Bidadari Keseleo bag 13
"Kalau Kenzie menaruh simpati ke Steffi lagi gimana?"
Dea menatap sahabatnya kesal. Sarah selalu seperti itu, selalu mengkhawatirkan hal aneh yang terkadang keterlaluan.
"Otak loe wajib dicuci, Sarah!" Dea berucap kesal.
***
Sarah tetap Sarah, wanita yang selalu ketakutan akan hal yang belum tentu terjadi. Hal itu disadari oleh Kenzie. Dengan sabar ia meyakinkan sang istri bahwa semua yang ia takutkan itu tak akan terjadi.
"Sarah, takdir seseorang itu berbeda jangan samakan, kalau kamu begini terus, aku nggak bolehin kamu aktif di yayasan itu," tegasnya.
Tak terima dilarang akhirnya perempuan itu sepakat membuang semua ketakutannya.
Kenzie tersenyum, ia mendekati sang istri. Wajah nakalnya kembali menggoda Sarah.
"Sudah, nggak perlu resah. Mungkin itu artinya kita harus terus berupaya, gimana?kita mulai sekarang?" ucapnya seraya menaikkan alis.
"Genit!" Sarah mencubit pinggang suaminya. Kenzie tak peduli dengan cubitan istrinya, ia merengkuh bahu Sarah dan mulai memberikan sensasi di tubuh sang istri. Keduanya larut dalam penyatuan cinta.
***
Pagi itu sengaja Sarah mencoba membuat sarapan. Ia bangun pagi buta hanya untuk membuat satu porsi nasi goreng untuk Kenzie. Sesekali dia mengusap peluh yang membasahi kening. Selesai masak, cepat ia bersihkan dapur.
"Sarah? Kamu nggak apa-apa 'kan?" Kenzie sudah berada di sampingnya. Ditanya seperti itu, Sarah menggeleng.
"Kenapa emang? Salah ya aku bangun lebih awal?" balasnya dengan bibir mengerucut. Kenzie tertawa kecil mendengar jawaban sang istri.
"Ya nggak salah dong, Sayang. Cuma aku ...."
"Heran karena aku beda hari ini, gitu 'kan?" potong Sarah.
Kenzie mengangguk seraya meminum juice yang sudah disiapkan wanita itu.
"Aku tadi nyoba masak! Kamu boleh coba, tapi mungkin nggak seenak buatan kamu," ujar Sarah menghidangkan sepiring nasi goreng lengkap dengan sayuran dan kerupuknya. Mata Kenzie membulat, wajahnya tampak senang.
"Kamu bangun pagi untuk membuat ini semua?"
Wanita itu mengangguk tersenyum malu. Segera Kenzie duduk dan mulai menikmati masakan istrinya. Satu suap telah masuk ke mulutnya.
"Gimana? Enak?" tanya Sarah tak percaya diri. Kenzie mengangguk sambil terus memasukkan sendok demi sendok ke mulutnya. Menyaksikan itu Sarah tampak bahagia.
"Hari ini sepertinya aku pulang malam, kamu nggak apa-apa kan pulang sendiri?" tanya Kenzie setelah menghabiskan sarapannya.
Sarah mengangguk mengatakan bahwa ia juga akan ada janji bertemu klien. Setelah siap, Kenzie berangkat dilepas Sarah. Tak lama wanita itu pun pergi ke butiknya.
***
Kenzie bertemu beberapa orang yang berniat menggandengnya untuk mendirikan restoran dan kafe di sebuah tempat wisata. Tanpa ia duga, ada Steffi di sana. Ia menjadi salah satu dari partner bisnisnya. Perempuan itu masih terlihat energik meski dengan perut membuncit.
"Kamu nggak berat perut gede seperti itu?"
tanya Kenzie setelah meeting selesai. Steffi tergelak menggeleng, seraya mengusap perutnya.
"Justru dia yang jadi penyemangatku, Ken!"
Kenzie mengangguk mengerti.
"Eh, ayo makan siang dulu," ajaknya disambut anggukan Steffi. Mereka membaur bersama yang lain untuk menikmati hidangan. Meski Steffi dan Kenzie telah berpisah, tetapi mereka tetap berhubungan baik. Terlebih kini mereka terlibat kerja sama bisnis, hal itu akan sering mempertemukan mereka.
