Chapter 1

Media : Celine Dion - That's The Way It Is

"Bukankah setiap takdir memang berjalan tak sesuai dengan prediksi kita. Lalu mengapa harus heran dengan apa yang terjadi?"

----


"Permisi mbak, apa disini sedang ada lowongan Office Girl?" tanya gadis itu pada resepsionis di lantai dasar.

"Sepertinya belum ada yang kosong," jawab sang resepsionis ramah.

Gadis itu menunduk kecewa, "baiklah, terimakasih." Ia melangkah hendak meninggalakan perusahaan tersebut.

Melihat kekecewaan di wajah gadis itu, sang resepsionis akhirnya memberikan penawaran.

"Lamarannya boleh dititip disini kok, nanti saya coba sampaikan pada HRD," ujar sang resepsionis yang diketahui bernama Intan, setidaknya itu yang dibaca Thalia dari nametagnya.

"Wah betul, mbak?" tanya Thalia dengan wajah berbinar.

Intan mengangguk menanggapi pertanyaan gadis itu yang seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakannya.

"Wah terimakasih, mbak," Thalia menyerahkan amplop coklat yang di bawanya dengan senyum yang terus tercetak di bibirnya.

Thalia menerimanya sambil menggelengkan kepalanya menyaksikan betapa konyolnya gadis dihadapannya itu hanya dengan di perbolehkan menyimpan lamarannya.

"Oke good luck, Thalia." Kata Intan seraya membaca data diri dari balik amplop coklat yang di terimanya.

"Thanks mbak Intan, kalau begitu saya permisi dulu." Balas Thalia sumringah.

Intan menanggapinya dengan senyum dan melirik gadis itu sampai menghilang dari pandangannya.

****

Thalia berharap semoga dari beberapa lamarannya, ia akan beruntung mendapatkan pekerjaannya dengan cepat, meski hal itu tentu saja bukan hal yang mudah.

Ia meneguk lagi minuman dingin yang dipegannya sambil terus berjalan menyusuri trotoar yang sarat akan polusi. Sesekali ia mengusap peluh yang tak henti-hentinya mengalir di dahinya.

Ia merogoh ponsel dari tasnya saat benda persegi itu bergetar.

Tami's Calling...

Begitu yang terpampang di layar ponsel pintarnya.

Ah ya, Tami adalah sepupu Thalia yang memang berdomisili di ibu kota. Gadis itu sudah mengabari Tami sebelumnya, tepatnya sebelum ia berangkat ke ibu kota. Dan sampai saat ini keduanya belum bertemu dan hampir saja Thalia lupa mengabari sepupunya itu.

"Iya, aku baru pulang melamar nih,"

"....."

"Maaf deh maaf! Aku lupa, Tam. Nanti alamat kostnya aku whatsappin ke kamu ya," Thalia tertawa sambil menggaruk tengkuknya.

"....."

"Iya Tami kan aku udah minta maaf! Aku langsung ngelamar jadi lupa ngabarin kamu," Thalia tertawa sekali lagi.

****

"Jadi gimana, Intan? Apa ada yang melamar?" tanya Rayhan yang kini menghampiri meja resepsionisnya.

"Ada sih, pak," jawab Intan menggantung.

"Tapi?" tanya Rayhan seperti membaca raut wajah resepsionisnya itu.

"Hanya lulusan SMA dan melamar sebagai Office Girl," jawab Intan pelan.

"Hm," Rayhan mengusap kasar wajahnya.

"Boleh saya lihat lamarannya?"

"Boleh pak." Jawab Intan ragu sambil menyerahkan amplop coklat berisi lamaran lengkap Thalia.

"Saya bawa ya," Rayhan mengacungkan amplop coklat ditangannya sambil berlalu dan dibalas anggukan ramah dari Intan.

Rayhan membaca data diri Thalia dengan seksama, sesekali ia melihat pas foto yang turut dilampirkannya.

"Usianya belum genap duapuluh, dan anak rantau." Gumam Rayhan sambil membolak-balik data Thalia.

"Di fotonya sih lucu, make upnya gak berlebihan,"

Rayhan membayangkan bagaimana jika sekertarisnya seimut ini?

"Ah apa-apaan?" Rayhan mengenyahkan pikirannya yang membayangkan gadis remaja.

Memang usia Thalia masih dikategorikan remaja, karena jika dihitung usianya baru akan genap duapuluh sekitar sebulan lagi.

