Bidadari Keseleo Bag 6
Hallo readers ....
Udah ada yg bolong blm puasanya? Biasa laah, cewek... Hehehe, btw happy reading aja yaa, siapa yg gemes sama Kenzie cung! Haha
💟💟💟
"Tentu, Sayang, kamu pasti cantik dengan gaun apapun, apalagi dengan rancangannya," sahut lelaki itu seraya merengkuh Lenny.
Sarah melirik sekilas, dalam hatinya dia merasa beruntung, jika malam itu tidak ada Kenzie yang menyelamatkannya, pasti akan dia sesali seumur hidup.
"Baik, jadi desain yang mana yang akan dipilih?" tanya Sarah sopan. Setelah lama menunggu akhirnya pasangan wanita Renggo, sepakat memakai kebaya modern. Setelah sedikit berbasa-basi mereka meninggalkan Sarah yang masih kembali menekuri laptopnya.
"Sarah! Elo habis ketemuan sama Renggo ya?" Kenzie tiba-tiba sudah duduk di depannya. Sarah melonjak kaget.
"Loe kok di sini?"
"Suka-suka gue donk! Eh ngapain loe janjian sama si Renggo?"tanya Kenzie ingin tahu.
"Ish! Siapa yang janjian sih!"
"Lah itu gue lihat dia keluar dari cafe ini." Lelaki beralis tebal itu melambaikan tangannya ke pelayan meminta secangkir kopi.
"Dia mau nikah, kan sama ceweknya tadi," jelas Sarah.
"What!"
"Kenapa elo yang kaget gitu?"
Kenzie menggeleng seraya tertawa kecil.
"Kalah gue," selorohnya.
Sarah tertawa menanggapi.
"Loe ngapain ke sini?"
"Gue janjian sama klien, mau buka cabang lagi."
"Keren! Selamat ya."
Kenzie mengedikkan bahu mengangguk.
"Kabar orangtua loe gimana? Nggak pernah tanya lagi kan?"
Sarah diam, sebenarnya mama dan papanya masih bertanya, tapi karena akhir-akhir ini kesibukannya meningkat jadi pertemuan dengan keduanya agak jarang. Hal itu sangat di syukurinya.
"Sarah! Kenapa diam?"
Sarah menggeleng.
"Nggak, mereka nggak pernah tanya."
"Good, tapi sekarang justru orangtua gue yang penasaran sama elo!"
Mendengar itu mata Sarah membulat.
"Biasa aja, jangan melotot juga kali," ucap Kenzie menyeruput kopinya.
"Penasaran gimana?"
"Mereka pengen datang ke rumah elo, ya semacam mau ngelamar gitu kali!" Santai Kenzie menyandarkan badan ke sandaran kursi. Sedang Sarah semakin membulatkan matanya.
"Ken! Mereka serius?"
"Iya kali, papa gue bilang minggu ini sih," sahut Kenzie santai.
"Kenzie! Elo apa-apaan sih?
"Lah, gue nggak lagi ngapa ngapain, Sarah, gue bilang apa yang gue tahu, itu aja!"
"Kenapa elo nggak bilang dari kemarin kemarin, Dodol!"
"Kemarin kemarin gue lupa, pas ini ketemu elo, ya udah sekalian gue kabari," sanggahnya.
"Oh my God, Kenzie! Ini nggak bisa dibiarkan, terus gimana kalau mereka sepakat menikahkan kita?"
Kenzie terbahak mendengar ucapan Sarah.
"Ya emang kenapa? Gue udah cape juga pacaran!"
"What?"
"Udah ah, itu klien gue udah datang, nanti kita lanjut ngobrolnya," ujar Kenzie meninggalkan Sarah yang masih terkejut dengan penjelasan lelaki itu.
"Kenzie!" Sarah memekik pelan, namun lelaki itu tak mendengarnya.
***
Sarah mondar mandir gelisah di ruangan pribadi butiknya. Sesekali dia melirik ke pergelangan tangan. Tak lama datang Dea.
"De, elu wajib nolongin gue!"
"Apaan sih, Sarah? Kenapa lagi?"
Dari bibir Sarah meluncur cerita tentang orang tua Kenzie yang akan segera datang ke rumahnya. Mendengar kisah Sarah, Dea tak dapat menyembunyikan tawa bahagianya. Dengan sedikit berteriak dia mengucap selamat pada Sarah.
"Ish, Dea! Jangan ikut tengil deh," kesal Sarah.
Dea terkekeh melihat ekspresi Sarah yang tak biasa. Nampak gadis itu kebingungan.
"Sarah, elo ngga usah panik gitu, biasa aja kenapa?"
"Biasa aja loe bilang? Ini bukan main-main, Dea!"
"Emang siapa bilang ini main-main?" sanggah Dea.
"Dea ...."
"Sarah, dengerin gue, elo ikuti aja apa yang terjadi nanti. Kalau memang Ken itu jodoh kamu, kenapa harus mangkir?"