"Aku nggak nyangka kamu ikut proyek ini, Steffi," ujar Kenzie setelah menyelesaikan makan siangnya.
Steffi mengedikkan bahu, ia bercerita bahwa perusahaan suaminya lah yang mau tidak mau memaksanya untuk terlibat.
"Dia lelaki yang baik, Ken," ucap wanita itu mengenang sang suami. Kenzie mengangguk tersenyum.
"Bagaimana istrimu? Apa dia sudah hamil?" tanya Steffi mengalihkan pembicaraan.
Sambil tersenyum lelaki itu menggeleng.
"Belum, mungkin aku dan dia masih diberi kesempatan untuk lebih banyak berdua dulu," ucapnya seraya meneguk air mineral.
Steffi mengangguk. Tak lama mereka berdua kembali bergabung bersama yang lain untuk melanjutkan pembicaraan.
***
Hari-hari berjalan seperti biasa, siang itu Sarah ingin sekali menemui orang tuanya. Sudah cukup lama ia tak berkunjung ke sana. Ia berpikir untuk mengabari Kenzie.
Kebetulan besok adalah hari minggu dan ia bermaksud untuk bermalam di sana. Jarak yang tidak jauh membuatnya berniat mengajak sang suami. Gadis itu menghubungi Kenzie dengan ponselnya, tetapi tak ada sahutan. Setelah berulang kali akhirnya ia menyerah, dan meletakkan kembali benda pipih itu ke meja.
Belakangan ini Kenzie memang sangat sibuk. Sering pulang larut malam dan berangkat pagi sekali. Begitu juga saat ia di rumah, lelaki itu lebih fokus ke pekerjaan daripada menghabiskan waktu untuk berdua dengannya. Meski Sarah memahami itu, tapi tak urung Sarah merasa di nomor duakan.
Dengan hati kesal, ia memutuskan memesan taksi daring untuk pergi ke rumah orang tuanya. Sepanjang jalan ia kembali mencoba menghubungi sang suami, tapi kembali bisa menemukan kekecewaan. Kenzie sama sekali nggak menangkat ponselnya.
Perjalanan satu jam setengah tak terasa, akhirnya ia tiba di kediaman kedua orang tuanya. Sepi, hanya terdengar suara gemerisik dedaunan yang ditiup angin. Setelah membuka pagar, ia melangkah masuk ke pekarangan. Pelan ia mengetuk pintu. Terdengar sahutan dari dalam. Terbit senyuman di wajahnya.
"Sarah?" Sang Mama menyambut bseraya memandang sekeliling.
Gadis itu menghambur ke pelukan Mamanya.
"Kamu sendirian? Mana suamimu?" tanya Mama setelah mereka masuk.
Sarah menggeleng.
"Dia sibuk," sahutnya seraya menyandarkan tubuh ke sofa. Nora terlihat kurang puas mendengar jawaban putrinya.
"Sarah, kamu tidak sedang bermasalah kan?"
"Enggak, Ma. Sarah mau tidur dulu ya, capek." Gadis itu melangkah menuju kamarnya. Ia tak menghiraukan panggilan Nora yang mengajaknya makan siang.
***
Malam semakin merangkak, saat Sarah dan kedua orang tuanya bersantai di depan televisi selepas makan malam. Mereka saling bertukar cerita. Terlihat Sarah sangat bahagia bisa berada di tengah-tengah keluarganya, setelah cukup lama sibuk dengan pekerjaan dan tentu saja kehidupan barunya.
"Kamu sudah mengabari Kenzie kan?" tanya Satrio, papanya.
Wanita itu mengangguk. Tiba-tiba wajahnya berubah saat nama Kenzie disebut. Hal itu disadari oleh kedua orang tuanya.
"Kamu sedang menyembunyikan sesuatu, Sarah?" Nora bertanya pelan.
"Nggak kok, Ma. Cuma memang mungkin Sarah aja yang berlebihan."
" Maksud kamu?" Kembali Mamanya bertanya.
Dengan malas ia bercerita tentang kesibukan Kenzie akhir-akhir ini sehingga ia merasa terabaikan. Mendengar itu keduanya tertawa menyadari bahwa putrinya masih sangat kekanakan.
