1


Tiga bulan berlalu ...

Talulah memasuki sebuah ruang kerja yang mewah, ia disilakan masuk oleh sekretaris dari pemilik ruangan itu, di meja itu ia melihat nama Alzena Zhafezar Caizalzena, tanpa gelar meski ia tahu si pemilik nama lulusan sekolah ternama nun jauh di Inggris sana, ia tahu dari kabar online saat laki-laki dibahas karena kesuksesannya.

"Silakan Ibu, silakan duduk dulu, Bapak masih ke toilet sepertinya."

"Baik, akan saya tunggu."

Tak lama kemudian terdengar pintu terbuka, Talulah tetap dengan posisi pandangan lurus, ia tak menoleh.

"Hem."

Suara itu tak juga membuat Talulah tertarik. Lalu ...

"Silakan duduk di kursi yang ada di depan saya, terlalu jauh jika duduk di sofa tamu sementara yang akan kita bicarakan sangat penting."

Akhirnya Talulah mengalah, ia bangkit dari duduknya dan duduk di seberang meja Alzena. Sejujurnya Alzena kaget dengan penampilan baru Talulah, meski belum mencapai berat badan ideal tapi iya yakin wanita di depannya melewati hari-hari yang berat untuk melakukan defisit kalori hingga badan tambunnya terlihat lebih enak dilihat. Alzena mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum mengejek.

"Hem, ternyata Anda sampai mati-matian menguruskam badan demi kerja sama dengan saya, meski hasilnya belum maksimal."

"Asal Anda tahu, ini saya lakukan bukan karena Anda tapi karena saya ingin sehat, banyak hal terjadi selama tiga bulan ini yang tidak perlu saya ceritakan pada Anda karena tidak penting juga, saya ke sini hanya ingin memberi tahu Anda, jika saya tak tertarik lagi bekerja sama dengan Anda karena resort yang akan dibangun di sana ternyata masih bermasalah, tanah belum selesai dibebaskan dan saya tak mau itu, terlalu sembrono jika proyek besar ternyata masalah kecil saja Anda tak bisa."

Mata Alzena terbelalak, ia tak mau diremehkan.

"Anda jangan asal bicara, perusahaan sebesar ini tak akan mengurus sebuah proyek secara asal, jika tak mau kerja sama ya sudah, hanya perlu Anda ingat, banyak-banyaklah berterima kasih pada kakek saya, jika bukan karena kakek saya maka keluarga besar Anda tak akan pernah merasakan hidup mewah, termasuk Anda, jadi jaga kalimat Anda saat bicara dengan saya!"

Wajah Talulah benar-benar kaget, ia tak tahu apa-apa jika kakeknya juga mengenal kakek laki-laki menyebalkan di depannya ini.

"Anda jangan mengarang cerita! Jangan buat saya seolah tak tahu terima kasih."

"Hehe tanyalah pada mama papa Anda, siapa orang yang bernama Lesap Faroland! Saya yakin orang tua Anda masih ingat!"

.
.
.

"Papa kan sudah bilang, jaga omonganmu dengan siapa saja, papa sudah tua, tidak mau berurusan dengan hal yang bikin papa lelah, papa menikah dengan mamamu juga sama-sama usia yang tak lagi muda makanya saat kamu berusia seperti sekarang ini kami sudah setua ini, sedang kakekmu sudah meninggal saat kamu masih kecil, jadi Om Lesap itu memang sahabat papa, sahabat kakek kamu yang membukakan jalan untuk kesukaan kakekmu, bahkan ada beberapa usaha kakekmu dulu yang dimodali oleh Om Lesap. Kamu tahu dari mana nama Om Lesap?"

"Dari cucunya!"

"Hah? Anak si Fariq kalo begitu dia, kalian pernah bertemu satu kali saat kalian masih kecil, TK jika tidak salah, ah kesalahan kami yang putus hubungan sejak orang tua kami meninggal, Fariq juga sudah tak di negara ini sejak dia punya penyakit jantung yang semakin parah, sementara papa di villa ini dengan mamamu, menikahlah Lulah, usia papa sudah semakin senja."

