(3. Malam Pertama )
Akad nikah sudah selesai setengah jam yang lalu, tak sedikit pun Ahsan bahagia dengan pernikahan ini. Bukan wanita seperti Nahla yang dia inginkan, bukan dengan cara begini dia menikah, dia dulu berhayal, akan memberikan mahar dengan melantunkan hafalan 30 Juz.
Yang paling membuat Ahsan sedih, dia sempat melihat Hanum menitikkan air mata dengan hati hancur, gadis itu menyembunyikan tangisnya di balik cadar yang dia kenakan, hilang sudah harapan Ahsan mempersunting pujaan hatinya.
Pimpinan pondok memberikan hukuman berupa skorsing mengajar selama tiga bulan. Dia hanya akan menerima gaji pokok minus tunjangan, apa dosanya? apakah Allah tengah menghukumnya saat ini?
Mereka sekarang berada di rumah kecil di luar area pondok pesantren, pimpinan masih berbaik hati meminjamkan rumah itu untuk sementara sampai mereka memiliki tempat tinggal sendiri.
Gadis yang sudah berstatus istrinya, tampak tak begitu ambil pusing, dengan santai membuka jaketnya, menghempaskan tubuhnya di atas kasur, seolah-olah pernikahan ini adalah sandiwara baginya.
"Apa kau sudah merencanakan semuanya?" tanya Ahsan menatap tajam gadis itu.
"Maksudmu? Menikah denganmu? Tidak, ide itu terlintas begitu saja di otakku," jawabnya santai.
"Kau benar-benar sudah gila, apa menurutmu pernikahan ini sebuah permainan?"
"Tidak juga, tapi aku harus menikah."
"Apa maksudmu dengan harus menikah? apa kau sedang hamil anak laki-laki lain dan pacarmu tidak mau bertanggung jawab?" ujar Ahsan mengejek Nahla.
Wajah yang tadinya santai terlihat tersinggung, dia bangkit dari ranjang, mendekati Ahsan sambil mengikat rambutnya asal, dia berkacak pinggang menatap mata Ahsan yang sama tinggi dengannya.
"Hamil? Jangan menghakimi diriku!"
"Dengan gayamu yang seperti ini, serta dengan tingkah gilamu, semua itu bisa saja terjadi."
"Kenapa tak kau buktikan sendiri, hah? Bahkan aku sampai saat ini masih perawan," jawab Nahla sangat marah.
"Kau benar-benar gila, apa kau tak berfikir bagaimana menjadi diriku? Karirku hancur, masa depanku juga, dan aku sudah mencintai orang lain, mustahil aku akan menikah dengannya." Ahsan menambahkan.
"Aku tak berharap kau mencintaiku, aku hanya butuh seorang suami, ke adaan yang memaksaku untuk berbuat begitu." Nahla mengusap wajahnya.
"Tapi kenapa harus aku? Banyak laki- laki lain yang akan mau menerimamu" Ahsan semakin frustasi.
"Karena dirimu yang tidak tertarik padaku, aku tidak sungguh-sungguh dengan pernikahan ini, ini hanya sementara, dan aku tak ingin melibatkan hati di sini."
"Ya Rabbana, semudah itu kau mengatakannya." Ahsan memandang tak percaya, "terbuat dari apa hatimu itu?"
"Stop! sudah cukup pertengkaran malam ini, kita harus menyisakan tenaga untuk besok," sanggah Nahla. Dengan santai dia membuka baju kaosnya dan menyisakan tanktop bewarna hitam, melepaskan celana jins dan menyisakan hotpants bewarna putih. Ahsan menggeleng, bahkan gadis itu tak punya malu.
"Sepertinya kita harus sepakat dengan beberapa hal. salah satunya tidak boleh berpakaian terbuka di rumah ini."
Nahla yang baru saja membaringkan tubuhnya bangkit kembali, memandang Ahsan dengan curiga.
"Apa kau takut aku akan membuat imanmu runtuh, heh?"
"Kau percaya diri sekali, Nona, aku bukan pemuja bentuk fisik."
"Oh ya? Benarkah? " Nahla bangkit dari kasur melangkah menggoda kepada Ahsan, laki-laki itu semakin marah.
"Apa yang kau lakukan?"
"Membuktikan sendiri." Mata Nahla mengerling menggoda Ahsan.
"Kau memang gila."
Habis itu terdengar pintu dibanting dengan keras, menyisakan Nahla dengan tawanya.
***
Nahla memejamkan matanya, mengulang kembali apa yang sudah dia lalui saat ini. Hidupnya tak pernah mudah, punya orangtua kaya yang selalu sibuk dengan kerajaan bisnisnya, ayahnya sibuk dengan istri muda yang bahkan umurnya jauh di bawah Nahla. Sedangkan ibunya sibuk berselingkuh dengan supir pribadinya sendiri. Dia merasa sendirian di dunia ini, tak memiliki teman, dia menyadari, tak ada yang tulus menyayanginya.
Selama ini dia bisa mengalihkan frustasinya kepada hal-hal positif. Karirnya di dunia model cukup mengalihkan perhatian, bahkan wajahnya sudah wara-wiri di berbagai majalah terkenal, Ahsan saja yang tak mengenalnya. Pria aneh.
Dia lelah dengan hidupnya, hatinya kosong, jiwanya hampa, semuanya membuatnya muak, puncaknya ketika ayahnya berniat menikahkannya dengan salah satu relasi, dengan tujuan memperluas kekuasaan bisnisnya.
Bahkan pria yang dijodohkan dengannya lebih cocok menjadi pamannya, sebegitu tega orangtuanya, menganggap kekayaan adalah segalanya.
Ibunya tak pernah menjalankan peran dengan baik, tidak mau berpisah dengan ayahnya karena tidak siap hidup miskin, tapi sibuk memelihara pria muda di dalam rumah.
Dalam hatinya dia merasa bersalah pada Ahsan, tapi melihat penolakan secara terang-terangan itu dia merasa sangat tersinggung. Laki-laki itu selalu mengedapankan emosi, padahal malam ini dia berniat bicara baik-baik.
Setitik air mata keluar dari sudut mata Nahla, kalau bisa memilih dia memilih menjadi orang biasa. Jiwa pemberontak ini adalah buah dari apa yang dialaminya sejak kecil.
Nahla menghela nafas, dia adalah wanita kuat, selama ini berjalan sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahkan dia berhasil lari dari pernikahannya sendiri. Iya, dia berhasil melarikan diri saat akad nikah empat jam lagi akan dimulai.
Sekarang dia hanya perlu merancang apa yang akan dilakukan untuk ke depannya. Dengan status sebagai istri setidaknya dia tak sendiri, ada pelindung untuknya. Pelindung? Dia tertawa, Ahsan bukan laki-laki yang mudah, dia berbeda, sangat berbeda dari semua laki-laki yang pernah ditemuinya.
******
Vote and comment ya..
Love u all..
GLEO
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top