PART 2
Kevin memarkirkan motornya di depan sebuah gang sempit yang hanya bisa di lalui pejalan kaki. Dia terus menyusuri jalan tersebut sampai sebuah gedung putih tampak di depan matanya. Kevin memasuki gedung tersebut tanpa rasa takut sedikit pun. Hingga terlihatlah seorang laki-laki berdiri di hadapannya.
"Oh, hai, Kev! Bagaimana kabarmu setelah tawuran kemarin?" laki-laki itu tersenyum-- oh bukan! Dia menyeringai.
"Gak perlu basa-basi! Apa yang lo mau?" Kevin membalasnya dengan tatapan datar.
"C'mon Kev! Santai saja! Kita hanya berdua di sini, seperti janjiku."
"To the point!" desak Kevin. Sedangkan lawan bicaranya berdecak malas.
"Ok! Gue pengen buat perjanjian sama lo!"
"Perjanjian apa?"
"Perjanjian damai!"
"Damai? Hmm. Kalau perjanjian kayaknya kurang menguntungkan buat gue. Gimana kalau taruhan?" usul Kevin.
"Taruhan, ya? Ok! Kalau gue menang kita gak ada tawuran-tawuran gak jelas lagi! Dan kalau lo yang menang--"
"Lo dan temen-temen lo harus tunduk sama gue!" ucap Kevin tegas.
"Ok! Tapi taruhan kayak apa yang lo mau?" tanya sang laki-laki.
"Dapetin hati seorang gadis! Dan pacarin dia! Waktu lo 2 bulan!"
"Hah! Itu perkara mudah buat gue! Lagian itu waktu kelamaan!"
"Jangan nganggep enteng. Kali ini ceweknya beda dari yang lain, gak akan semudah itu lo dapetin dia."
"Oke. Kita lihat saja! Jadi siapa ceweknya?"
"Dia--"
***
Terdengar getaran dari nakas, Fani yang sedang bermain puzzle di atas meja belajar segera mengambil ponselnya. Lalu pergi ke balkon kamar.
"Halo, Vin! Ada apa?"
Setevina Audrey, sahabat baik Fani. Sama-sama bad girl, hanya saja yang membedakan Vina adalah dia cewek bar-bar yang suka dugem, hobi minum alkohol sedangkan Fani alkohol saja dia membencinya tapi bukan berarti Fani tidak pernah mendatangi night club. Dan jangan lupakan satuhal lagi, Setevina lebih feminim dari Fani.
Vina juga tinggal di Jakarta, mereka berteman saat kecil. Lalu saat menginjak remaja Fani pindah ke New York, membuat mereka tidak pernah berhubungan lagi hingga 1 bulan yang lalu mereka kembali bertemu.
"...."
"Gak kedengeran Vin! Gue susulin lo kesana aja, nanti gue anter pulang. Di sana aja! Jangan kemana-mana!"
"Ishhh! Itu orang nyusahin banget sih! Pakek mabuk segala," gerutu Fani yang masih berdiri di tepi balkon.
Bima terlihat keluar dari kamarnya menuju balkon saat Fani bersiap masuk kamar, hatinya bersorak-sorak melihat Fani berada di balkon kamarnya tapi hanya sesaat karena Fani segera pergi dari situ dan terlihat terburu-buru.
"Eh, Fan, mau kemana?" Tanya Bima.
"Dugem!" jawab Fani ketus.
"Nah! Cantik-cantik dugem!"
Tanpa perduli dengan ucapan Bima, Fani segera masuk kamar.
Jam menunjukkan pukul 21.57, setelah mengganti bajunya dengan kaos panjang hitam-putih dan celana jeans. Fani segera turun kebawah mencari Arga yang ternyata sedang menonton tv dengan Kirana.
"Bang, Ar! Gue pinjem mobil bentar!" Fani lalu menyambar kunci mobil yang kebetulan berada di atas meja.
"Nah! Itu mobil mau gue pakek malmingan! Malah di bawa kabur!" protes Arga, namun sayangnya Arga sudah terlambat karena Fani sudah berlari keluar rumah.
Dengan kecepatan 100km/jam, Fani sampai di sebuah club malam ternama di Jakarta.
Setelah memarkirkan mobilnya, Fani segera memasuki tempat di mana sahabatnya sedang mabuk saat ini. Dia mencari ke mana-mana tapi tidak menemukannya, sampai dia menabrak seseorang.
"Eh, gak punya mata lo, ya!" teriak seseorang dengan suara bass khas seorang laki laki.
"Kevin?"
"Loh? Fan, ngapain disini? Bukannya lo gak suka--"
"Eh! Iya gue jemput temen, tadi dia telfon minta jemput tapi gue cari-cari orangnnya gak ada," jelas Fina.
"ngomong-ngomong siapa namanya?" tanya Kevin.
"Vina, Stevina. Lo kenal?"
"Oh ya! Gue kenal. Dia kayaknya pelanggan tetap disini, dan mungkin dia sekarang di ruang VVIP lantai 2. Mau gue anter?"
"Gak usah ntar lo macem-macem lagi sama gue!"
"Haha ... gak apa-apa dong!"
"Enak aja!"
***
Fani memapah sahabatnya yang mabuk berat ke luar dari club. Sedangkan Vina malah meracau tak jelas. Saat sampai di tempat mobilnya terparkir, Fina dilanda sebuah keterkejutan karena ia tidak bisa menemukan mobilnya-- ralat mobil abangnya di sana.
Yang di temukan malah keberadaan Bima yang bersandar di depan sebuah mobil hitam yang terparkir di tempat Fani memarkirkan mobil Arga.
