Chapter 12

Selamat datang di chapter 12

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (suka terbang sana sini)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

_____________________________________________

Tapi—demi semua jenis kerang yang ada di laut—kenapa dia tidak yakin ingin melepaskannya?

~Cecilia Bintang~
_____________________________________________

Pucak, 7 Agustus
01.07 a.m.

Sekitar jam sepuluh malam, para anggota tim sudah bubar dan mengemasi segala peralatan, perlengkapan, serta sampah, kecuali api unggun yang dibiarkan menyala dengan bara kecil. Barulah mereka istirahat karena keesokan harinya sebelum kembali ke Jakarta, pelatih berencana mengajak mereka ke taman Nusantara untuk rekreasi singkat.

Maksud hati ingin istirahat, apa daya malam ini Galaxy tidak dapat tidur. Pikirannya terus melayang pada Aira. Bagaimana mereka sewaktu kecil selalu bermain bersama. Alasan Galaxy belajar bermain piano pun karena Aira yang suka menyanyi dan bersuara merdu. Galaxy ingin mengiringi nyanyian Aira dengan dentingan pianonya. Tapi sekarang?

Helaan napas dari paru-paru Galaxy keluar melalui hidung dan mulut. Matanya yang semula terpejam kini membuka. Tubuh tegapnya perlahan duduk, selanjutnya iris cokelat itu mengamati sekeliling dan menemukan semua teman sekamarnya sudah tidur, termasuk Zhardian.

Galaxy mengambil ponsel di samping kasur untuk melihat jam yang menunjukkan pukul satu dini hari. Pantas saja semua sudah tidur, pikirnya kemudian menyibak selimut dan melipir ke dapur untuk mencari makanan.

Biasanya, perut kenyang oleh makanan tepat bisa membuat Galaxy cepat tidur. Jadi setibanya di dapur, dia mencari persediaan marshmallow dan minuman cokelat saset. Akan tetapi yang dia cari tidak ada dan malah menemukan beberapa mie instan cup.

Tangan besar itu meraih makanan tersebut yang berada di kabinet atas kemudian mulai membuka plastik dan penutup agar bisa dituangi air panas.

Ketika melakukannya di depan dispenser, Galaxy bergeming karena melamun tentang Aira. Waktu mereka kecil dulu juga suka makan mie instan cup kalau orangtua mereka sedang diluar kota.

Membiarkannya terus mengalir, Galaxy tidak sadar jika air panas itu tumpah, mengenai tangannya dan membuatnya terjingkat.

“Aduh!” pekik Galaxy yang akhirnya tersadar dari lamunan. Karena terlalu kaget, mie instan itu malah lepas dari pegangannya dan tumpah ruah di lantai marmer. Beruntungnya laki-laki itu bisa menghindar.

“K-Kiddo?!”

Belum sepenuhnya pulih dari rasa keterkejutan, Galaxy yang masih sibuk mengibaskan tangan yang terkena air panas mendapat kejutan lain ketika seseorang memekik lalu membawa tangannya yang terluka ke sink. Kedua lngan jaket Alan Walkernya juga digulung sampai siku.

“Mana yang kena air panas?”

Tidak kunjung mendapat jawaban, gadis itu kembali bertanya sambil menyalakan keran. “Kiddo? Mana yang kena air panas?! Taroh tangannya di bawah pancuran air!”

Galaxy tidak bersuara, otaknya masih benar-benar memproses keadaan, tapi tubuhnya bergerak sendiri untuk menurut.

“Kok bisa sih Kiddo?!” omel Bintang.

Galaxy masih tercengang, tetapi sempat mengamati wajah khawatir kakak kelas yang masih setia mengomel itu.

“Alirin air kayak gini sampe tangannya nggak kerasa panas!”

Bintang masih sibuk menggosok tangannya yang luka sementara dirinya sendiri gagal fokus karena aroma cokelat itu kembali membanjiri dan menyerbu saraf pembau Galaxy. Aroma parfum Bintang. Tidak hanya itu saja, ada aroma lain yang menyegarkan. Yakni, aroma rambut lurus gadis itu.

“Makanya jangan ngelamun kalau—eh Ki-Kiddo!”

