Dua puluh dua.

⚠typo bertebaran⚠



Du du du .. Lalala ..

Suara sumbang ku mengisi keheningan kamarku. Saat ini aku sedang menatap pantulan diriku di cermin. Gaun yang ku pakai begitu pas dengan tubuhku ini. Gaun tanpa lengan berwarna pink dengan sepanjang lutut. Dan di tambah balutan brokat yang menjulang panjang melewati batas lutut. Aku merasa cantik hari ini.
aaiittsss .... Jangan sewot, jomblo itu bebas.

Hari ini, adalah acara pertunangan Derren dengan Lioni. Aku enggan untuk datang. Tapi tau sendirikan kalau aku sampai tidak datang? Aku tidak mau mereka kira aku tidak bisa move on. Walau pun kenyataannya benar adanya. Tapi Rio bilang, aku harus datang.
Membicarakan Rio, apa kalian masih ingat dengan Rio? Pria berwajah tampan, (walau pun Derren lebih unggul darinya)  yang membantuku ketika ban mobilku kempes?  Dia kini menjadi teman baikku. Ya, kami berteman setelah Rio meminta nomorku. Kini kita berkelanjutan. Jangan kalian kira, Rio menjadi pelampiasan ku. Bukan, tenang saja. Aku hanya berteman dengannya sungguh.

Dan saat ini, aku meminta bantuannya untuk menemaniku menghadiri undangan pertunangan Derren dan Lioni. Rio pria dewasa, pengertian, dan lembut. Kadang ia bersikap tegas. Tapi sikap tegasnya memperlihatkan kewibawaannya. Nah, kan. Jadi omongin pria itu.

"Non. Ada temannya tuh di bawah." aku tersentak saat bi idah tiba-tiba datang.  Aku merengut ke arah bi idah.

"Kebiasaan ngagetin aja bibi sih."

"Lah dari tadi udah di panggil-panggil, non_nya malah ngelamun" Aku menyengir, kalau masalah itu, aku tidak mau mengelak. Itu kenyataan yang benar. Aku pun segera beregas keluar kamar, menuju ruang utama. Rio tekah duduk seraya memainkan ponselnya.

Ehem.

Matanya teralihkan kepadaku yang kini berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Sepertinyania terlalu terfokus dengan ponselnya, sehingga tidak menyadari kehadiranmu. Sedihnya terabaikan. Hiks.

Tatapannya melekat pada penampilanku. Sekarang tatapannya berubah, dia seperti melihat hantu saja. Matanya membola sempurna. Ia berdiri dan mengampiriku.

"Kamu Gendis?" tanyanya. Lebay deh Rio, gak tau apa jantungku udah salto. Aku tersenyum kecil ke arahnya, setidaknya jaga sikap iyakan.

"Ayo berangkat. Aku gak mau lama-lama disana nanti." ku abaikan pertanyaannya.

"Oke." tanpa instruksi, dia menarik dan menuntun tanganku menuju mobilnya.

Dalam perjalanan. Kita isi dengan perbincangan sederhana. Entah aku atau Rio, kali ini suasana terasa canggung, tidak seperti biasanya. Sesekali ia tertangkap basah tengah melirikku. Aku di buat gak nyaman.

"Hafal alamatnya, kan?" tanyaku padanya. Ia terlihat gugup dengan pertanyaan ku. Atau kaget? Mungkin seperti itu.

"I_iya, hafal." jawabnya. Aku tersenyum kecil memperhatikan tingkahnya.

"Kamu harus berpura baik-baik aja nanti, ya!"

"gak perlu di suruh, hampir setiap hari aku bersikap seperti itu di kantor."  Tawa Rio pecah.

"Pasti terasa sesak." aku mengangguk. Membenarkan jawabannya.

"Sangat sesak. Karena itu, aku lebih suka mengerjakan pekerjaan ku di luar kantor."

"Masih suka ya?"

"Pastinya. tapi lagi belajar move on nih."

"butuh bantuan?" Aku hanya tersenyum menanggapi tawaran Rio.

"Untuk kali ini, biarkan seperti ini." jawabku. aku tidak berniat untuk memiliki pengganti Derren. Biarkan waktu berjalan dengan seharusnya. sampai kelak aku siap untuk memiliki pengganti Derren.

Tanpa terasa, kami telah tiba di tempat tujuan. Kami turun. ku rapikan anak rambut yang menutuoi mataku karena tertiup angin. Cuaca sangat mendukung. Langit terlihat cerah dengan biru mudanya. Rio menatapku dari atas sampai bawah, memastikan penampilanku sudah sempurna.

"Perfect." pujinya seraya menunjukan dua ibu jari ke arahku. Aku terkekeh mendengar pernyataan Rio.

"Terima kasih." Rio memberikan tangannya kearahky, aku menggandeng tangannya. Semua mata tertuju ke arah kami. Kami sih biasa aja. Udah biasa tuh jadi pusat perhatian orang. Haha.

