3


Lagi-lagi Talulah harus bertemu Alzena saat pertemuan dengan beberapa pengusaha muda yang siang itu bertemu dengan perwakilan dari pihak pemerintah yang membicarakan regulasi baru dalam dunia dagang dan industri.

Alzena pura-pura tak melihat Talulah, ia berjalan lurus saat akan masuk ke dalam ruangan dan duduk tepat di sebelah Talulah.

"Maaf, Anda tidak salah duduk?"

Dan Alzena pura-pura kaget, ia melihat Talulah yang kali ini tampil dengan riasan natural dan wajah yang sedikit lebih tirus. Menggunakan blazer dan rok di atas lutut berwarna nabi juga blouse putih yang menutupi dadanya yang membusung indah, Alzena hanya bisa menelan ludah.

"Oh Anda rupanya, saya tidak merasa salah duduk, ini ruangan bebas, saya bisa duduk di mana saja."

"Baik, saya akan pindah!" Suara ketus Talulah terdengar dan tangan Alzena reflek memegang lengan Talulah.

"Anda jangan kekanakan, lihat sekitar Anda, Anda akan jadi perhatian, pindah hanya gara-gara saya terlihat lebih berwibawa dan berkuasa kan? Anda takut tersaingi saya."

Talulah semakin jengkel, ia tarik pelan lengannya dari genggaman Alzena dan ia urung pindah.

"Baru kali ini saya temukan manusia ajaib, yang bisa menilai dirinya sendiri."

"Tetaplah berbicara dengan suara rendah agar tak jadi perhatian orang-orang di sekitar kita, duduklah dengan baik, suatu kehormatan bagi Anda duduk di dekat saya."

Dan Talulah merasa ingin muntah. Dari jauh ia melihat Rezano yang tersenyum aneh seolah menahan tawa. Alzena menatap marah ke arah Rezano

"Tak usah Anda melayani laki-laki seperti dia, saya yakin dia hanya penasaran pada Anda dan bukan karena urusan bisnis."

"Jika Anda masih saja bicara, saya akan pergi!"

Dan Alzena benar-benar diam.

.
.
.

"Anda sedang menunggu siapa?"

Talulah terlihat gelisah saat sopir kantor tak kunjung menjemputnya. Memang tak biasanya Talulah dijemput sopir, kali ini terpaksa ia lakukan karena badannya sedikit drop setelah menjalankan program diet mati-matian dan kerja keras  bagai kuda yang tak seimbang dengan asupan makanan yang ia konsumsi. Wajah Talulah terlihat mulai berkeringat dan pucat.

"Kali ini saya minta Anda tak usah sok jaga image, Anda betul-betul sakit, ikut saya atau Anda akan tewas dengan sukses."

Dan Talulah tak ingat apa-apa lagi.

.
.
.

Talulah mulai membuka mata, tercium aroma khas rumah sakit dan ia agak kaget saat laki-laki menyebalkan itu ada di dekatnya.

"Syukurlah kalo sudah bangun, aku nggak tahu mau antar kamu ke mana, jadi aku nungguin kamu di sini, badan besar tapi mudah pingsan!"

Talulah memejamkan mata lagi mencoba bersabar menghadapi laki-laki cantik bermulut pedas yang ada di sampingnya, yang mulai ber~aku-kamu.

"Pulanglah, aku juga nggak mau kamu nungguin aku." Meski lirih dan lemah, Talulah tidak mau dianggap tak ada perlawanan. Alzena bangkit, berdiri dan menatap Talulah sekali lagi.

"Hmm, setelah aku tolong ... benar-benar gak tahu terima kasih!"

"Aku nggak berharap pingsan dan kamu yang mulai duluan ngomong kasar!"

"Ok, aku pulang."

Dan tak lama datang seorang dokter mendekati Talulah lalu tersenyum penuh rahasia.

"Anda masih lemah sebenarnya, tapi kalau Anda memaksa pulang tidak apa-apa tadi calon suami Anda mengatakan jika Anda ingin pulang karena persiapan pernikahan kalian, jika ingin pulang tunggu calon suami Anda datang, dia masih ada urusan pekerjaan sebentar."

Dan Talulah hanya bisa geleng-geleng kepala, dia tak tahu alasan Alzena mengatakan mereka calon suami istri.

"Saya ingin pulang sekarang! Saya ingin menelepon sekretaris atau sopir saya."

