Chapter 5
Thalia memasukkan sepatunya kedalam kantung plastik berwarna putih setelah menggantinya dengan sandal. Berhubung musim hujan, dan Thalia tak ingin mengambil resiko sepatu yang basah karena kehujanan, ia membawa sandal jepit untuk ia kenakan saat pulang kantor.
“Masa sandal kamu kayak punya Papau?” pertanyaan Rayhan mengejutkan Thalia yang tengah berjalan menenteng kantung plastik berisi sepatu di tangan kirinya.
“Anjay! Eh,” Thalia menutup mulutnya.
“Sandal kamu imut banget,” kekeh Rayhan menunjuk sandal jepit berwarna ungu dengan bulu-bulu ungu bulat di atasnya, yang Thalia juluki ‘si jambul'.
“Matanya jelalatan amat, Pak? Sandal saya aja sampe di liatin gitu,” sindir Thalia sambil menekan tombol lift di hadapannya.
Rayhan hanya tertawa menanggapi Thalia yang menggerutu sambil ikut masuk ke dalam lift khusus karyawan.
“Kok Bapak masuk kesini?” tanya Thalia.
“Mau aja.” Jawab Rayhan singkat.
“Ck,” decak Thalia sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
“Sibuk terus,” sindir Rayhan tanpa ada reaksi dari Thalia.
“Ehem.” Deham lelaki berusia tigapuluhan itu.
“Pak, gak ada kegiatan lain apa selain gangguin saya?”
“Lagian kamunya main HP terus sih,”
“Ya udah Bapak main HP juga. Punya kan?”
Thalia langsung keluar lift meninggalkan Rayhan dengan tergesa-gesa.
“Pulang sama siapa?” tanya Rayhan sambil mensejajarkan langkahnya dengan Thalia.
“Sama sepupu saya,” jawab Thalia seadanya.
“Sepupu yang mana?”
“Memangnya Bapak tau sepupu saya yang mana aja?” tanya Thalia balik.
Rayhan hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
Thalia melirik kembali ponselnya yang tak kunjung mendapat pesan masuk dari sepupunya, Tami. Padahal sebelumnya sepupunya itu sudah berjanji akan menjemputnya sepulang kuliah. Ini bahkan sudah lewat setengah jam dari jadwal pulang kantor Thalia.
Langit sore pun perlahan-lahan mulai tertutup awan hitam pekat yang menandakan hujan akan segera turun.
“Masih mau nunggu sepupu kamu?”
“Lah? Bapak kok masih disini?”
“Kamu ya! Di tanya malah balik tanya!”
“Lagian Bapak kepo amat sih. Pulang aja sih! Mobilnya mogok?” ketus Thalia.
“Saya nungguin kamu. Nanti kalo sepupu kamu udah dateng, saya pulang kok!”
“Duh, saya bukan anak TK, Pak. Gak bakal di culik orang lagi kalo nunggu sendirian.” Thalia semakin malas meladeni celotehan Rayhan.
“Gemesin banget sih kamu!”
“Dasar tua-tua keladi. Orang tua yang gak nyadar umur. Dia pikir lucu apa ngomong kayak gitu? Sok imut banget!” gerutu Thalia dengan suara yang sangat pelan. Harap-harap Rayhan tidak mendengarnya.
“Ya udah. Saya pulang duluan ya. Jangan rindu—“
“Dasar temen seangkatannya Dilan!” potong Thalia ketus.
Rayhan hanya terkekeh gemas melihat Thalia yang marah-marah karena kejahilannya.
Lagi-lagi gadis mungil itu mengintip jam dari layar ponselnya, waktu sudah berjalan lama namun Tami belum juga menjemputnya.
“Tami kemana sih? Mana HPnya gak aktif lagi,” gumam Thalia.
“Lia!” panggil seseorang dari arah kanannya.
“Iya?” refleks gadis itu menoleh ke arah suara.
“Belum pulang?” tanyanya.
“Eh, em, iya, Kak Egi kerja disini juga?” Thalia bertanya balik dengan gugup.
“Iya. Gue di divisi keuangan. Jangan bilang lo sekertaris Pak Bos yang baru?” selidik Egi sambil terkekeh.
Egi Ferdinand, adalah lelaki yang pernah Thalia sukai semasa SMA. Ia adalah senior OSIS Thalia. Lelaki paling hits pada masa itu. Gadis itu tidak menyangka jika lelaki yang pernah di sukai nya diam-diam itu bekerja pada perusahaan yang sama dengannya.
“Kok Kak Egi tau?”
“Lo udah hits di kalangan penghuni kantor, katanya sekertaris barunya masih unyu. Gue perhatiin lo kali, lonya aja yang kelewat sibuk sampe gak ngeh ada gue.” Kekeh Egi lagi.
Keduanya terlibat percakapan hangat seputar masa sekolahnya dulu sampai menceritakan tempat kerjanya, Thalia sedikit mencari informasi lewat Egi yang sudah bekerja lebih lama darinya.
“Jadi malu.” Kikik Thalia.
“Oh iya, lo kok belum pulang?”
“Nunggu sepupu aku jemput, Kak. Katanya pulang kuliah mau jemput.”
Masih berbincang dengan Egi, ponsel Thalia bergetar menandakan ada panggilan masuk. Beberapa detik kemudian raut wajahnya berubah kesal.
“Kenapa, Li?” tanya Egi yang melihat wajah Thalia yang di tekuk.
“Sepupu aku gak bisa jemput, Kak.”
“Bareng gue aja mau?” tawar Egi.
“Gak usah, Kak. Nanti pesan ojek online aja.” Tolak Thalia.
“Gapapa. Lagian udah mau ujan juga. Yuk!”
Thalia hanya mengangguk canggung mengiyakan ajakan seniornya semasa SMA dulu.