Ku lihat dua pasangan sejoli itu tersenyum ramah kepada para tamu yang menyalaminya. ada rasa perih di hatiku. itu pasti, rasaku terhadap Derren masih ada, bahkan sangat besar. Tapi aku bisa apa? Biarkan dia memilih yang menurutnya baik. kelak, aku juga akan terpilih dengan orang yang menurutnya akulah yang terbaik. Itu pasti.

Ku hampiri Derren dengan Lioni dengan tangan yabg masih bertautan dengan Rio.
"Selamat ya." ujarku seraya menjulurkan tangan ku kepada Derren. Derren membalas salamanku, tapi matanya setia tertuju dengan tautan tanganku dengan Rio. Rio yang berniat bersalaman dengan Derren, harus merasakan kecewa (berlebihan) saat Derren membuang mukanya. Engga menatap kami.

Loh. Yang jadi korban disini siapa, ya? Kenapa dia yang marah melihat kedekatanku dengan Rio?
Ku lihat raut wajah Rio yang sudah memerah menahan emosi. Ku usap lembut lengannya, mencoba memberi ketenangan. Semoga.
Rio mengalihkan tatapannya ke arahku.

"Ayo!" gumam ku pada Rio.

Kami pun meninggalkan Derren dengan Lioni yang memasang wajah tak suka atas kehadiranku. Kalau bukan karena ucapan Rio yang kenyataannya benar adanya. Aku juga sudi harus datang ke acar pertunangan mereka.

ku duduki diri kami di bangku tamu.
"Jangan bilang kamu mau nangis." Aku tertawa mendengar ucapan Rio. Dia pintar kaya cenayang. Selalu tau apa yang aku rasakan.

"Nangis aja, kalau itu bisa buat kamu tenang. Tapi setelah itu. Kamu harus tersenyum dan bersyukur, karena telah di jauhkan dengan orang yang tidak tepat untukmu."
air mataku luruh. Rio memelukku Erat, memberi ketenangan untukku.

"Kita pulang?" tawaran Rio sangat tepat, aku mengangguk. Rio membawaku pergi dari ballroom menuju parkiran mobil.
Disana. Aku tak bisa menahan isakanku. Aku menangis tersedu. Hati ini sakit loh, sangat sakit.
Bisa kalian bayangkan? Di saat kalian edang mencintai orang lain dan hendak menikah. pasangan kalian kecelakaan. Dengan sabarnya kalian merawat ketika pasangan kalian koma. Tapi ketika sudah sadar. Dia lebih memilih orang lain.

beruntungnya aku memiliki hati yang cukup kuat. Sehingga tak terlarut dalam kesedihan.
"Aku mau pulang ...." lirihku. Rio tersenyum lembut.

"Kita pulang sekarang." ujarnya, lalu membukakan pintu mobil untukku.

Kini aku berjanji dalam hidupku sendiri. ini adalah terakhirnya aku menangisi Derren. Kelak aku harus bahagia. Bila pun aku harus menangis. Biarkan itu menangis karena hal lain. Atau menangis kebahagiaan.

Kini ku ikhlaskan Derren memilihnya. Mencintai itu tak harus memiliki, bukan? Biarkan rasa sakit ini sembuh dengan sendirinya. Aku yakin. Tuhan telah menyiapkan seseorang yang tepat untukku. Walau pun. Entah kapan tuhan mempertemukan kami.
Ku pastikan. Kelak aku bisa bahagia dengan seseorang yang mencintaiku dengan tulus.
Aku percaya, Takdir tuhan selalu berakhir indah.

*Bersambung*

Pernah ada yang tanya.

"Kak ini kisah siapa?"

"Kak ini cerita nyata?"

Jawabannya!

"Iya"

Ini cerita nyata, terinspirasi dari salah satu kisah temen aku. tapi gak terlalu mirip juga sih. Yg mirip hanya intinya aja.

"Akhir ceritanya gimana?"

"Happy ending gak?"

Jawabannya!

Dalam kisah nyatanya, temen aku ketemu dengan cinta sejatinya. tapi bukan dengan peran utama dalam cerita. Alm. Hidup bahagia dengan cinta sejatinya, sampai dia menghembuskan nafas Terakhirnya. Beliau meninggalkan dua anak kembar.

Dan aku cuma mau ngomong. Cinta sejati itu ada.
cinta sejati itu, tak memandang kekuranganmu, tak memandang kelebihanmu.
Ia menerima mu apa adanya. Saling melengkapi. Saling peduli. saling mengerti. selalu setia di samping mu walau pun sebesar apa pun masalahmu. dan Percaya satu sama lain.

Terdengar sulit ya cari ciri-ciri orang kaya gitu?
Engga kok, mungkin tanpa kalian sadari. sekarang ini kalian udah ketemu cinta sejati kalian, ingat sikap orang engga selalu sama. dan gak semua pasangan menunjukkan rasa sayanganya dengan cara yang sama😊

Udahan ahh.. Ngocehnya. Intinya jangan lupa vote dan koment..thanks.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top