Bintang tidak jadi melanjutkan kata-katanya, tidak bisa meraih pasokan udara di sekelilingnya yang mendadak menipis serta menghangat. Juga tidak bisa bergerak akibat tiba-tiba tubuh tegap itu memeluknya dari belakang, dengan posisi tangan mereka yang masih mengarah pada sink.

Jantung gadis itu! Ya Tuhan ... jantungnya menyentak serta memukuli dadanya begitu keras sampai Bintang takut kalau organ itu akan meledak. Dia yakin seandainya tidak memiliki tulang rusuk, pemompa darah tersebut pasti sudah tercecer dilantai bersama mie instan cup.

“K-Kiddo!” Suara Bintang gemetar, ingin melepaskan diri tapi tidak terdengar meyakinkan. Memberontak tapi tidak begitu kuat dan tak bertekat. Padahal Bintang tahu pelukan laki-laki itu tidak terlalu erat. Apa lagi hanya melingkarkan satu lengan pada tubuhnya. Sangat mudah untuk dilepas.

Tapi—demi semua jenis kerang yang ada di laut—kenapa dia tidak yakin ingin melepaskannya?

Just for a while, I’m exhausted.

Mungkin karena suara dari atas kepala gadis itu berbeda dari biasanya—tidak ceria—terdengar lebih berat, serak, dalam, serta lelah akan tetapi cukup terkendali. Membuat Bintang merasa bingung.

Gadis itu bisa mendengar suara debaran jantung Galaxy. Atau malah debaran jantungnya sendiri?

Pundak Bintang kini terasa berat sebab kepala Galaxy diletakkan di sana. Embusan napas panas laki-laki itu sontak membisik di seluruh saraf-sarafnya. Bintang mereguk ludah dengan susah payah tatkala kedua lengan laki-laki itu melingkari seluruh tubuhnya. Membentuk kenyaman yang tidak bisa dia pahami dan tafsirkan.

“Rambut Kakak wangi, gue suka.”

Rasanya Bintang ingin pingsan sekarang juga!

Kenapa tadi perut gadis itu harus lapar dan tidak bisa tidur sehingga memutuskan turun ke dapur untuk mencari makanan? Kemudian malah menemukan Galaxy yang tampak berbeda. Dari balik punggung lebar dan gagah laki-laki itu, Bintang merasa Galaxy tampak ... apa ya? Pemilik tubuh jenjang itu kehilangan kata-kata untuk mendiskripsikannya. Tanpa sadar tubuhnya disetel bersandar di dinding pemisah antara ruang tengah dan dapur untuk mengamati Galaxy. Lalu insiden ini terjadi.

K-Kiddo?” Bintang juga tidak tahu kenapa suaranya harus bergetar terus-terusan. Sebelum kembali membuka mulut, gadis itu membasahi bibirnya yang kering dan meneguk ludah lagi. “Lagi ada masalahkah?”

Demi kerang ajaib! Ini bukan urusan gue! Kenapa malah nanya?

Kadang Bintang benci pada sikap simpati yang digunakan untuk laki-laki ini. Dia memang peka terhadap keadaan. Tapi kenapa harus Galaxy?

Sementara laki-laki itu yang semula memejamkan mata sekarang menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman. Juga membenamkan seluruh wajah pada ceruk leher jenjang Bintang. Membau, menghirup, menghidu, meraup, mencuri serta merampok semua aroma campuran antara cokelat dan buah yang mampu dia tampung pada seluruh ruas paru-parunya.

“Kenapa Kakak peka banget? Gimana kalau gue semakin suka?”

Tuh kan ... Tuh kan ....

“M-modus terus.”

“For making you mine, why not?”

Bintang kembali kehilangan kata-kata akibat suara yang tidak begitu jelas menyerbu pendengarannya saat ini.

Bintang pikir menghadapi Galaxy yang polos serta blak-blakan sudah sulit, tapi ternyata tingkat kesulitan tersebut masih tergolong secuil. Galaxy yang dalam keadaan seperti ini malah semakin sulit dihadapi. Gadis itu jadi tidak tahu harus melakukan apa selain berdiam diri menerima kenyaman yang dibentuk laki-laki ini. Tanpa sadar, tangan-tangannya yang basah menyentuh lengan Galaxy serta pandangannya menyorot ke luar dinding kaca yang mengarah pada taman belakang. Memandang api unggun yang sudah hampir terbakar habis. Menyisakan puing-puing kayu yang membentuk arang. Sembari berpikir, bagaimana bisa adik kelas yang tampak berbeda saat ini mampu membuat pipinya memanas lagi?