Terpaut cukup jauh dengan Rayhan yang sudah berusia tigapuluh lima tahun. Lelaki itu bahkan sudah masuk SMA saat Thalia lahir.

Rayhan terkekeh pelan membayangkan dirinya yang sudah tidak lagi muda. Tapi pikirannya kembali teralihkan pada data Thalia. Apa ia akan menerima gadis itu bekerja di kantornya? Bukan sebagai Office Girl, melainkan sekertarisnya.

"Ini ada nomor teleponnya. Ah, aku suruh Intan saja yang menghubunginya," gumam Rayhan sambil mengangkat gagang telpon dan menghubungkannya dengan sang resepsionis.

****

Thalia menyadarkan punggungnya yang terasa agak pegal setelah melamar pekerjaan ke beberapa tempat hari ini. Ia bahkan baru melepas sepatunya saat tiba di kostan.

"Wish me luck!" gumam Thalia.

Tiba-tiba gadis itu mengingat keluarganya, meski baru dua hari pergi rasa rindunya sudah seperti dua tahun tidak bertemu. Pasalnya ia tak pernah pergi jauh dari rumahnya, bahkan pekerjaan sebelumnya pun tidak jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.

Baru saja ia akan menelpon ibunya, terdengar ketukan di pintu depan dan membuatnya segera bergegas.

"Iya sebentar," katanya setengah berteriak.

"Halo sepupu!" sapa seorang gadis dari balik pintu, tak lepas senyum dari bibirnya.

"Yeu, datang tuh salam Tami!" Thalia memutar bola matanya.

Ternyata sepupunya datang hari ini, padahal saat di telepon gadis bernama Tami itu mengatakan tengah sibuk kuliah dan akan mengunjunginya keesokan harinya.

"Katanya mau datang besok? Aku belum mandi, baru pulang!"

"Surprise!" jawab Tami dengan cengiran tanpa dosanya.

"Jangan salahin aku kalau gak ada apa-apa," kemudian keduanya masuk ke kostan sederhana yang ditempati Thalia dua hari ini.

"Kamu ini, kayak gak punya siapa-siapa aja pake ngekost! Aku, mama sama papa nunggu kamu tau! Pintu rumahku terbuka buat kamu!" sembur Tami pada sepupunya.

Thalia hanya membalasnya dengan senyum tipis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kalau ada apa-apa atau butuh apa-apa cepat hubungi aku, oke!" omel Tami lagi.

"Iya bawel iya." Thalia membalasnya dengan memencet gemas hidung sepupunya itu.

"Eh iya, Lia, kamu ngelamar kerja kemana aja?" tanya Tami mengalihkan topik.

"Lumayan lah, ada beberapa." Jawab Thalia.

Kedua gadis sebaya itu terus memperbincangkan banyak hal. Meski tinggal berjauhan, tapi mereka sering bertemu dan sangat akrab sejak kecil.

"Ponsel kamu bunyi tuh," tunjuk Tami dengan dagunya saat ponsel Thalia berbunyi nyaring dan terpaksa menghentikan obrolan serunya.

Thalia mengecek siapa yang menelponnya sore-sore begini.

"Iya, saya Thalia Anandita." Jawab Thalia ragu.

"....."

"Ah iya, mbak Intan? Wijaya's Corp? Besok ya? Baik terimakasih."

Thalia meletakkan kembali ponselnya keatas meja.

"Tami, tau gak? Masa aku dapat panggilan interview besok!" ungkap Thalia pada sepupunya itu.

"Kok cepet, Li? Bukannya kamu baru ngelamar tadi?" tanya Tami kaget.

"Iya mungkin lagi butuh kali," jawab Thalia sambil mengangkat bahu.

"Iya kali. Good luck ya! Semoga betah dan jangan lupa kabarin aku," ujar Tami sambil bangkit dari duduknya.

"Lah Tami mau pulang? Dikira mau nginep!" Thalia mengungkapkan kekecewaannya.

"Ada juga kamu nginep ke rumah aku. Maaf ya, Lia. Tugas aku numpuk banget." Tami merasa tidak enak pada sepupunya.

Dengan berat Thalia memaklumi Tami begitupun Tami sepertinya masih betah berlama-lama dengan sepupunya itu. Setelah berpelukan, akhirnya Tami pamit dan berlalu dari hadapan Thalia.




Welcome to 1st chapter! Pendek ya?
Special part for mahdung yang waktu itu minta lanjut. Hehe
Give me your vote and comment.
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top