8


Akhirnya terjawab tanya dalam pikiran Rezano tentang siapa wanita cantik yang bersama Alzena yang ditanyakan oleh Talulah. Tanpa sengaja saat ia makan di sebuah restoran mewah bersama kliennya, ia mendengar mananya di panggil dan terlihat lambaian tangan wanita itu yang ternyata Ayesa. Teman saat berkuliah dulu, meski tidak sangat dekat sebagai sahabat tapi setidaknya mereka selalu bertemu saat ada acara di lingkup kampus dan acara-acara yang dilakukan oleh kedutaan besar Indonesia di negara tempat mereka melanjutkan pendidikan. Mereka saling bertukar nomor hp dan bertemu kembali keesokan harinya saat makan siang.

"Jadi kalian ke mana-mana berdua?" Rezano mencoba mencari tahu. Ayesa mendesah pelan.

"Nggak lah, hanya sehari, seharian tapinya, dan setelah itu selesai, apa dia sudah punya pacar Zano?"

"Eemmm belum, setahuku belum, kamu coba aja dekati terus."

Lagi-lagi Ayesa menggeleng.

"Dia kaya, pasti banyak wanita di sekelilingnya. Dan itu nggak mudah bagi aku, yang kapan itu aku mencoba menahan dia, yang ada dia nolak aku, aku jadi nggak enak hati dan merasa malu."

Rezano terkekeh lalu menatap wanita cantik di depannya.

"Usahamu kurang gigih, aku yakin dia pura-pura nggak mau, nggak mungkinlah wanita secantik kamu dia nggak mau."

"Dari matanya aku tahu dia beneran nolak aku, dia lihat aku dengan tatapan dingin, kayak marah dan nggak saat aku sentuh, jika aku memaksakan diri kayaknya aku yang terlihat murah." Mata Ayesa menjadi sedih.

Sial, laki-laki lemah itu beneran jatuh cinta sama Talulah, tapi aku nggak mau kalah. Rezano bermonolog dalam hati.

"Masa sih? Dia loh seleranya cewek kayak kamu, cantik, seksi." Rezano mencoba membangkitkan rasa dalam hati Ayesa. Ayesa hanya tersenyum tapi matanya terlihat sedih.

"Mungkin dulu iya, tapi dengan berjalannya usia aku yakin pandangan dan pikiran dia sudah berubah, aku beneran ingat bagaimana matanya yang dingin menakutkan menatap mataku hanya karena aku tahan tangannya agar dia tidak segera pulang, apa dia suka sama cewek tapi belum bisa dia raih ya?"

Ayesa seolah yakin sesuatu tapi tak bisa ia jelaskan.

"Aku pernah tergila-gila sama dia Zano, jadi sedikit banyak aku tahu gimana dia."

"Nggak ada, setahuku dia belum punya wanita, atau katakanlah pacar gitu, yakin aja sama aku, nggak ada, jadi jalan terus aja, deketin dia dengan berbagai cara."

"Seandainya aku kayak dulu, sekarang aku mencoba menjadi Ayesha yang lebih dewasa."

.
.
.

"Ada apa lagi ke sini anak muda? Mau mengembalikan apa lagi? Terus terang akhirnya aku jadi percaya jika kamu beneran suka sama anakku tapi masalahnya anakku tidak di sini. Entah kenapa dua hari lalu dia pulang dari kantor terlihat sedih dan minta tolong selama tiga bulan dia akan menjauh dulu, dua hari lalu dia sudah berangkat."

Alzena betul-betul bingung, apa karena ciuman singkatnya membuat Talulah merasa terhina dan memilih pergi?

"Maaf, Om minta tolong apa, Talulah pada Om?"

"Selama tiga bulan itu, aku yang memegang perusahaan, aku sebenarnya tak sehat, tapi dia memohon dan ya sudahlah aku iyakan." Herdi mencoba menjelaskan.

"Lalu selama tiga bulan ini dia akan ke mana, Om?"

Herdi tersenyum lebar.

"Kau mau apa? Mau menguntit anakku?"

"Tidak, saya hanya khawatir dia sedang apa? Apa karena saya dia menghilang? Jika karena saya, saya sangat merasa bersalah."

Herdi terkekeh, entah mengapa akhirnya dia sedikit suka pada laki-laki yang ada di depannya, setidaknya meski rasanya tak mungkin bersanding dengan anaknya laki-laki ini menunjukkan keseriusannya.

