PART 12

"ma...Bima dimana?" tanya Fani lagi setelah dokter yang memeriksanya keluar.

"Bi—" baru saja Kirana akan membuka mulutnya, pintu terbuka lalu muncul dua orang gadis.

"Vina! Fio!" seru Fani. Vio bergerak mendekati Fani dan memeluknya, lalu bergantian dengan Vina. Sedangkan Kirana sudah keluar dari ruangan tersebut.

"Fan, gimana keadaan lo?" tanya Vio.

"Udah mendingan!" lalu Vani bergerak duduk di samping tempat tidur Fani, sedangkan Vio duduk di sofa dan hanya mendengarkan percakapan Fani dan Vina.

"Lo tu bikin gue khawatir tau gk Fan? Waktu gue nganterin lo kerumah sakit, lo parah banget!" heboh Vina. Sedangkan Vio memutar bola matanya malas ketika mendengar kebohongan Vina.

"Nganter dari mana? Dia aja tiba-tiba kabur dari tempat kejadian!" Batin Vio.

"oh ya? Terus gimana sama Bima?" tanya Fani tiba tiba dengan wajah khawatir.

"Bima—"

"Dia gak apa apa Van, tenang aja!" potong Vio. Vina melotot ke arah Vio, tapi hanya di tanggapinya dengan senyuman.

***

Tiga hari berlalu, perkembangan kesehatan Fani cukup baik. Ia bisa dengan cepat pulih, meskipun sekarang belum benar-benar stabil.

"Iya, masuk!" sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunan Fani.

"Hay Fan, gimana keadaan lo?" Seorang lelaki tampan bertubuh atletis memasuki kamar inap Fani, lalu memeluknya.

"Hay Kev, baik kok. Eh itu yang lo bawa apa?"

"Ohh, ini? Cuman apel sama strawberi."

"Serius? Wahh gue suka! Sini!" Fani menyambar sebuah bungkusan di tangan Kevin lalu membukanya.

Kevin tersenyum melihat betapa lahapnya Fani memakan buah strawberi yang ia bawakan.

"Lo itu doyan apa laper sih Fan?" tanya Kevin sambil terkekeh.

"Dua-duanya." Fani menyengir lebar.

"Dasar!"

"Oh ya Fan, lo beruntung!"

"Kenapa?" tanya Fani penasaran.

"Lombanya di undur dua bulan dari waktu penentuan lomba sebelumnya! jadi lo masih bisa ikut! lo masih minat ikut kan?"

"Pasti dong! kalau boleh. Kok mundurnya lama banget?"

"Ya, mana gue tau?! emmm, BTW lo udah ketemu sama Bima?"

"Belom, gak boleh sama abang gue. Katanya kondisinya belom stabil. Dan gue juga gak boleh kecapean!"

"Ohhh, gitu! Ya udah deh gue pulang dulu." Kevin mengacak pelan rambut Fani, lalu keluar dari ruang inap Fani. Kemudian di gantikan oleh Arga yang dengan buru-buru masuk ruang inap Fani. Entah mencari apa, tetapi Arga mengobrak abrik seluruh isi laci, bahkan membuang bantal yang ada di sofa kesembarang tempat.

"Cari apa sih bang?" tanya Fani akhirnya.

"Cari hp gue, liat gak?" tanya Bima dengan raut muka panik.

Fani tampak merogoh sesutu di balik bantal yang di tidurinya.

"Kan tadi gue pinjem!"ucap Fani polos.

"Kenapa gak bilang dari tadi?"

"Yeee,emang situ nanya? Lagian mau buat apa sih, buru-buru banget."

"Mau buat nelpon om Andra, keadaan Bima kritis!" ucap Bima tanpa sengaja.

"Apa bang?"

***

Ku mohon, jangan tinggalkan aku ketika aku telah mengakui akan hadirnya perasaan ini. Dulu kamu selalu berusaha mendekatiku tapi aku selalu menjauh, dan saat ini aku tak  menjauh lagi. Jadi bukalah matamu, aku ingin bersamamu, aku ingin kembali mencintai seseorang, dan aku ingin seseorang itu adalah kamu.

Fani menangis sesenggukan dalam pelukan Fara. Fara mengusap usap pundak Fani, untuk menenangkannya.

"Stttt, Bima gak akan kenapa-napa dia pasti baik baik aja." ucap Fara yakin.

***

Fani duduk bersandar di tempat tidurnya. Kemarin ia baru pulang dari rumah sakit, sebenarnya ia sudah di perbolehkan pulang dari tiga hari yang lalu. Tapi Fani menolak pulang karena agar bisa menemani Bima. Akhirnya setelah di bujuk Arga, Fani mau pulang dengan syarat harus di antar ke rumah sakit setiap hari untuk menjenguk Bima.