Keduanya sudah berada dalam Avanza silver milik Egi, dan benar saja dalam hitungan menit hujan turun dengan derasnya.
“Tuh kan bener ujan!” Egi memecah kecanggungan yang kembali terjadi diantara mereka.
“Iya,” jawab Thalia singkat.
“Lo kost atau gimana?”
“Iya, Kak. Tapi sekarang aku mau ke rumah sepupu aku.”
“Oke dimana alamatnya?”
Setelah menyebutkan alamat tujuannya, keheningan terjadi kembali. Hanya suara penyiar dari radio di mobil Egi yang tak henti-hentinya membacakan request para pendengar dan tak kunjung memainkan lagu.
Thalia menggeser ikon kunci di ponselnya saat sebuah pesan ia terima.
Pak Bos : Nolak pulang sama saya tapi pulang sama karyawan saya.
Thalia malas membalas pesan dari Rayhan dan menutup kembali ponselnya. Beberapa detik kemudian ponselnya bergetar kembali.
Pak Bos : Pacar kamu?
Pak Bos : Gebetan?
Pak Bos : Apa siapanya kamu?
“Dasar orang tua kepo!” bisik Thalia kesal.
“Gimana, Li?” tanya Egi yang sepintas mendengar gumaman Thalia.
“Enggak, Kak.” Thalia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Thalia Anandita : Temen
Thalia menjawab singkat pesan dari Rayhan karena terlanjur membacanya.
Pak Bos : Katanya kamu perantau, kok cepet banget dapet temen? Kayaknya akrab banget lagi sampe ngobrol ketawa gitu. Seneng banget kelihatannya.
Rayhan mengirimkan pesan yang cukup panjang pada Thalia. Gadis itu menghembuskan nafasnya, ia tidak mengerti mengapa Bosnya itu kepo sekali dengan urusan pribadinya.
Thalia Anandita : Kepo amat, Pak?
Pak Bos : Berhenti, saya di depan mobil temen kamu!
Hanya dari pesannya saja Thalia sudah merasakan aura perintah yang tidak bisa di bantah dari bosnya. Memangnya siapa dia berani mengatur kehidupan pribadinya? Rayhan hanyalah bos di tempatnya bekerja.
Benar saja, Rayhan sudah bertengger manis di samping mobil sport mewahnya beberapa meter dari mobil Egi yang tengah melaju.
“Stop, Kak!”
Perintah Thalia mengagetkan Egi yang spontan menginjak rem.
“Kenapa, Li?”
Thalia hanya menunjuk ke arah Rayhan dengan dagunya.
“Oh, sorry.”
Rayhan menghampiri mobil yang di tumpangi Thalia.
“Pak,” sapa Egi yang ikut turun dari mobilnya.
“Saya ada perlu dengan Thalia!” ucap Rayhan dingin dengan nada bicara yang sangat datar, membuat bulu kuduk siapapun yang mendengarnya merinding.
“Iya, Pak. Maaf tadi saya hanya mengantar Thalia,” jawab Egi masih ramah.
“Thanks, Kak. Maaf juga udah ngerepotin,” ujar Thalia sungkan.
Egi hanya mengangguk dan tersenyum sambil kembali masuk kedalam mobilnya.
Thalia menutup pintu mobil Rayhan dengan kasar, kemudian memasang seatbeltnya dengan malas. Ia enggan berbicara apapun, ia kesal pada Rayhan yang bertingkah seenaknya saat berada diluar kantor.
“Lia,” panggil Rayhan.
“Hmm.” Gumam Thalia.
“Kenapa pulang sama karyawan saya? Padahal saya ngajak kamu pulang duluan!” omel Rayhan.
“Dikira mau minta maaf, malah ngomel. Dasar orang tua!” omel Thalia dalam hati.
“Terserah saya dong. Bapak kan cuma bos saya di kantor. Kok ngatur-ngatur hidup saya?” jawab Thalia ketus.
Rayhan tidak menjawab, ia rasa apa yang di katakan Thalia memang benar adanya.
“Lia,” panggil Rayhan lagi dengan lebih hati-hati.
Tidak ada jawaban. Thalia benar-benar di buat kesal oleh perilaku Rayhan.
“Ya udah saya minta maaf deh.”
Thalia masih enggan bicara.
“Lia,” Rayhan menoleh ke arah Thalia.
Gadis itu menekuk wajahnya dan memainkan ponsel yang di genggamnya.
“Saya turun disini aja, Pak!” akhirnya gadis itu membuka suara.
“Jangan, Li. Kamu tanggung jawab saya sekarang. Kalo kamu kenapa-napa, saya gimana?”
“Kan saya yang kenapa-napa. Kok Bapak yang gimana? Lagian saya udah gede, Pak!”
“Eng, anu, saya nanti repot kalo kamu gak ada.” Rayhan beralibi.
“Au!”
“Li, jangan ngambek dong cantik. Saya cuma gak mau kamu kenapa-napa.”
“Saya gak bakal kenapa-napa, Bapak Rayhan! Tadi itu temen sekolah saya, Kak Egi. Jadi apa salahnya saya pulang sama dia? Lagian Bapak bukannya pulang juga malah mata-matain saya. Bapak itu Bos, masa kerjaannya cuma ngurusin hidup saya aja?” Thalia menumpahkan semua kekesalannya.
Rayhan hanya menganga mendengar penuturan Thalia. Sedangkan gadis itu kembali diam dan enggan menoleh ke arah Rayhan sama sekali.
Thalia & Egi
Haloooo...
Akhirnya gue update setelah sekian lama. Maaf ya jadi nunggu. Wkwk
Maklum gue sibuk kuli-ahhh 😄
Gimana chapter ini?
Vote dan komen ya 👌
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top