"Dea, gue ini udah jadi penyebab Ken putus dengan ...."
"Steffi?" sela Dea.
Sarah menatap Dea mengernyit.
"Kok loe tahu?"
"Tau lah! Gue gitu loh!" Dea mengangkat dagunya tersenyum.
"Dea, please ...."
"Udah deh, hari minggu itu tinggal tiga hari lagi, sebaiknya elo siapkan mental elo jadi calon istri Kenzie," seloroh Dea tertawa.
"Deaaa!" Sarah mencubit pinggang Dea kuat membuat gadis itu semakin terbahak.
Ponsel Sarah berdering, segera gadis itu menjawab.
"Gue serius, Ken, loe wajib ke sini sekarang!"
"___"
"Udah, nggak perlu bawa makan siang! Gue nggak lapar!"
"___"
"Udah, cepetan, gue tunggu! "
"___"
"Ish! Tengil loe,"
Sarah mendengkus kesal menutup telepon.
"Ciee ..., yang di telepon sama calon suaminya, ciee ...." Lagi-lagi Dea meledeknya.
Setelah lama menunggu akhirnya lelaki berkulit bersih itu datang, dengan penampilan santai. Celana selutut, kaos putih pas badan hingga nampak lengan kokohnya. Sejenak Sarah dan Dea terpaku.
"Ngapain loe pada ngeliat gue kek gitu? Ada yang salah?"
Kedua perempuan itu menggeleng tersenyum. Manik mata Dea melirik ke Sarah, bibirnya tersenyum melihat sahabatnya itu nampak sedikit salah tingkah.
"Duduk, Ken!" ujar Sarah tak menatap.
Setelah mereka bertiga duduk, Sarah mulai membuka pembicaraan.
"Jadi menurut kalian, apa yang harus aku lakukan?"
"Terima!" Dea dan Kenzie berkata bersamaan. Tak lama mereka berdua terkekeh geli. Sedang Sarah tersenyum kecut.
"Gue serius!" protesnya.
"Gue juga, Sarah," tandas Dea.
"Emang loe kira gue becanda, gitu?" timpal Kenzie kemudian.
Mendengar kedua sahabatnya itu, Sarah semakin frustrasi.
"Sarah, elo tuh rumit banget ya. Hidup jangan terlalu dibuat serius, maksud gue, ikuti saja alurnya. Toh gue nggak setua Mas Renggo itu," ucap Kenzie sedikit serius kali ini.
Mereka bertiga diam, sesekali Dea menatap Sarah.
"Hari Minggu tinggal tiga hari lagi, Ken!" Sarah menggumam.
"Nanti malam gue ke rumah loe, gue bakal bilang kalau Minggu orangtua gue mau ke sana."
"Terus?"
"Ya udah, kita tentukan tanggal kapan kita nikah, beres kan?"
"What? Loe kenapa bisa se pede itu, Ken? Emang kita saling cinta gitu?"
"Cinta aja nggak cukup, Sarah! Tapi paling nggak, gue lihat ada cinta di mata loe," sergah Kenzie tersenyum yakin. Mendengar ucapan spontan dari lelaki tengil itu, Dea sontak melompat bertepuk tangan.
"Ciee, si tengil ngegombal, cieeee ...."
Mereka bertiga tertawa bersama, namun nampak wajah Sarah bersemu merah.
***
Seperti yang sudah diduga kedua orangtua Sarah sangat bahagia menyambut hari yang sudah dijanjikan Kenzie. Namun, tidak demikian dengan Sarah. Gadis itu nampak resah, sesekali melihat ke arah jam dinding.
Ponselnya bergetar.
"___"
"Dea, loe bisa kesini nggak?"
"___"
"Oke, loe langsung masuk aja."
Baru saja Sarah hendak meletakkan ponselnya, benda pipih itu kembali berbunyi.
"Halo"
"____"
"Udah, orangtua gue udah siap."
"___"
"Ish,apaan sih, Kenzie!"
"___"
"Bye, see you."
Sarah menghela napasnya gadis itu duduk di petiduran. Terdengar pintu kamarnya diketuk.
"Masuk!"
Dea melongokkan kepalanya, kemudian masuk setelah menutup pintu. Bibir gadis itu melengkung indah menatap Sarah.
"Cantik banget loe! Jadi inget waktu gue dilamar suami gue," goda Dea.
"Dea, masa iya sih gue nikah sama tengil satu itu?"
Dea terkekeh mendengar ucapan Sarah.
"Dear, listen to me! Loe nggak akan pernah tahu siapa jodoh loe, dan mungkin ini saatnya Tuhan tunjukkan ke elo, bahwa dia jodoh loe," ujar Dea tersenyum.
"Tapi, Dea, gue ...."
"Kenapa? Loe nggak cinta Kenzie?" Dea melangkah duduk di samping Sarah.