"Jadi kamu ke sini mau kabur begitu?" seloroh papanya. Cepat Sarah menggeleng menolak perkataan Satrio.
"Sarah udah ngajakin dia kok! Tapi ini ponsel dia nggak aktif, Pa," jelasnya kesal.
"Lalu sekarang kamu sudah coba lagi?" timpal mamanya.
Sarah menggeleng, menjelaskan bahwa ponsel suaminya masih tidak bisa dihubungi.
"Udah ah, Ma, Pa, Sarah ke kamar ya. Besok pagi Sarah mau beli nasi krawu buatan Mbok Yati yang bisa Sarah beli dulu. Masih ada kan, Ma?"
Mamanya mengangguk tersenyum. Sarah menjentikkan jarinya seraya mengucap yes, lalu pergi ke kamar.
***
Adzan subuh membangunkan Sarah, pelan ia buka mata mencoba mengumpulkan kesadaran bahwa ia tidak sedang di kediaman dia dan Kenzie. Saat ia meregangkan tubuh, wanita itu merasa ada seseorang tengah terlelap di sampingnya. Cepat dia menoleh dan bangkit.
Dengan mata menyipit ia menggeleng saat tahu bahwa Kenzie telah ada di sampingnya.
Masih kesal karena pesan dan teleponnya tidak di jawab, segera ia beranjak meninggalkan suaminya menuju ke kamar mandi.
Lima belas menit kemudian ia telah selesai, kening Sarah mengernyit melihat tempat tidur telah kosong. Sementara yang dia ingat jelas ada Kenzie tadi di sampingnya. Tak ingin berlama-lama ia segera mengambil mukena dan salat.
"Hai, Cantik! Marah ya?" sapa Kenzie saat ia selesai salat. Sejenak Sarah melirik ke arah suaminya yang ternyata baru saja pulang dari mesjid. Merasa harus memberi banyak pelajaran pada Kenzie, ia tak menanggapi ucapan sang suami.
"Sarah, maafin aku. Kemarin seharian ponsel aku tinggal di mobil. Sedang aku harus mengecek lokasi yang akan dipakai untuk kafe dan restoran kita," jelasnya.
Sarah masih diam, ia memang belakangan ini kesal dengan Kenzie. Mengetahui sang istri masih merajuk, cepat ia meraih bahu Sarah dan merengkuhnya lembut.
"Masih marah? Katakan! Aku harus berbuat apa?" bisiknya pelan.
Sarah menggeleng, melipat wajahnya.
"Oke, aku nggak bakal mengulanginya lagi deh," ujarnya kali ini seraya mengecup kening Sarah.
"Senyum?" Kenzie memohon.
Sarah menaikkan bibirnya sedikit, sehingga lelaki itu mendekapnya hangat.
"Mama bilang kamu pingin nasi krawu di ujung gang depan, 'kan?"
Wanita itu mengangguk. Kenzie tersenyum, ia mengajak Sarah untuk bersama-sama membeli sekaligus berolah raga.
***
Seharian mereka wisata kuliner, Sarah memanjakan lidah di tempat kelahirannya. Kenzie mengikuti saja apa kemauan sang istri. Hingga sore menjelang, mereka baru saja tiba di rumah. Saat keduanya tengah bersantai di teras, ponsel Kenzie bergetar. Sejenak dia melihat Sarah yang asik membalik-balik majalah mode.
Kenzie mengambil ponsel dan menerimanya agak jauh dari tempat Sarah duduk. Melihat itu Sarah merasa ada yang aneh dari sikap suaminya. Tak biasanya dia menjauh saat menerima telepon.
Mendadak wajah Sarah resah, sesekali ia melihat ke arah Kenzie yang masih menerima telepon itu. Cukup lama ia menunggu hingga lelaki itu menutup pembicaraan.
"Siapa yang telepon?" tanya Sarah menyelidik.
Kenzie mengusap wajahnya.
"Steffi, dia memintaku untuk ...."
"Steffi? Pantas kamu menjauh, ya udah lanjutkan pembicaraannya," potong Sarah beranjak pergi meninggalkan Kenzie yang kebingungan.
***
Garing, Gaes 🙈
Ya udah, komentarnya ditunggu yaa😘
Colek jika typo yaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top