Bidadari Keseleo . Bag 1
Holaa readers setia .... Semoga kisah ini juga bisa menghibur dan memberi manfaat buat pembaca sekalian.
Jika suka silahkan vote ya, jangan pelit kasi klik bintang yes kalian😁 udah baru deh capcuss baca.
🌼🌼🌼
"
Jika memang pernikahan dibuat untuk memberi rasa nyaman satu sama lain, lalu mengapa ada tangis dan luka, jika pernikahan menyatukan dua insan yang saling mencintai lalu kenapa ada perceraian?"
Masih tergambar jelas di matanya bagaimana wajah cantik Loli harus berakhir dengan siraman air keras suaminya. Demikian juga dengan Tania, dia terpaksa harus menerima gugatan cerai suaminya ketika laki-laki itu memilih wanita yang datang belakangan.
Belum lagi cerita teman lama yang harus hidup dalam kesewenang wenangan suaminya, hendak melawan namun tak berdaya, dia memilih tetap bertahan demi anak-anak.
Mengetahui semua itu Sarah harus berpikir ulang menerima kehadiran lelaki dalam hidupnya. Sarah Andriani, gadis berusia dua puluh tujuh tahun, anak pertama dari dua bersaudara.
Adik perempuannya baru saja menikah dua bulan lalu. Konon jika adik lebih dulu menikah, maka sang kakak akan sulit mendapatkan jodoh. Namun, hal itu bukan suatu yang menakutkan baginya. Dia lebih takut jika pernikahannya nanti tak bahagia.
Kedua orang tuanya jauh sebelum Gladys, sang adik menikah sering bertanya tentang pasangan hidupnya, namun gadis mandiri itu santai menanggapi.
Tentu bukan hal yang sulit baginya mendapatkan pasangan, meski postur tubuhnya tidak terlalu tinggi sekitar 159, namun Sarah memiliki wajah menarik. Hidung mancung dengan mata indah dan ada belah di dagu, membuat wajahnya menyenangkan untuk dipandang. Namun, justru kesulitan itu datang dari dalam dirinya.
"Loe terlalu pemilih, Sar!" ungkap Dea saat mereka berdua menikmati es krim di sebuah restoran cepat saji.
"Gue rasa wajar, Dea. Apalagi untuk seumur hidup!" sanggahnya cepat.
"Lalu, bagaimana dengan adik loe? Dia sudah lebih dulu dari loe memutuskan hidupnya."
"Itu pilihannya, dan dia berhak memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya," ungkap Renata diplomatis.
"Loe keras kepala, Sarah!" Dea menimpali tertawa.
Gadis itu tersenyum kembali menikmati es krim di depannya.
"Apa kamu masih teringat Mahardhika?" Dea menatap lekat Sarah. Gadis itu tersenyum miring kemudian menggeleng.
"Jangan pernah loe sebut nama itu lagi, Dea. Ini bukan tentang dia, lelaki itu sudah hilang dari hati gue sejak dia memutuskan pergi bersama Nayla."
"Sudahlah, kita cukupkan pembicaraan tentang ini, bagaimana kabar Shilla?" Sarah enggan melanjutkan pembicaraan tentang pribadinya.
"Baik, dia kemarin nagih janji loe, tuh!"
"Janji?"
"Hu umh! Loe lupa?"
"Ya Tuhan! Kenapa gue bisa lupa kasi kado ke dia, oke nanti sebelum kita pulang mampir ke toko mainan ya,"
"Oke."
***
Sarah gadis itu aktif di organisasi sosial di sela-sela kesibukan mengurus butik miliknya.
Kegiatan yang digeluti pun tak jauh dari kepedulian sesama perempuan terhadap kekerasan rumah tangga.
Selepas makan malam, Sarah dan kedua orang tuanya duduk bersama di ruang keluarga. Nampak wajah Sarah sedikit tegang menanti ucapan papanya.
"Sarah, kalau kamu belum juga menemukan jodoh, papa punya banyak stok untukmu, ada Mas Renggo teman papa yang baru aja ditinggal mati istrinya, ada Budi teman papa juga, ada lagi Pram ...,"
"Papa, apaan sih!" Sarah memutus ucapan papanya.
"Ya lagian, usiamu itu, Sarah! Sudah saatnya kamu berumah tangga," timpal mama seraya meletakkan secangkir kopi di meja.
"Ck, baru juga dua puluh tujuh, emang Sarah udah lima puluh apa?"
"Sarah, bagi wanita, usia segitu itu sudah sangat riskan, nanti masa produktif akan lewat!" Mama kembali berkata.
Sarah mengacak rambut. Selalu setiap mereka berkumpul, kedua orang tuanya tak bosan membicarakan masa depannya.
"Sarah, kami nggak mau kamu jadi perawan tua!" suara mama berubah pelan.
"Mama, tega banget bilangin Sarah perawan tua," protesnya.
"Justru karena mama nggak tega, kami yang akan mencarikan jodohmu," mama mendekati Sarah, bagaimana? Kamu setuju?"
Gadis itu mendengus kesal.
