sedikit kendala, akhirnya molor.
Toko itu memang tidak terlalu besar, tapi selalu ramai dikunjungi orang. Beberapa dari mereka juga telah menjadi langganan tetap. Penghasilan dari penjualan bunga pun tergolong lumayan, cukup untuk membiayai kuliah Bulan dan keperluan sehari-hari bagi mereka bertiga. Untuk Bintang sendiri, mamanya tidak perlu repot mengeluarkan biaya karena beasiswa si bungsu itu sudah cukup.
Pada awal masuk kuliah, Bulan melihat peluang di lingkungan kampusnya lalu memutuskan untuk membuka bisnis penjualan bunga yang terbuat dari kain flanel, juga rajin promosi D'Lule melalui akun media sosial. Biasanya kakak perempuan Bintang itu kebanjiran pesanan sewaktu ada acara wisuda.
Ngomong-ngomong Bulan juga mulai belajar membuka bisnis dekoreasi untuk acara pernikahan, lamaran, pesta, atau ulang tahun. Secara tidak langsung pendapatan keluarga kecil itu pun bertambah. Kadang-kadang, Bulan juga memberi tambahan uang jajan pada Bintang.
Kalau uang yang terkumpul sudsh cukup, keluarga kecil itu juga berencana merenovasi D'Lule agar lebih luas dan merekrut beberapa pegawai agar mamanya yang sudah berumur setengah abad tidak terlalu lelah bekerja. Syukur-syukur bisa membuka cabang di kota lain.
"Hoam ...." Untuk ketiga kalinya Bintang menguap lebar tanpa perlu repot-repot menutupi mulutnya.
Usai berganti baju dan menggosok gigi, gadis itu mulai merebahkan diri. Kasur melesakkan tubuh Bintang ketika tiba-tiba ponselnya berdering, tanda sebuat pesan telah masuk. Tanpa memindah posisi, dia meraih alat komunikasi tersebut dan tanpa sadar sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman begitu membaca nama sang pengirim.
Kiddo :
Udah tidur, Bae?
Tidak butuh sedetik waktu bagi gadis itu untuk membalas pesan Galaxy.
Bintang :
Baru mau tidur, tumben lo belum tidur Kiddo?
Galaxy tidak membalas, melainkan menelepon Bintang.
"Halo?" sapa gadis itu dengan suara yang sudah serak khas orang mengantuk. Galaxy tidak menyahut tapi bunyi dentingan piano mulai menyusupi telinga Bintang. Dengan mata terpejam, gadis itu pun melebarkan senyumnya.
He's playing piano again. Kata hati Bintang lalu pikirannya mulai berkelana ke waktu pertama kali dia melihat Galaxy bermain piano kemarin. Sangat keren dan ... entahlah Bintang juga kehabisan kata-kata untuk mendiskripsikan laki-laki yang modus tiada tara itu.
Dulu Bintang selalu menghindar, bahkan menolak dengan tegas akan kehadiran laki-laki beraoma campuran antara pinus dan kayu tersebut. Namun sikap Galaxy yang pantang menyerah membuatnya lambat laun menjadi terbiasa. Karena kebiasaan itulah akhirnya membentuk kenyamanan bagi Bintang untuk betah bersama Galaxy dan menerima gombalan-gombalan itu.
Kalau Galaxy mengatakan serangkaian kalimat-kalimat gombalan dengan seringai licik dan mata berkilat seperti play boy, mungkin Bintang akan muak. Namun-demi kerang ajaib-masalahanya laki-laki itu mengatakan semuanya dengan tatapan mata serta pancaran wajah polos. Terdengar murni dari hati tanpa dilebih-lebihkan. Bagaimana Bintang tidak luluh?
Irama dentingan itu kembali menyerbu gendang telinga Bintang. Tidak cepat, tapi pelan dan pasti. Terus mengalun membentuk nada Fur Elise milik Beethoven. Cocok untuk pengantar tidur karena merilekskan. Bahkan instrumen terkenal itu digadang-gadang sebagai lullaby song untuk pengisi lagu pada kotak musik. Maka dari itu Bintang mengetahuinya. Karena dia juga pernah memiliki kotak musik dengal lagu tersebut sewaktu kecil pemberian mediang ayahnya.
Perlahan mata gadis itu yang semula sudah berat kian memberat. Dentingan irama piano juga mulai melambat lalu berhenti. Sebelum Bintang jatuh tertidur, samar-samar dia bisa mendengar Galaxy mengucapkan, "Selamat tidur, Bae ...."