"Sarah, berapa banyak klien yang elo dampingi yang mereka menikah atas dasar cinta, tapi akhirnya apa yang didapat? Bahagia? Mungkin iya bagi sebagian, tapi tidak bagi sebagian yang lain! Gue rasa elo ngerti, Sar." Dea menatap penuh harap ke Sarah.
"Kenzie cowok baik, kita tahu siapa dia, dan aku yakin dia bisa bikin elo bahagia, dan tidak takut lagi menghadapi pernikahan," lanjut sahabatnya itu.
Sepi, Sarah larut dalam pertanyaan-pertanyaannya sendiri. Gadis itu tak menyangka semua ketakutannya dibayar dengan ketakutan lain.
"Sudah deh. Kan ini belum deal, maksudnya orangtua loe, sama orangtua Kenzie belum ketemu, juga belum ngobrol banyak, jadi elo jangan parno gitu deh. Bener kata Kenzie, ikuti aja dulu, oke?"
Sarah menghela napas kemudian mengangguk tersenyum.
Tak lama terdengar suara Mama Sarah dari luar kamar, mengabari bahwa Kenzie dan keluarganya sudah tiba. Dea dan Sarah saling bertatapan. Cepat Dea memegang jemari Sarah yang berkeringat karena gugup.
"Keep calm, Sarah!" bisiknya di telinga Sarah.
"Loe ikutan ke ruang tamu ya, Dea," Sarah memohon.
"Nggak lah, itu pertemuan intern antara keluarga loe sama keluarga Kenzie, gue tunggu di sini aja."
Sarah hendak membantah namun suara mamanya membuat gadis itu melangkah keluar kamar.
"Sarah, jangan gugup gitu dong, Sayang. Masa mau ketemu calon mertua nervous?" bisik mamanya.
"Mama, apaan sih,"
Perempuan yang melahirkan Sarah itu tersenyum bahagia, dia tahu putrinya itu tengah gugup.
Dengan digandeng Sang Mama, Sarah keluar. Matanya menangkap kedua orangtua Kenzie sedang duduk bersama papanya dan bercengkrama akrab. Gadis itu tak melihat Kenzie, meski gugup hati kecilnya bertanya-tanya, kemana si tengil itu.
Setelah menyalami orangtua Kenzie, Sarah duduk di samping Sang Mama. Obrolan pun berlanjut tentang niat mereka datang ke rumah Sarah. Gadis itu menunduk mendengarkan obrolan para orangtua.
Tak lama muncul Kenzie dengan wajah tak berdosa.
"Maaf, Oom, Tante tadi ban mobil bermasalah, jadi saya ke tambal ban dulu. Tapi mama sama papa nggak nyasar, kan?" ujarnya seraya menyalami orangtua Sarah.
"Alhamdulillah, nggak. Oh iya,kamu pasti haus, ayo diminum dulu," ujar Satrio Papa Sarah.
Setelah Kenzie selesai, pembicaraan kembali dilanjutkan.
"Jadi bagaimana, Mas Satrio? Apakah anak kami diizinkan untuk meminang Sarah sebagai istri anak kami Kenzie?" tanya Handoko Papa Kenzie.
"Tentu saja kami mengizinkan, sekarang tinggal kita serahkan saja kepada mereka berdua, kalau saya sih, tidak ingin mereka terlalu lama berpacaran, jadi lebih baik langsung menikah saja," ucapan Satrio di aamin kan oleh semua yang hadir termasuk Kenzie, sedang Sarah diam dengan mata membulat menatap lelaki yang tengah tersenyum lucu di depannya.
"Bagaimana, Ken? Kamu siap menikah dalam waktu dekat ini?" tanya Handoko menatap putranya.
"Siap dong, Pa! Ya nggak, Sar?" Kenzie mengerling le arah Sarah. Gadis itu mengangguk tersenyum kepada para orangtua yang hadir di situ.
"Oke, Bu Nora, kita atur semuanya, dari siapa nanti MUA yang akan menangani rias wajah untuk Sarah," ujar Kartika antusias. Nora menanggapi tak kalah antusias. Para orangtua mulai berencana.
"Ken, ikut gue!" ajak Sarah beranjak menuju teras diikuti Kenzie.
"Loe serius?" tanya Sarah saat mereka sudah berdua di teras.
"Serius lah! Gila aja udah melibatkan mereka, terus gue main-main gitu."
"Tapi gue, maksud gue, kita nggak saling cinta, Ken ..., gue nggak mau elo terpaksa nikah sama gue karena kesalahan yang kita buat waktu itu," lirih Sarah.
"Kesalahan yang mana?"
"Elo udah gue ajak bohong!"
Kenzie tertawa santai.
"Sarah, gue tahu dimana hati gue musti berlabuh."
***
Bersambung
Eaaa, si tengil bisa juga romantis yak, wkwkwk
Aku mau tunggu vote yang meyakinkan, bari sambung lagi. Bye, luv you all readers. Colek manja kl typo yaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top