"Jangan! Anda masih kurang sehat, Anda tak perlu diet ketat hanya agar terlihat cantik karena Anda cantik dengan gaya Anda, jangan sampai Anda ingin agar terlihat cocok dengan calon suami Anda hingga mati-matian melakukan diet ketat, betul kan apa yang saya katakan? Jadilah diri Anda sendiri karena ..."

"Dia bukan calon suami saya!" Terpaksa Talulah menghentikan ucapan dokter yang ia anggap semakin ngelantur. Talulah melihat dokter itu terkejut tapi sejenak kemudian terdengar tawa renyahnya.

"Pasti kalian ada masalah kan, tak usah sampai mengatakan dia bukan calon suami Anda, harusnya Anda bersyukur punya calon suami sabar, tampan dan kaya raya, maaf saya tinggalkan Anda sebentar, karena masih ada urusan."

"Loh, Dok, Dokter! Saya ingin pulang."

Dan dokter itu tak menghiraukan Talulah.

.
.
.

"Turunlah, aku, bantu." Alzena menatap sekeliling yang terlihat sepi, hanya ada seorang satpam yang menjaga di depan tadi, lalu pembantu yang datang menyambut mereka di pintu masuk.

"Di rumah sebesar ini kamu hanya sendiri?"

Talulah tak menjawab, ia masih marah karena harus menunggu Alzena agak lama di rumah sakit meski akhirnya ia diantar pulang. Talulah turun dari mobil dan berjalan pelan menuju pintu besar rumahnya diikuti oleh langkah Alzena di belakangnya.

"Terima kasih, pulanglah!"

"Begini caramu berterima kasih pada orang yang telah menolongmu?"

Talulah berteriak memanggil pembantunya tapi Alzena segera tanggap dan memapah Talulah. Sempat ditepis tangan Alzena namun Alzena mengeratkan pegangannya.

"Nggak usah sungkan, meski badanmu besar, aku masih kuat gendong kamu, jalan aja."

"Kamu malah bikin aku nggak nyaman, kamu melecehkan aku, mentang-mentang aku masih gendut, asal kamu tahu, ini sudah usaha maksimal!"

Dan Alzena terkekeh namun segera berhenti saat Talulah menoleh sekilas menatap wajah Alzena dengan tatapan marah.

"Sorry, aku hargai usaha kamu agar terlihat cantik di depanku."

"Stop! Aku nggak tergila-gila sama kamu! Udah sana pulang, aku berusaha kurus bukan karena kamu!"

Alzena tak menggubris Talulah, ia tetap memapah hingga Talulah berhenti di depan sebuah kamar yang tertutup. Sejenak Alzena kagum pada kemandirian dan keberanian Talulah tinggal sendirian di rumah megah dan besar, meski Alzena merasa masih lebih besar rumah yang ia tempati.

"Pulanglah! Nggak mungkin kamu ikut masuk ke kamarku."

"Masukpun nggak masalah toh aku nggak akan ngapa-ngapain kamu!"

Terdengar helaan napas Talulah, ia membuka pintu kamarnya dan sekali lagi menoleh pada Alzena.

"Ini area pribadiku, aku nggak akan membiarkan laki-laki asing masuk ke kamarku, kecuali calon suamiku."

Alzena tak peduli ia terus memapah Talulah lalu setengah memaksa masuk ke kamar bernuansa peach itu.

"Anggap saja aku calon suamimu!"

.
.
.

"Lu kemana aja si Al, gue sampe lumutan nunggu lu di sini, mana dari tadi nggak habis-habisan gue dikasi makanan sama si bibi."

Alzena tak menyahut, ia hanya melempar tubuhnya ke sofa dan memejamkan mata sambil tersenyum. Jezabel geleng-geleng kepala lalu menepuk kening Al dengan keras.

"Jangan bilang lu tadi kencan sama karung goni!"

"Iya." Ucapan secuil Al sanggup membuat Jezabel kaget.

"Heh! Lu menurunkan harga diri lu dengan kencan sama si ..."

"Kencan nggak sengaja, sampe ke rumah sakit dan ngantar ke rumah dia dan jadilah gue tahu gimana kamar dia yang keren dan nyaman untuk kamar pengantin."

"Ya ela Aaaal, lu sadar nggak?"

"Cinta bikin gue nggak sadar Jez, sumpah, tadi hampir aja gue tidurin dia."

"Ampun deh lu Al!"

💗💗💗

21 September 2022 (20.12)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top