Jakarta, 21 Agustus
08.01 a.m.
Pelajaran pertama akan segera dimulai. Galaxy yang baru akan mengeluarkan buku dari ransel dikejurkan oleh getaran ponsel pertanda sebuah pesan telah masuk. Dia baru akan mengabaikan pesan tersebut, tapi begitu membaca nama kontak Bintang, Galaxy segera membuka pesan tersebut.
Bae 💫 :
Kiddo, I want to see you play the piano again. Can I?
Mereka memang berangkat bersama pagi ini, tapi kenapa tadi Bintang tidak memintanya secara langsung? Apakah gadis itu malu? Astaga, kenapa kakak kelas itu jadi semakin hari semakin bertambah menggemaskan?
Galaxy :
Yeah, sure. With my pleasure my Majesty. Istirahat pertama ke ruang musik aja, entar gue mainin piano buat Kakak.
Beberapa detik balasan Bintang masuk ke ponselnya.
Bae 💫 :
Abis itu makan ke mbok Sarmi ya?
Galaxy semakin memperlebar senyumnya. Tentu saja, apa lagi yang akan dilakukan gadis itu selain makan di kantin mbok Sarmi pada jam istirahat? Baik yang pertama maupun istirahat yang kedua?
Galaxy :
Sure. See you there ❤
Jakarta, 21 Agustus
08.05 a.m.
Bintang tersenyum membaca pesan dari Galaxy. Karena masih asyik memandangi ponsel itu dia tidak sadar jika Barja sudah duduk di sampingnya.
"Ekhem ...," deham sahabatnya, ikut melirik ke arah layar ponsel yang masih menampilkan pesan dari Galaxy. Bintang yang terkejut kontan mematikan layar ponselnya lalu memasukkan ke kantung seragamnya sambil berdeham juga.
Setelah upacara, biasanya akan ada pelajaran ekonomi. Namun hari ini berbeda. Guru yang mengajar sedang absen karana sakit. Untuk mengatasi jam kosong, guru tersebut memberi tugas lewat guru piket.
Usai memberikan tugas, guru piket itu meninggalkan kelas untuk memeriksa kelas yang lain. Oleh sebab itu Barja bisa bebas duduk di sebelah Bintang. Sedangkan teman sebangku gadis itu sedang ke bangku teman sekelas mereka yang lain.
"Senyum-senyum terus ya Tang."
"Apaa sih lo Ja! Sana lo, gue mau ngerjain tugas!" Bintang mendorong bahu Barja dengan keras tapi tidak berhasil.
Barja yang ternyata sudah membawa peralatan tulis beserta buku yang digulung pun meletakkan semuanya di meja. "Ya udah kebetulan kan, gue juga mau ngerjain di sini."
"Bahaha ... ya udah terserah lo aja."
Beberapa menit berlalu dalam keheningan keduanya tapi tidak dengan suana kelas. Menginjak soal yang ke delapan, Barja mulai memuka percakapan dengan Bintang.
"Tang?" panggilnya. Barja mendengar gadis itu bergumam tanpa memindah fokus pada buku di meja. Oleh karena itu dia melanjutkan. "Gimana hubungan lo sama Galaxy?"
"Biasa aja sih."
Barja menaikkan satu alisnya. Berpikir, mana mungkin hubungan mereka tergolong biasa saja kalau Bintang mau diajak menonton film berdua bersama Galaxy? Kemarin sewaktu menjemput Aira di restroom, Aira dan dirinya melihat Galaxy sedang menyematkan anak rambut di telinga Bintang dalam ruang teater, karena suatu kebetulan film yang akan ditonton juga sama.
Perasaan Aira berubah menjadi bad mood seketika karena tidak tenang melihat kedekatan Bintang dan Galaxy. Aira ingin pergi ke kursi mereka dan mengatakannya sendiri pada Bintang untuk menjauhi Galaxy tapi Barja mencegahnya dengan cepat karena tidak ingin memicu kericuhan di tempat umum. Dia juga meyakinkan pada kakak perempuan Galaxy bahwa dia bisa mengatasi masalah ini secepatnya sesuai batas waktu yang diberikan Aira padanya. Menurut Barja sekarang adalah waktu yang tepat bagi dirinya untuk memulai secara perlahan.
"Lo tuh nggak sadar atau nggak mau ngaku?"
Mendengar Barja bertanya lagi, Bintang menghentikan kegiatan menulis dan memutar kepala menghadap sahabatnya tersebut. "Maksud lo Ja?"