"Apa kamu melakukan sesuatu pada anakku? Makanya kamu ke sini lagi dan mau minta maaf iya kan?"

"Ti ... tidak, hanya saya khawatir Om, saya tak sadar melakukan kesalahan pada Talulah makanya hari ini saya ke sini mau ngomong langsung sama dia." Alzena menjawab dengan sedikit gugup.

"Sebenarnya tidak tiga bulan, jika dua bulan dirasa cukup maka dia akan kembali."

"Iya, tapi dia ke mana?"

"Tunggu saja sepertinya ia ingin mengubahnya dirinya menjadi kupu-kupu, eh tunggu, bukankah kau pernah mengatakan pada anakku jika kau tak akan mengejarnya lagi? Tapi mengapa ...?

"Yah, ternyata saya tak bisa Om."

Herdi mengangguk-angguk pelan.

"Kau betul-betul mencintainya?"

"Sepertinya iya Om."

"Sepertinya? Kau tak yakin dengan perasaanmu sendiri?"

"Karena selama ini saya belum pernah benar-benar mencintai seorang wanita yang dekat dengan saya."

Herdi agak kaget karena laki-laki setampan Alzena rasanya tak mungkin jika tak pernah dekat dengan banyak wanita apalagi ia banyak uang, Herdi sangat tahu hal itu.

"Jadi selama ini jika kamu dekat dengan wanita apa yang kamu rasakan?"

"Tidak ada Om, hanya sekadar lewat saja, selesai ya sudah selesai, karena saya selalu berpikir mereka hanya mengejar uang dan tubuh saya, tapi saat bertemu dengan Talulah, dia seperti tidak jelas."

"Maksudmu? Anakku sebesar itu kamu bilang tak jelas?"

Alzena samar-samar tersenyum.

"Maksud saya, perasaan dia ke saya seolah tarik ulur, itu yang bikin saya penasaran, Om."

.
.
.

Satu jam sudah Talulah hanya duduk termenung menatap ke luar jendela, setelah peristiwa ciuman singkat yang tak ia harapkan, dirinya semakin tak bisa melupakan Alzena. Batinnya berperang antara jijik dan suka. Jijik karena ia yakin bibir laki-laki itu telah banyak mencium bibir wanita tak jelas, suka karena ternyata efeknya dua hari ia jadi sulit memejamkan mata membayangkan bagaimana bibir kenyal Al tiba-tiba saja menempel di bibirnya, ini pengalaman pertama baginya di usia yang tak lagi remaja dan efeknya sungguh tidak bagus pada emosinya hingga ia memutuskan menenangkan diri di villa orang tuanya hanya ditemani oleh seorang pembantu.

"Non Tata, makan dulu ayo, masa kerjaannya hanya melamun."

Talulah menoleh dan melihat Bi Siti yang tersenyum ramah.

"Jangan karena laki-laki hidup Non jadi merugi, hidup hanya sekali."

Talulah hanya mengangguk.

"Iya Bi, aku juga nggak diam-diam amat kok ini juga sesekali menghubungi papa, tanya-tanya takut ada hal penting di perusahaan."

"Maksud saya Non Tata jangan cuman duduk diam, coba ini loh jalan, ato lari-lari sekitar villa, biar sehat, kalo cuman duduk diam dan ngelamun nggak ada gunanya juga jauh-jauh ke sini kan kata Non sejak awal berangkat dua hari lalu Non ke sini karena pingin sehat jasmani dan rohani."

Akhirnya Talulah bangkit, menatap mata wanita ramah yang selama ini selalu memberinya nasihat bagai seorang ibu pada anaknya.

"Iya juga ya Bi, untung aku bawa kaos sama celana pendek yang biasa aku pake kalo olahraga di rumah, tapi cuman satu, ntar tak nelepon mama, suru bawain baju-baju buat olahraga, dan mau nelepon instrukturku juga biar sesekali ke sini, bener kata Bibi jiwa dan ragaku perlu dibikin sehat."

"Lah kan Non sendiri yang bilang, eh ngomong-ngomong Bibi penasaran sama laki-laki yang bikin Non kelimpungan kayak gini, emang ganteng Non?"

"Banget!"

"Kaya?"

"Banget!"

"Baik?"

''Nah ini yang nggak jelas."

💓💓💓

18 Oktober 2022 (04.50)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top