Bidadari Keseleo Bag 2
E haaaiiiii, saya lg mood nulis kisah yang ini, haha ...... Yang suka mana suaranya? 😁😘
Happy reading guys
🌼🌼🌼
Ponsel Sarah berbunyi, senyumnya mengembang seketika melihat nama yang muncul di sana. Kenzie Abimanyu!
Melihat sahabatnya tersenyum, Dea menyipit bertanya dengan isyarat mata. Sarah mengedipkan mata menahan senyum. Gadis itu menjauh dari tempat duduk semula, dia nampak bicara serius dengan sang penelpon.
Kenzie adalah teman Sarah dan Dea sejak SMA. Sikapnya yang tengil membuat mereka menjadi sahabat dekat. Sejak Dea menikah, lalu Kenzie punya usaha di luar kota, mereka jarang bertemu. Hanya Dea dan Sarah saja yang masih sering ketemuan.
"Ngapain loe? Senyum-senyum?" Dea ingin tahu.
"Gue udah punya solusi, loe nggak usah pusing!" Sarah tersenyum geli.
"Apaan, Sar?"
Sarah duduk kembali di kursinya, seraya memainkan pensil, dia menceritakan bahwa Kenzie bersedia menjadi pacar pura-pura untuknya.
"Loe gila, Sar! Yang bener loe," sergah Dea tak percaya.
"Gue bener, Dea. Paling nggak supaya orang tua gue nggak ngejar-ngejar gue dengan pertanyaan yang sama!" jelasnya dengan mata mengerjap. Dea menggeleng tampak tak setuju.
"Loe udah cerita semua ke Kenzie?"
"Udah, dan dia menyanggupi, dengan syarat ...."
"Syarat apaan?"
"Gue diminta buatin desain baju seragam untuk karyawan cafe barunya, gratis!" sahut Sarah tergelak. Sementara Dea hanya tersenyum masam. Dirinya tak suka dengan ide Sarah. Bagaimana pun kebohongan akan menghancurkan diri sendiri.
"Sarah, kok gue kurang setuju sama ide itu."
"Ck, udah deh, yang penting gue selamat dulu, Dea. Sore nanti kita ketemuan, gue mau jelasin ke Kenzie aturan mainnya," ucap Sarah yakin.
Dea mengangguk ragu.
"Serah loe lah, elo tahu kan Kenzie gimana tuh anak? Tengil!"
"Of course, gue tahu, De."
"Oke, gue balik ya, kabari aja gue, Sar!"
"Siap, De. Thanks ya," ucap Sarah tersenyum.
****
Sarah telah mengatur sedemikian rupa rencananya, dia meminta Kenzie untuk menjadi pacar pura-pura. Sebagai teman baik, Kenzie menyetujui saja permintaan Sarah. Menurutnya, membantu seseorang adalah perbuatan mulia.
Terlebih gadis itu sudah lama dikenalnya. Namun, tentu saja Kenzie ingin sedikit imbalan, maka dia meminta Sarah untuk membuat desain baju seragam untuk karyawannya.
Sabtu siang, seperti yang telah dijanjikan, Sarah menunggu Kenzie di sebuah rumah makan cepat saji. Dengan t shirt, celana jeans, sepatu kets, rambut sebahu dibiarkan tergerai, dan make up tipis membuat tampilan Sarah justru menarik.
Sesekali dia melihat ke arah pintu masuk, kemudian melirik ke pergelangan tangan.
Sambil menunggu, gadis itu tertarik dengan sebuah pemandangan di depannya, seorang wanita dengan tiga anak yang kira-kira selisih umurnya terpaut satu tahun, nampak sibuk mengatur dan menyiapkan makanan yang telah di pesan.
Ketiga anak itu tak mau mengalah satu sama lainnya. Mereka saling berebut, meski sudah memiliki makanan masing-masing. Sementara sang ayah asik sendiri dengan gadgetnya.
Sarah menghela napas kesal melihat kejadian di depannya. Hal semacam ini juga yang membuatnya berpikir ulang untuk menikah, mencari lelaki yang mengerti tentang wanita itu bukan hal yang mudah.
Mungkin pada awalnya mereka mau memahami, tetapi seiring berjalannya waktu, tak jarang mereka berbalik sikap menjadi acuh, persis seperti yang dia saksikan.