Talulah hanya menggeleng pelan lalu menepuk keningnya.

"Siapa yang mau sama karung berjalan Pa? Dan yang jelas aku malu bertemu si laki-laki cantik pemain Drakor itu, mulutnya akan semakin nyinyir."

Herdi tersenyum mendengar anaknya menggerutu.

"Apa anak Fariq sangat tampan sampai kamu bilang dia cantik, kata kamu dia laki-laki? Siapa yang bilang kamu kayak karung, kamu seksi, dengan kulit eksotis."

"Yah dia tampan Pa, sumpah! Hmmmm ... Beneran Pa aku kayak karung udah diet juga tetep aja hanya turun dikit, kalo papa bilang aku cantik kan karena aku anak papa, aku ini si gendut dengan tubuh tambun dan kulit coklat, meski aku rawat ya tetap aja nggak akan jadi putih kayak Cinderella dan Putri Salju."

"Bersyukurlah kita hidup berlebih, jika hanya masalah penampilan lahiriah yang kamu keluhkan kita akan jadi hamba yang kurang bisa menikmati semua nikmat Tuhan yang tak semua orang menikmati. Apa yang kurang dari kita? Tak ada kan?"

"Iya sih kita berlebih, mama, papa aku, dagingnya yang lebih."

"Talulaaaah!"

Terdengar teriakan Syafina, mama Talulah dari dalam kamar.

"Iya Maaaa, kan bener tapi!?"

.
.
.

"Al, lu baik-baik aja kan? Mata lu? Otak lu?"

Jezabel, sahabat Alzena menepuk kening Al dengan keras.

"Emang kenapa?"

"Lu gak waras, masa terobsesi sama wanita model Talulah, ok dia banyak duit, tapi model badan kayak gitu, mana kulit rada-rada kopi, terawat sih tapi tetep kulit putih bersih kayak susu lebih keren menurut gue."

"Jez, mata lu yang perlu direparasi, lihat baik-baik, dia eksotis, coba aja suru pake baju terbuka, keringetan beuh bisa-bisa gue horni sepanjang hayat, trus badan dia dah kurusan meski masih jauh dari kata ideal, tapi dadanya boooo heh bikin sesak nafas maaaan." Dan keduanya tertawa sangat keras.

"Kan bener lu kelainan, mantan-mantan lu bertubuh model semua, tinggi semampai, kaki jenjang nah ini ampun deh gue, ukuran gak sekira-kira, mata lu katarak apa gimana sih Al? Gue sebagai sahabat lu nyaranin lu operasi mata dan otak, kayaknya lu perlu penyegaran organ deh."

Alzena tiba-tiba saja berhenti tertawa, ia menyandarkan tubuhnya ke tempat ia duduk lalu memejamkan mata.

"Ada kisah yang nggak mungkin gue lupa waktu kecil, yang gue ingat terus dan terus tapi dia lupa, heran gue sejak kecil gue tampan bisa-bisanya dia lupa ke gue."

Al membuka mata dan menatap Jezabel yang masih melongo menatapnya.

"Astagaaa kisah menarik rupanya, laki-laki kecil tampan yang jatuh cinta sama gadis kecil berukuran gas melon."

"Kok gas melon sih? Maksud lu Jez?"

"Gue yakin dia bulet sejak kecil, makanya gue bilang dia gas melon."

"Mulut lu gue sumpel pake sampah! dia cewek yang selalu bikin gue mikir tentang malam pertama yang menggairahkan."

Dan Jezabel tertawa tak tertahankan sampai keluar air mata.

"Bener, lu beneran sinting Al, malam pertama naik kasur lu, nggak usah pake kasur dah samaan rasanya."

"Setan luuuu, ke luar dari ruangan gue! Gue suntuk gara-gara dia nolak kerjasama eh lu dateng malah bikin runyam."

"Lah kan lu sendiri Al yang gertak dia,  ancam mutusin hubungan kerja kok sekarang lu yang kebingungan."

"Kan itu bohongan."

"Lah!"

🌸🌸🌸

12 September 2022 (14.08)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top