"Lo pasti tahu maksud gue Tang. Intinya gini ... maksud gue itu ...." Barja berhenti berkata untuk berpikir. Apa yang harus dia katakan pada Bintang untuk membuat gadis itu menjauhi Galaxy secara perlahan-lahan?
"Apa? Nggak jelas lo Ja." Gadis itu menggeleng lalu meneruskan kegiatannya mengerjakan tugas.
"Lo udah tahu belum kalau dia pianis?"
"Yap," jawab Bintang santai. Padahal dalam hati jumpalitan teringat sebentar lagi Galaxy akan memainkan piano untuknya.
"Bulan depan dia mau konser tunggal."
Sewaktu mengantar Aira ke sekolah untuk berangkat ke Jogja hari minggu kemarin, kakak perempuan Galaxy menceritakannya pada Barja. Karena itulah Aira sangat khawatir pada Galaxy yang tidak mau latihan piano dan malah latihan basket.
Kali ini fakta tersebut membuat Bintang menoleh kembali menghadap Barja. Oke, dia memang tahu kalau Galaxy bisa bermain piano amat baik, tapi tidak tahu kalau akan mengadakan konser tunggal. Sehebat itukah Galaxy? Astaga, adik kelas itu secara tidak langsung menambah nilai di mana Bintang.
"Dari mana lo tahu Ja?" Entah kenapa Bintang tidak dapat menahan senyumnya.
"Dari Aira."
"Oh ...." Bintang mengangguk.
"Jadi, lo bisa nggak jangan keras-keras kalau ngelatih dia basket? Jarinya itu harus dijaga Tang. Takutnya cidera gitu. Lo juga pernah cidera jari waktu dulu dan itu lumayan lama sembuhnya buat bisa balik ke performa maksimal buat latihan basket kan?"
Bintang mengingat masa itu lalu mengangguk. Semyumnya pun luntur. "Tapi bentar lagi bakalan ada uji tanding sama SMA lain Ja, pelatih milih dia jadi pemain cadangan loh. Latihannya juga harus ditambah."
"Galaxy udah tahu kalau kepilih?" tanya Barja.
"Gue belum ngasih tahu sih."
"Nah Tang, mumpung belum lo kasih tahu, jadi mendingan jangan kasih tahu. Lo ngomong aja ke pelatih kalau Galaxy masih belum cocok jadi pemain cadangan."
Bintang mengernyitkan kedua alisnya tanda tak terima. Dia melatih Galaxy dengan baik, laki-laki itu pun cepat belajar oleh karena itu perkembangannya pesat. Apa maksudnya tidak cocok sebagai pemain? Meski itu baru pemain cadangan sekali pun?
"Lo apaan sih Ja? Pelatih juga udah pasti tahu kali yang mainnya bagus terus dijadiin pemain inti atau cadangan itu siapa aja. Ya gue nggak bisa ngelakuin yang lo omongin. Gue bakalan tetep ngasih tahu dia kalau kepilih jadi pemain cadangan."
Rencananya sewaktu istirahat ini Bintang akan memberitahunya pada Galaxy.
"Lo nggak mikir konser tunggal dia Tang?" Barja mengingatkan.
Bintang berpikir sebentar. Dia memang tidak tahu menahu perihal konser tunggal. Jelasnya, dia tahu kalau semisal konser itu dibatalakan, pasti akan banyak pihak yang di rugikan, dan Bintang tidak ingin itu terjadi pada Galaxy. Jadi, dia pun menjawab, "Demi konser tunggal dia ... oke Ja gue yang ngasih pengertian dia nanti."
"Gue ada usul lain Tang."
"Apa itu Ja?"
"Gimana kalau-"
"Gue kasih teori-teori aja buat dia biar nggak jadi latihan fisik! Atsaga kenapa gue jenius banget Ja?!" potong Bintang cepat sambil menjentikkan jarinya lalu tersenyum bangga sambil menepuk-nepuk pundak Barja. Setelahnya melanjutkan kegiatannya mengerjakan tugas dengan riang.
Sedangkan Barja cengo. Maksudnya tadi ingin mencegah Bintang untuk menemui Galaxy dulu, tapi ya sudahlah. Tidak apa-apa. Sepertinya untuk sementara tugas Barja sampai di sini dulu. Besok dia akan bergerak lebih lagi. Perlahan-lahan, sampai Bintang dan Galaxy berpisah seperti keinginan Aira. Dengan demikian, Aira akan lebih menyukainya.
____________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote dan komen
See you next chapter teman temin
With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻
20 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top