"Sar! Ngelamun aja loe, merhatiin apaan sih?" Kenzie tiba-tiba sudah duduk di depannya. Gadis itu sontak menatap lelaki berkulit bersih itu.
Lama tak berjumpa ternyata Kenzie tak berubah, dia tetap pria santai dengan penampilan apa adanya. Meski dia telah menjadi seorang pengusaha cukup sukses.
Terbukti lelaki itu hanya memakai kaos dan celana jeans serta sandal jepit meski ada tertulis branding lokal terkenal dari Jogja.
"Lama amat, ditungguin dari tadi juga!" protes Sarah mencebik.
"Lah, kan gue kudu mengkondisikan kesibukan gue, Sar!" ujarnya tergelak seraya menyugar rambut.
"Sombong, loe!"
Kenzie terkekeh geli.
"Sorry, eh gimana? Desain baju untuk karyawan gue? Udah kelar?" tanyanya dengan mimik serius.
"Belum lah, aku masih buat sketsa dulu, kamu setuju nggak? Kalau setuju baru aku kerjakan."
Kenzie mengangguk mengerti.
"Terus? Apa yang harus gue lakukan untuk sandiwara ini?"
"Oke, malam minggu nanti, elo harus ke rumah gue!"
"Ngapain ke rumah elo?"
"Kenzie! Kan seolah elo pacar gue, kenalan ntar sama papa, apapun yang dia tanya nanti elo wajib jawab iya!" jelas Sarah.
"Oke, siapa takut. Eh tapi bukannya papa elo udah kenal sama gue ya? Secara gue pernah mau ke rumah elo waktu SMA dulu," ucap Kenzie menatap Sarah.
"Iya, tapi itu kan sudah lama banget, Ken. Papa paling juga udah nggak ingat."
"Iya juga ya, oke deh."
"Good, thanks Ken! Elo emang temen baik gue!"
"Eit, bentar! Sampai kapan kita pura-pura?"
"Sampai orang tua gue nggak nanya hal itu lagi!"
Kenzie menyipit heran.
"Nanya apaan?"
"Nanya mana pacar gue, dan kapan gue nikah!"
"What?"
"Iya, mereka takut gue jadi perawan tua!" Sarah mendengus kesal.
Mendengar ucapan gadis di depannya, Kenzie terbahak membuat beberapa pengunjung rumah makan itu menoleh ke arahnya.
Melihat tawa Kenzie seolah mengejeknya, Sarah melotot kesal.
"Diem loe!"
Kenzie semakin terbahak.
"Kenzie Abimanyu, bisa diam nggak!"
"Oke, sorry," ucap Kenzie menahan tawanya, "jadi kapan gue ke rumah loe?"
"Nanti malam, gue tunggu!"
"Siap!"
"Gue boleh pake beginian aja?" Kenzie memegang kerah kaosnya.
"Ya masa loe mau ke rumah gue pake sendal jepit, Ken!"
"Oke, tunggu gue ntar malam."
*****
Sarah bersiap menyambut Kenzie, sesuai dengan perjanjian mereka. Sementara kedua orang tuanya menyambut gembira kabar dari putri mereka, sebab sudah lama mereka berdua menginginkan hal ini.
"Sarah, jam berapa dia datang?" tanya mamanya menghampiri Sarah yang sudah duduk di sofa.
"Masih di jalan, Ma."
"Katakan, seperti apa lelaki itu? Apa dia tampan? Dia pasti orang yang sabar, bijaksana juga ya kan?"
Sarah tersenyum kecil, membayangkan Kenzie seperti yang di sebut mamanya. Tentu saja bertolak belakang dengan lelaki itu. Kenzie lelaki easy going, tengil meski untuk wajah tidak begitu mengecewakan.
Terdengar suara motor di luar, Sarah beranjak dari duduknya menuju pintu. Nampak Kenzie turun dari motornya seraya merapikan rambut tersenyum. Lelaki itu memakai kemeja maroon dengan celana hitam, pas dengan kulitnya yang putih.
"Gue udah ganteng 'kan?" tanyanya menaikkan alis menggoda.
"Udah, ayo masuk!"
"Eum, tunggu, lihat nih, gue nggak pake sendal jepit lagi."
Sarah tertawa kecil menepuk bahu lelaki itu.
"Oke, loe nanti jawab iya aja ya kalau papa nanya," jelas Sarah serius.