"Ngapain lo disini? Terus di mana mobil gue?" tanya Fani bersungut-sungut.
"Mobil abang lo!"
"Sok tau! mana mobil gue? cepetan!"
"Tadi diambil abang lo, katanya buat malam mingguan. Terus alasan gue di sin--"
"Gue gak perduli, paling juga cowok kayak lo mau mabuk!" Fani beranjak dari tempatnya berdiri.
"Eh! Mau kemana? Gue disini buat jemput lo! Kalau lo gak pulang bareng gue terus ada apa-apa sama lo, bisa-bisa gue di gebukin Arga!" Bima nenahan Fani dengan mencekal salah satu tangannya sedangkan tangan Fani yang lain di gunakan menyangga tubuh Vina.
"Mending gue naik taksi!" kata Fani yang sudah mulai kesulitan menahan berat sahabatnya itu.
"Yakin?"
Satu...Dua...
Bima menghitung dalam hati.
Tiga...
Brugh!
Fani menjatuhkan Vina ketanah. Melihat itu Bima tersenyum mengejek kearah Fani. Sedangkan Fani menghentak-hentakkan kakinya kesal.
Bima menghampiri Fani dan Vina lalu menggendong Vina dan menidurkannya di jok belakang, kemudian kembali menghampiri Fani yang masih berdiri di tempatnya dengan muka cemberut.
"Mau gue gandong juga?" Bima menaikkan salah satu alisnya.
Fani menatap sinis kearah Bima, lalu berjalan melewatinya dan masuk ke dalam mobil. Bima tersenyum puas dengan apa yang baru saja terjadi.
"I am start!"
***
Setelah sampai di rumah, Fina segera mengganti pakainnya dengan piyama. Lalu membuat kopi untuk di minum di balkon kamarnya.
Fani berdiri di tepi balkon kamarnya sambil menatap langit malam yang sedang di penuhi bintang, sesekali dia juga menyeruput cappucino coffe-nya.
Kemudian terdengar seseorang menyapanya dari seberang balkon kamarnya.
"Hai Fan! Gue kira lo langsung tidur!"
Fani hanya melirik Bina sejenak, lalu kembali menyibukkan diri dengan kopi di tangan gadis itu. Sama sekali tak membalas ucapan Bima.
"Fan! Gue ngajak lo ngomong! Nah lo malah diem mulu! Ngoming dikit gitu kek! Kayak orang bisu aja."
"Diem lo, Berisik!" jawab Fina dingin.
"Gue minta lo ngomong buat ngobrol sama gue! Bukan nyuruh gue diem!"
Fina masih tidak memperdulikan Bima yang sedari tadi berbicara padanya, bercerita tentang dirinya yang selalu menjadi idola banyak siswi, dia yang selalu masuk sepuluh besar meskipun sering bolos.
"dasar semua cowok sama saja!" batin Fani saat Bima menceritakan dirinya sebagai laki-laki most wanted di SMA Jayawijaya.
Dan tanpa di sadari Fani sendiri, ia sebenarnya mendengarkan cerita Bima yang lebih tepat di sebut menyombongkan diri.
Dert..Derttt..
Ponsel Fani bergetar di dalam saku celananya.
"Hallo Kak Frada!"
Bima yang menyadari jika Fani sedang mengangkat telpon, segara menghentikan ocehannya. Menatap lekat Fani.
"Cantik, tapi sayang dia sangat sulit di gapai! Lo bener-bener beda dari cewek manapun!" batin Bima dan tersenyum tipis kemudian pergi masuk ke dalam kamarnya.
15 menit berlalu, Fani baru saja selesai menelpon kakak sepupunya, Farada yang tinggal di new york. Dan saat itu lah Fani baru menyadari jika Bima sudah tidak berada di tempatnya lagi. Tanpa ia sadari, dirinya tersenyum sekilas menatap pintu kamar di depannya lalu melangkah memasuki kamarnya sendiri.
***
Fani menuruni tangga menuju lantai satu rumahnya bersiap untuk jogging yang selalu di lakukannya setiap hari minggu pagi.
"Pagi pa!" Fani menyapa Surya yang sedang menonton tv lalu mencium pipinya. Ia juga melakukan hal yang sama dengan mamanya, sedang kan dengan Raga dia hanya menyapa lalu melambaikan tangan.
"Mau jogging Fan?" tanya Arga.
"Iya." jawab Fani singkat.
"Tungguin bentar, gue ikut!"
Melihat tingkah ke dua anaknya, Surya hanya geleng-geleng, yang membuatnya bingung sendiri adalah sikap mereka yang seolah tertukar. Arga yang cerewet dan bisa di bilang sedikit manja tapi pintar bergaul. Sedangkan Fani yang super cuek, dingin,dan irit ngomong.
"Pa, Fani sama abang berangkat ya. Dah papa," ucap Fani sambil melambaikan tangannya.
Setelah joging Fani dan Arga beristirahat sejenak di sebuah taman. Mereka duduk di salah satu bangku di taman tersebut sambil bercerita, Fani bisa berbicara sedikit—ingat hanya sedikit— lebih banyak dari biasanya jika sedang bersama Arga.
"Ga!" terdengar suara memanggil dari belakang.
"Eh! Bim? Ngapain?" balas Arga.
'Dia ngikutin gue apa gimana sih? Kemana-mana selalu aja ketemu dia! Dasar rese! Nyebelin! Penguntit!' batin Fani.
[SUDAH DIREVISI⚠]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top