Tumbang
Perpanjangan PO untuk Big Size I'm in love. Bagi kalian yang pengen beli dengan harga spesial, buruan DM gih. 😘
"Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan.
Namun kasih ini silakan kau adu... "
~Dee Lestari.
************
Napas berat Fajar berembus untuk kesekian kalinya di pagi ini. Sesekali dia terbatuk dan berdeham, karena merasakan gatal di area tenggorokan. Lengannya menutup mata yang mulai ditelisik oleh sinar matahari melalui korden jendela. Kelopak matanya terasa begitu berat untuk di buka, satu tangannya menggaruk-garuk bagian dada yang terutup kaos putih. Celana kerja dan kaus kaki masih menempel di tubuhnya.
Semalam dia tumbang karena demam yang mulai melanda. Namun hatinya semakin tegak ketika peluang itu bertandang. Dia telah maju selangkah untuk mendapatkan Jingga.
"Aku ... akan berubah supaya kamu menginginkanku, Ingga."
Jingga hanya melengos mendengar ucapannya. Fajar bisa menyadari semua itu, karena dia tahu kalau sikapnya benar-benar menakutkan. Namun, bukan berarti seseorang tidak boleh berubah. Fajar ingin sekali berubah, walaupun sifat itu tidak bisa hilang di dalam dirinya sepenuhnya.
Setelah menunggu Ringgo memperbaiki motor, Fajar ikut makan malam bersama Jingga dan Ringgo di warung seafood dekat rumah mereka. Dia ikut makan bersama mereka walaupun tidak pernah menyentuh makanan ini sejak belasan tahun yang lalu. Demi Jingga, apa pun akan ia lakukan meskipun akan tumbang nantinya.
"Dikit amat, sih Mas makannya. Nggak enak?" tanya Ringgo sambil menyesap kepiting berbumbu merah.
Fajar tersenyum kikuk.
"Dia nggak level makan di warung," sela Jingga.
Fajar mengembuskan napas kesal, kemudian menggigit cangkang kepiting dan melahap isinya dengan rakus. Mulut Ringgo membentuk kata 'wow' ketika melihat kesungguhan Fajar dalam mendekati kakaknya.
"Aku mau tambah lagi," ucap Fajar.
"Apa?" Jingga terkejut mendengarnya.
"Aku yang bayar."
"Enggak, kita bayar sendiri-sendiri."
"Aku yang bayar semuanya. Bahkan kalau perlu aku makan semua menu yang ada di sini. Nggak level? Bagiku semua makanan sama aja." Kali ini Fajar cukup kesal dengan ucapan Jingga yang selalu mengolok-oloknya. Dia ingin menunjukkan bahwa dia sudah berubah, walaupun masih sedikit.
Ringgo merentangkan tangan untuk melerai mereka berdua. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi yang jelas, dia menangkap api kekesalan di dalam diri Fajar. Dia juga menyadari bahwa sikap kakaknya cukup kasar kepada Fajar.
"Udahlah Mbak, jangan kayak gitu sama Mas Fajar."
"Kamu nggak tau apa-apa, Dek."
"Iya, aku emang nggak tau, tapi mbok ya ... jangan kayak gitu Mbak."
Fajar menundukkan kepala, tidak memdengarkan pembicaraan adik kakak itu. Dia kembali melahap sisa kepiting yang ada di piringnya, kemudian tangannya terulur untuk memesan menu yang sama sebanyak dua porsi. Jingga dan Ringgo terperangah melihat tingkah Fajar. Bahkan porsi makan mereka tidak sebegitu banyaknya dibanding porsi yang dipesan Fajar.
Tidak peduli, itu yang ada dipikiran Fajar. Meskipun perutnya sudah membludak, lidahnya sudah gatal dan tenggorokannya sudah mulai serak, dia akan terus memakan makanan ini sampai tandas.
"Ada yang aneh? Ayo makan, kalian mau pesan apa lagi? Tinggal pesan."
"Aku mau pulang," ucap Jingga.
Fajar meletakkan-lebih tepatnya menjatuhkan-kepitingnya di atas piring. Dia tidak tahan melihat Jingga yang terus menghindarinya. Dia mengalihkan pandangan untuk menyembunyikan mata yang mulai memanas. "Baiklah, pulanglah." Suaranya mulai terdengar serak.
Ringgo menginjak-injak kaki Jingga, dia merasa tidak enak dengan Fajar. Sedangkan Jingga membalas dengan pelototan mata untuk menghardik tingkah adiknya.
"Aku masih belum yakin kalau kamu akan berubah."
Mendengar Jingga membuka pembicaraan serius, Ringgo berdiri perlahan untuk beranjak meninggalkan mereka berdua.
"Aku bisa membuktikannya," ucap Fajar yang masih membuang muka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top