"Iyaa, apa sih yang nggak buat elo!"
"Apaan, ini juga nggak gratis kan? Desain baju itu?"
"Iyaa, tahu gue!" Kenzie terkekeh.
Rupanya mereka berdua sedari tadi diawasi oleh Satrio, papa Sarah.
"Sarah, kenapa nggak cepat di suruh masuk itu?"
"Eh, iya, Pa," sahut Sarah seraya cepat menatap Kenzie.
****
"Jadi kalian udah lama dekat? Kenapa kamu nggak pernah ke rumah, Kenzie?" Satrio memberondong dengan pertanyaan pada Kenzie.
"Iya, Oom, sudah lama dekat, kalau saya nggak pernah ke sini karena sibuk, Oom," jawab lelaki berhidung mancung itu. Papa Sarah mengangguk tersenyum.
"Apa kamu mencintai Sarah?"
Mendengar pertanyaan Papanya pada Kenzie, Sarah membelalak tak percaya.
"Kalau saya sih bisa jadi begitu, Oom, nggak tahu Sarah ..., aww!" Lelaki itu terkejut ketika kakinya diinjak Sarah kuat.
Satrio mengernyit heran.
"Kenapa?"
"Eh, nggak, Oom, Sarah ...."
"Nggak apa-apa, Pa. Kakinya keinjek Sarah."
Satrio menggeleng tertawa.
"Ayo diminum dulu, ah, jadi ini calon mantu mama?" Nora mamanya menatap menggoda pada Sarah.
"Mama, dia ...."
"Jadi kapan kamu akan melamar Sarah, Kenzie?" Satrio memotong ucapan putrinya.
"What?" Kenzie memekik pelan, namun Sarah mendengarnya, beruntung kedua orang tua tak mendengar. Kembali Kenzie harus merasakan injakan kaki dari gadis itu.
"Iya, Nak Ken! Sebaiknya tak perlu menunda hal yang baik, jika sudah merasa cocok, ngapain harus menunda berlama-lama?" sela Nora ramah.
"Eum, tapi, Pa, Ma, kami berdua belum siap," timpal Sarah menyenggol lengan Kenzie.
"Benar begitu, Kenzie? Apa benar kamu juga belum siap?" Satrio menata tajam.
"Siap kok, Oom, saya siap! Dia aja yang masih ragu," sahut Kenzie santai. Kini tak lagi injakan yang dia rasa, tetapi cubitan di pinggang harus dia rasakan.
"Tuh kan, Oom, dia sudah melakukan kekerasan dalam rumah tangga," candanya tengil membuat kedua orang tua Sarah tergelak.
"Kalian pasangan yang cocok sepertinya, kamu pasti sabar banget menghadapi Sarah, Nak Ken," puji Nora bahagia.
Kedua orang tuanya nampak suka dengan lelaki bernama Kenzie itu, sesekali papanya tergelak menanggapi candaannya, demikian juga sang mama. Tak butuh waktu lama bagi Kenzie meraih hati keduanya, sehingga membuat Sarah merasa diabaikan.
Setelah lama berbagi cerita, Kenzie pamit pulang. Sebelum pulang Satrio kembali mengingatkan agar dia segera meminang putrinya. Lagi-lagi Kenzie menyanggupi, hal itu membuat Sarah bingung.
"Gue cabut dulu ya," pamitnya.
Sarah diam mencebik.
"Loe kenapa? Ada yang salah?"
"Iya, loe kenapa menyanggupi ucapan papa tadi?"
"Yang mana?"
"Nggak usah pura-pura deh! Yang ...."
"Oh yang menyuruhku untuk meminangmu?"
"Iya lah!"
"Lah, salah gue di mana, Sarah? Kan elo sendiri yang minta gue menjawab iya semua pertanyaan papa loe?"
Sarah bergeming, dia berpikir bahwa Kenzie benar, dia memang meminta lelaki itu menjawab iya semua pertanyaan papanya.
Kenzie tersenyum memainkan alisnya, seraya menyalakan motor.
"Jadi kapan mau loe gue nikahin?"
"Kenzie!" kesal Sarah.
Lelaki itu pergi meninggalkan Sarah sambil tertawa.
Bersambung
Sampai sini, menarik nggak?
VoMen yaa, colek jika typo
VoMen yaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top