Gerah cuy gerah!

Dasar Bintang! Gayanya nolak terus, sekalinya dipeluk Galaxy, jadi tak bisa berkutik kan? Ckckck, Barja pasti akan tertawa kalau melihat situasi ini.

Sementara Galaxy malah semakin menikmati kenyaman yang membungkusnya. Dia pasti masih betah berlama-lama memeluk gadis itu jika iris cokelat terangnya tidak terbuka lebar dan mendapati keran sink masih menyala. Jadi, laki-laki itu tersenyum masam lalu dengan sangat berat hati mengurai pelukan untuk menutup keran.

Sekarang dia merasa—secara ajaib—tangannya yang terluka sudah tidak terasa panas. Kondisi suasana hatinya juga membaik. Pikirannya tentang Aira sudah musnah ditelan udara Puncak yang dingin tetapi menentramkan.

Apakah ini khasiat memeluk gadis itu? Atau jasa air keran? Entahlah ... Galaxy yakin karena keduanya.

Saat tubuh tegapnya menoleh ke arah gadis itu kembali, Galaxy mendapati Bintang masih terdiam dengan wajah merah padam, tatapan mata gadis itu juga menampilkan kemurnian. Namun jelas dia tidak bisa menangkap bagaimana kondisi Bintang yang sebenarnya. Malah kontan melotot karena khawatir.

“K-Kakak sakit? Mukanya merah banget.”

Bintang masih diam. Berusaha menetralkan seluruh tubuhnya untuk memulai pergerakan normal. Atau setidaknya bernapas normal lebih dulu. Itu yang paling utama.

Galaxy yang panik juga sempat menyentuh kening Bintang. “Kakak demam. Bentar gue cariin first AID, kali aja ada obat penurun panas.”

Kiddo,” panggil Bintang lirih ketika Galaxy mulai mengubek dapur. Merasa aneh. Kenapa laki-laki itu tidak mencari di ruangan lain? Memangnya sejak kapan ada obat di kabinet?

Ngomong-ngomong, Bintang tidak sedang membutuhkan obat sekarang.

“Gue nggak sakit.”

“Bentar Kak pasti ada di sekitaran sini,” jawab laki-laki itu tanpa melihat Bintang sebab sibuk membuka semua pintu serta laci-laci kabinet. “Dari tadi siang muka Kakak merah kayak gitu.”

Kiddo, gue nggak sakit.” Kali ini suara Bintang sedikit tegas.

Galaxy masih sibuk. “Bentar Kak, jangan khawatir, gue cowok yang sigap kok.”

“Kiddo!” Bintang memanggil dengan penekanan. Menahan suaranya agar tidak berteriak. Takut kalau membangunkan seluruh penghuni villa yang sedang tidur nyenyak.

“Berarti bukan cuma perasaan gue doang tadi waktu di deket api unggun muka Kakak juga merah.” Sambil ngedumel, Galaxy masih bergerak mencari kotak obat.

“Galaxy Basket Amdromeda! Gue nggak sakit!”

Gerakan Galaxy yang semula mendongak dan sedang membuka kabinet atas pun terhenti. Perlahan memutar tubuhnya menghadap Bintang yang masih berwajah merah, tapi tidak semerah tadi.

“Coba Kakak panggil nama panjang gue lagi,” pintanya dan kenapa juga Bintang harus menurut? Mungkin otak gadis itu masih meproses dan membayangkan pelukan tadi sehingga suaranya mengambil alih lebih dulu.

“Galaxy Basket Andromeda,” ulangnya.

Galaxy menghitung sampai lima detik. Baru saat itu dia menunduk dan tertawa. “Hahaha ....” Sementara Bintang terheran. “Coba ulang lagi Kak.”

Bintang memiringkan kepala sambil mengamati makhluk yang sedang berusaha menahan tawa di depannya.

“Galaxy Basket Andromeda.”

“Pppfffttt ... hahaha ....” Galaxy tertawa lagi, kali ini sampai memukuli lututnya.

