PART 3
Seminggu berlalu setelah kejadian jogging Fani yang menyebalkan karena kehadiran Bima yang tak di undang. Dan itu artinya hari ini juga hari minggu.
Setelah mandi paginya, Fani hanya tiduran di tempat tidurnya dan mainkan ponselnya.
Fani benar-benar merasa bosan, ia lalu meninggalkan handphonenya di atas nakas kemudian berjalan menuju balkon.
Seperti hari-hari sebelumnya, jika Fani berada di balkon kamarnya, maka Bima akan datang untuk mengganggunya dengan mengajak Fani berbicara berbagai macam hal yang hanya akan di dengarkan tanpa di jawab oleh Fani.
Tapi bedanya hari ini Bima sampai melompat dari balkon kamrnya menuju balkon kamar Fani, membuat Fani memekik.
"Lo gila ya!" teriak Fani.
"Gue masih waras kok!" elak Bima.
"Terus ngapain lo pake lompat-lompat gitu segala?! Balik sono! Ganggu aja!" Fani berbalik untuk menuju kamarnya tapi Bima sudah terlebih dulu mencegahnya.
"lepasin!" kata Fani.
"Gue bakal balik dan lepasin tangan lo tapi lo harus mau ikut gue!"
"Gak ogah!" Bima tersenyum miring.
"Lepasin, Bim!" teriak Fani.
"Gue bakal lepasin kalau lo mau ikut gue!"
"Ok, gue ikut lo! Sekarang lepasin!" Bima melepaskan cekalan tangannya lalu kembali melompat menuju balkon kamarnya.
"jam 7 malam, gue jemput!" ucap Bima sebelum ia menghilang di balik pintu.
***
Tok...Tok...Tok...
Terdengar suara ketukan dari pintu kamar Fani.
"Fani, di luar ada Bima! Katanya mau ngajak kamu jalan!" teriak Kirana.
"Ya ma!" balas Fani.
Lalu lima menit kemudian barulah Fani keluar dengan pakaian khas Fani, kaos dan celana jeans. Lalu sepatu Vans warna putih.
"Udah siap Fan?" tanya Bima basa-basi.
"Lo liat kan?" Jawab Fani ketus.
"Gak usah galak-galak kalau sama cowok Fan! Gak dapet pacar baru tau rasa kamu," ejek Surya pada anaknya.
"Iya, iya pa!"
"Wahh kayaknya rencana gue berhasil nih Bim!" Kata Arga yang keluar dari dapur.
"Iya Ga!" jawab Bima.
"Tu anak emang kudu di paksa, kalau gak, gak bakal mau!"
"Jadi ini rencana lo bang!" terik Fani.
"Udah Fan, ayo berangkat! Keburu malam! Om, Ga, Bima sama Fani berangkar dulu." Bima menarik tangan Fani keluar rumah.
"Pa, Fani berangkat dulu! Bang Arga awas lo nanti kalau gue pulang!" ancam Fani sebelum dia benar-benar keluar dari rumah.
Di perjalanan selama 20 menit mereka hanya ada keheningan.
Bima memarkirkan mobilnya di depan sebuah restoran seafood di Jakarta Pusat. Restoran mewah bernuansa klasik.
"Lo ngajak gue makan malam?" tanya Fani sambil membuka pintu mobil.
"Menurut lo?" jawab Bima sambil menggandeng tangan Fani.
"Lo suka banget ya narik-narik tangan gue!"
"Ini bukan gue tarik, namanya di gandeng!"
"Emang kita mau nyebrang apa? Alay! Lepasin!" kata Fani memerintah.
"Nah lo sendiri ngapain suka merintah orang?"
"Dari sononya juga gue udah gitu," jawab Fani asal.
"Gak ada yang begitu kalik."
"Eh ada! Nih gue," kata Fani sambil duduk di tempat yang sudah di pesan Bima.
"Serah deh Fan!"
"Ya iya dong, terserah gue! Yang ngomong kan gue!" Fani menaik turunkan alisnya.
"Hari ini kesambet apa sih lo? Lo hari ini tu lebih banyak ngomong dari biasanya. Biasanya aja ngirit banget ngomongnya."
"Ya--gue sih tergantung orangnya aja! Dan setelah di pikir-pikir, lo gak seburuk yang gue bayangin!"
"Ohhhhh—gitu!" Bima tersenyum lebar mendengar perkataan Fani yang terdengar memuji.
"Tapi tetep aja lo nyebelin!" Fani tertawa pelan melihat perubahan raut wajah Bima menjadi datar.
"Gak lucu Fan!"