"Pa, Ma, Sarah seperti ini karena takut," ucapnya lirih.
"Takut? Apa yang membuatmu takut, Sayang?" Mama membelai kepala putri sulungnya itu.
"Sarah takut, nanti suami Sarah jahat, melakukan tindakan kekerasan, terus ujung-ujungnya bercerai seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini."
Sambil menghela napas, mama tersenyum.
"Ketakutanmu berlebihan, Sarah. Coba kamu lihat mama dan papa, tidak terjadi seperti yang kau pikirkan, kan?"
"Tapi tetap aja sarah takut."
"Lalu sampai kapan kamu terus ketakutan seperti itu, Sarah?" timpal papanya.
Pelan Sarah menggeleng.
"Jika terus seperti itu, jangan salahkan mama yang bilang kamu nanti jadi perawan tua."
"Papa, tega juga ih!" cetus Sarah.
"Maka dari itu, papa mau dalam bulan ini kamu bisa mengenalkan calon suamimu pada kami," tandas papa.
"What? Papa nggak becanda, kan?"
"No, dear! Papa tidak sedang becanda."
"Ma?" Sarah meminta pembelaan. Mama menggeleng.
"Kalau kamu masih seperti itu, papa akan menjodohkanmu dengan Pak Renggo atau siapalah teman papa di kantor itu."
Sarah melotot bergidik membayangkan teman papanya yang botak dan tentu sudah tak lagi muda.
***
Sarah terpekur menatap laptop, kertas berserak di meja, berbagai desain tergambar di atasnya. Pikiran gadis itu terpecah. Papa tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Gadis itu menyandarkan tubuhnya ke kursi seraya memainkan pulpen di tangannya. Tak lama terdengar pintu di ketuk.
"Masuk!"
"Hai, tumben loe suruh gue dateng ke butik? Biasanya janjian di kafe," Dea membuka pintu semringah.
"Elo kenapa, Sar?" tanyanya heran melihat wajah muram sahabatnya.
"Gue ...."
"Aah, gue tahu! Pasti orang tua elo nyoba jodohku elo lagi kan?"
"Bukan, tapi malah mau segera ngawinin gue!"
"What, bagus dong! Itu artinya elo bakal bebas dari predikat yang dibuat orang tua elo sendiri!" ucap Dea santai menghempaskan tubuhnya ke sofa. Dia tahu Sarah sangat takut untuk menikah, meski tak jarang gadis itu memberi pencerahan pada Sarah.
"Dea! Jangan becanda deh! Loe seneng liat gue punya suami tua, seumuran papa?"
Dea menutup mulut, matanya membulat mendengar ucapan Sarah.
"Sorry, elo serius itu?"
Sarah mendengus kesal.
"Gue diminta papa segera kenalin calon suami, kalau nggak ya, itu tadi, gue bakal dinikahkan sama teman papa."
Pipi Dea menggembung menahan tawa menatap Sarah yang resah.
"Jahat loe, ngetawain gue!" ketusnya.
"Sorry, haha, terus gue kudu gimana, Sarah? What can i do?"
"Ya bantuin gue cari solusinya! Masa nggak ngerti sih?"
"Elah, sendirinya amat loe, iya solusi cuma satu, Sarah!"
"Apa?"
"Cari pasangan lah! Makanya gue sering bilang elu terlalu pemilih! Sejak Mahardhika menikahi Nayla, elo susah banget memulai jatuh cinta, kan?"
Sarah menyeruput air mineral di depannya. Nampak dia tak bersemangat mendengar ucapan Dea.
"Bukan itu lah, Mahardhika itu kan emang gue yang putusin! Males aja sama cowok suka tebar pesona!"
"Iya, gue tahu, apalagi sejak elo sering dengar curhatan perempuan-perempuan korban kdrt, sempurna sudah keenggananmu!" sanggah Dea dengan suara tinggi.
"Terus gue gimana, De?"
Dea mengedikkan bahu menggeleng.
"Ya elo wajib cari pasangan, kenalin ke orang tua loe, cuma itu solusinya."
Ruangan pribadi Sarah hening, gadis itu tak bisa berpikir jernih saat ini. Mana mungkin menemukan pasangan secepat itu. Terlebih dia selama ini paling susah dekat dengan lelaki, bisa dihitung dengan jari lelaki yang dekat dengannya.
"Sarah! Elo kan cantik, mandiri, sukses pula! Gue tahu elo pernah dideketin sama beberapa cowok, emang kriteria seperti apa sih yang ada di benak loe?" tanya Dea menatapnya intens.
"Nggak tahu De, puyeng gue!"
Dea menghela napas dan membuangnya cepat.
"Bantu gue, De! Apa solusinya," pinta Sarah memelas.
Drrrtt ....
Ponsel Sarah berbunyi, senyumnya mengembang seketika melihat nama yang muncul di sana. Kenzie Abimanyu!
Yuhuuu, mau sambung nggak, haha. Banyak pe er gue, wkwkwkwk
Mau denger komentar readers dulu deh😘
Yang lain juga aku terusin kok, selow tapi, hihi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top