“Sakit lo?” tanya Bintang sengak. Tubuhnya yang sempat terasa panas, kontan normal berserta wajahnya.

For Gos shake, you’re adorable cute. Sumpah pengen ngunyel-nguyel pipi lo Kak.

Setelah berhasil meredakan tawanya, Galaxy menjelaskan, “Nama gue Galaxy Amdromeda. Nggak ada basketnya. Nggak nyangka Kakak nganggep itu serius. Padahal waktu kita ngobrol di koridor, gue udah ngasih tahu.”

Ya gue tahunya nama lo Ginta, Bambank, dan lain-lain. Bukan Galaxy Andromeda! Hati gadis itu sudah mulai kebul-kebul. Ibarat banteng matador, kedua lubang hidung Bintang kembang-kempis, mungkin sudah mengeluarkan asap. Kaki-kakinya mungkin juga sudah mengais-ngais, siap menyeruduk Galaxy. Namun dia lebih memilih untuk melipat kedua tangannya di dada kemudian bersikap layaknya seorang bos.

“Tuh, bersihin. Jangan tidur sebelum bersih!” titah Bintang sambil menunjuk mie instan yang menjadi penghuni lantai sejak beberapa menit yang lalu. Tadi panas, sekarang pasti sudah dingin total. Bintang yakin seribu persen akan hal itu.

“Siap komandan!” jawab Galaxy tegas sambil hormat pada Bintang layaknya prajurit siap perang yang hormat kepada kaptennnya. Kemudian wajah imut nan unyu itu melunak khawatir. “Tapi beneran Kakak nggak sakit?”

“Enggak!” jawab gadis itu singkat. Bukan berteriak akan tetapi penuh penekanan.

Mendapati Bintang akan beranjak dari dapur, Galaxy berusaha mencegah gadis itu.

“Kak, jangan tidur dulu, temenin makan ya?” pintanya.

Mata Bintang menyipit. “Ogahlah!”

Bintang bersyukur karena hati dan pikirannya sudah singkron dan berhasil diajak kerjasama.

“Kakak ke dapur, kirain lagi laper.”

“Nggak jadi laper, mau tid—”

Kkkrrruucuuukkk ....

Bintang mengumpat dalam hati ketika suara perutnya lebih dulu menjawab Galaxy. Kenapa reaksi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi?! Lihat! Laki-laki itu jadi sumringah.

Ayoalah perut! Jangan sekarang! Jangan di saat Bintang sudah bisa mengontrol hati dan bedabaran jantungnya kala menatap binar kedalaman iris cokelat terang laki-laki itu!

“Masih ada beberapa mie instan cup, biasanya Kakak makan berapa  bungkus?”

Sebentar ... orang ini maksudnya apa ya? Katanya menyukai Bintang, tapi kenapa mulutnya seperti menghina? Kurang seblak mang Uung? Iya?!

“Kalau gue biasanya tiga,” tambah laki-laki itu sambil sibuk memilih rasa mie instan. “Nih, Kakak pilih aja pengen rasa apa.”

Rasa ingin mencaci maki, ada nggak?

Bintang yang sudah terlanjur kesal sempat lupa bila lantai di depannya masih basah. Ketika akan melangkah mengambil mie instan, kakinya oleng.

“Kkyyaa ....”

Galaxy yang mendengar jeritan dan melihatnya kontan melempar tiga cup mie instan bermaksud ingin meraih tubuh Bintang, tapi terlambat.

GUBRAK!

Debuman kencang lebih dulu menggema di dapur dan ke seluruh penjuru villa. Alhasil laki-laki itu hanya bisa menggapai udara kosong.

“Ada apa ini?”

“Kenapa woi?”

“Siapa sih berisik malem-malem?”

Suara orang-orang yang terbangun bertimpamg tindih, kemudian berbondong-bondong menuju dapur dan mendapati Bintang sedang tengkurap di lantai bertaburan mie isntan yang tadi tercecer.

Demi semua kerang-kerangan yang di muka bumi! Gadis itu sangat malu. Dalam hati dia berteriak membabi-buta.

Mamaaa balikin aku ke perut lagiii ....

Sungguh ironi. Kenapa Bintang harus mengalami kejadian tidak berbobot seperti ini dalam hidupnya?!

_____________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote dan komen

See you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Eclipster
👻👻👻

4 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top