"Lucu kok! Nyatanya gue ketawa!" Fani masih tertawa, Bima yang melihat pemandangan langka itu tak henti-hentinya memperharikan Fani. Pasalnya sangat sulit melihat Fani tertawa selepas ini.
'Lo cantik—Banget! Dan alami! Lo cantik alami tanpa make up! Gue makin penasaran sama lo Fan!' batin Bima.
"Lo manis!" kata Bima tiba-tiba.
"Hah?" Fani tampak bingung dengan perkataan Bima.
"Lo cantik kalau lagi ketawa gitu!" Bima masih menatap Fani intens.
"Kumat deh!" Fani memutar bola matanya malas.
"Ah elah Fan! Gak ngerti suasana amat sih lo! Seenggaknya lo bisa blushing atau senyum gitu kek buat nyenengin gue!"
"Idihhh—ngapain gue nyenengin lo! Kurang kerjaan amat! Lagian gombal murahan kayak gitu, gak mempan sama gue!" lalu terlihata seorang pelayan mengentarkan makanan berisi masakan dari cumi-cumi dan kepiting.
"Perasaan tadi gue belum pesen?" kata Fani.
"Gue yang pesan! Gue tau lo suka cumi-cumi sama kepiting kan!"
"Pasti kerjaannya bang Arga!"
Selama makan mereka terus bercanda. Sampai seseorang dari belakang Bima meneriaki nama Fani.
"Fani—" teriak seorang gadis.
"Vin!" pekik Fani.
Bima menengok ke belakang, mengikuti asal suara. Bima agak terkejut, lalu menormalkan kembali tubuhnya.
"Eh dia siapa lo Fan?" tanya Vani.
"Oh iya! Lo inget waktu terakhir kali gue jemput lo di di club? Dan setelah lo sadar lo tanya siapa cowok yang waktu itu sama kita! Itu dia, namanya Bima. Bima itu—"
"Gue pacarnya Fani!" jawab Bima, memotong perkataan Fani. Fani langsung melotot ke arah Bima, sampai ia akan kembali membuka mulutnya namun tertahan karena Vina berpamitan untuk pergi.
"Oh, kenalin gue sahabatnya Fani, nama gue Vina! Dan Sorry! Gue gak tau kalau kalian lagi pacaran! Emm, gue nyamperin temen-temen gue dulu ya! Takut ganggu kalian! Daah Fan! Bye Bim!" Vani melambaikan tangan ke arah Fani dan Bima. Saat itu Fani menyadari sesuatu, ia menyadari tatapan memuja Vina pada Bima.
Fani mengelengkan kepalanya melihat tingkah Vina yang seperti itu terhadap pria tampan di sekelilingnya. Ya— Fina juga mengakui jika Bima memang tampan.
Setelah itu, ia kembali mengingat perkataan Bima yang sembarangan tadi. Fani menatap Bima sinis.
"Apa-apaan lo, Bim?" Fani berkata ketus.
"Apa?" tanya Bima dengan tampang tak berdosa.
"Lo ngapain pake ngaku-ngaku pacar gue segala?"
"Buat ngusir cewe tadi!" jawab Bima santai.
"Tapi buat apa? Dia itu sahabat gue Bim!" teriak Fani.
"Mending lo stop sahabatan sama dia! Dia itu gak kayak yang lo liat Fan!" nasihat Bima.
"Halah bodo! Gue mau balik!" Fani berjalan menuju pintu keluar.
"Naik apa?"
"Taxi!"
"Lo berangkat bareng gue! Pulang juga bareng gue! Ayo!" Bima menarik tangan Fani menuju mobil, sedangkan Fani terus berontak tapi tenaganya tak sebanding dengan tenaga Bima.
Fani memang ahli taekwondo, namun dia mengandalkan kegesitan tubuhnya. Kalau masalah tenaga, dia akan tetap kalah jika lawannya laki-laki, apalagi jika tubuhnya sudah terkunci. Seperti apa yang terjadi pada tangan Fani saat ini.
"Masuk!" teriak Bima.
"Gak!" bantah Fani.
"Masuk!"
"Gak! Gue gak mau!"
"Masuk sendiri atau masuk pake cara gue!" Bima tersenyum miring, menampakkan seringaiannya yang mengintimidasi.
Melihat seringai Bima, otak Fani mulai terpikir hal-hal yang mungkin di lakukan Bima. Akhirnya Fani memutuskan untuk masuk kedalam mobil Bima dan pulang dengannya. Toh naik mobilnya Bima sama naik taxi tujuannya juga sama-sama pulang kan.
[SUDAH DIREVISI⚠]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top