Fani sangat jenuh menunggu abangnya yang berjanji akan menjemputnya jam 10 tapi sampai pukul 12:30 belum juga terlihat tanda tanda kedatangan Arga.

Fani bangkit dari tempat tidurnya, menuju dapur untuk mengambil minum. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara deru mobil memasuki halaman rumahnya.

Arga baru saja akan memencet bel, tapi pintu sudah terbuka dan menampakkan tatapan sengit dari Fani.

"Lama baner sih bang? Situ muter muter dulu kemana hah? Ke Paris dulu?" Fani mengucapkannya dengan suara meninggi.

"Iya iya, maaf! Tadi macet! Gak usah teriak-teriak deh!"

"Oh ya! Gue ada kabar bahagia!" ucap Arga semangat.

"Apaan?"

"Ikut gue dulu! Ayo!"

"Kemana?"

"Ikut aja deh!" Arga menarik tangan Fani masuk mobil.

"Iya iya, gak usah narik narik kalik!" Fani menghempaskan tangan Arga lalu masuk mobil sendiri. Kemudia di susul Arga yang masuk melalui pintu sebelah kanan dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata rata.

"Lah bang ini kan jalan kerumah sakit?" tanya Fani.

"Tadi katanya mau dianterin jenguk Bima?" tanya balik Arga.

"Iya, tapi tadi katanya mau ngasih kabar bahagia?"

"Iya nanti!"

"Ah, serah deh!! Ngeselin!"

Tak berselang lama setelah perdebatan sengit merek, Bima menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.

Arga menarik tangan Fani karena Fani yang berjalan dengan ogah ogahan.

"Akhhhh, gak usah di tarik tarik bangg!! Nanti kalau tangan gue copot gimana?"

"Copot tinggal pasang!" ucap Arga enteng.

"Lu pikir gue boneka barbie?"

"Serah dah...!" mereka berhenti di sebuah pintu bertuliskan angka 26. Di dalam sana terdengar sangat ramai, ada juga suara tawa.

"Kabar bahagianya ada di dalam!" Fani menatap Arga sejenak, lalu laki laki berambut coklat itu menganggukkan kepalanya.

Dengan ragu Fani membuka pintu tersebut.

Cklek

Pintu di dorong perlahan oleh Fani, menampakkan sedikit demi sedikit hal yang berda di dalamnya. Sampai pintu benar benar terbuka dan terlihat sosok laki laki sedang duduk di atas tempat tidurnya, laki laki yang selalu membuat Fani khawatir selama berhari hari, seseorang yang sudah menyelamatkan Fani, seorang yang sudah menutup matanya selama beberapa minggu itu kini sedang tertawa bersama orang tua Fani, orang tuanya dan sahabatnya.

Sejenak Fani terpaku, dan tak bersuara sedikitpun. Hingga semua orang yang berada di dalamnya menatap Fani bingung, termasuk juga laki laki itu. Sejenak....
Satu...

Dua...

Tiga...

"Bima?" seolah tak percaya, Fani mengucek matanya beberapa kali. Sedangkan orang yang merasa namanya di panggil itu pun tersenyum ke arah Fani.

Fani segera menghambur kedalam pelukan Bima, hingga ia tak sadar masih ada banyak orang di situ. Sampai suara deheman menyadarkan gadis itu.

"Ekheemm!" Fani segera melepaskan pelukannya dan melempar senyum kikuk ke semua orang. Sedangkan Bima malah tertawa melihat wajah Fani yang memerah karena malu.

Fani segera mencubit Bima karena merasa kesal.

"Akhh!" teriak Bima.

"Rasain tu, salah siapa ketawa!"

"Ihhh maaf!"

"Maaf maaf, terus kamu pikir aku bakal maafin kamu selah kamu ngebuat aku khawatir gitu!!"

"Cieee, aku-kamu!"

"Ehh, siapa dulu yang ngajarin? Siapa yang dulu bilang kalau aku-kamu itu romantis."

"Heemmm, jadi ceritanya pengen romantis romantisan sama aku nih!?" goda Bima.

"Ekhemnm!" sekali lagi terdengar seseorang berdehem.

"Dunia milik berdua ceritanya nihh? Udah yuk, kita gak di anggep! Bubar semua bubar!" Lio beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar. Diikuti orang tua Fani dan orang tua Bima.

"Kamu sih Bim!"kata Fani menyalahkan.

"Biarin aja kenapa sih Fan! Yang pentingkan kita bahagia!"

"Kita? Lo aja kali!"

"Emang lo gak bahagia gue udah sadar?"

"Eh enggak kok! Gue bahagia...Bahagia bangettt!"

"Hahha, iya deh iya...Sini sini aku peluk lagi!" Fani mengahambur ke pelukan Bima.

[SUDAH DIREVISI⚠]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top