15. Restu Nenek
🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭🍭
"Gimana Ziyyadah menurut Ummi?" Kini kami duduk berdua menikmati pemandangan senja di teras rumah.
"Ummi sudah nggak sabar ingin melihat kamu nikah sama dia Has." Aku tersenyum bahagia sembari menatap ke arah beliau, pun Ummi membalasnya dengan senyum senang dan penuh harap.
"Berarti Ummi sudah merestui Hasbi untuk mengkhitbah dia?" Beliau tentunya mengangguk dengan mantap.
"Iya Hasbi. Kalau bisa secepatnya ya." Beliau menatapku dengan binaran netra penuh kegembiraan."Sepertinya Ummi juga sudah jatuh cinta pada Ziyya."
Aku menoleh ke arah Ummi menatapnya dengan kerutan dahiku, heran plus bingung. Ummi melebarkam senyumnya kemudian terkekeh.
"Jangan cemburu ya. Kalau nanti Ummi lebih sayang sama Ziyyadah dari pada kamu." Tatapan mataku melebar mendengar tutur katanya.
What?Aku nggak salah denger kan?. Batinku.
"Kok Ummi bilang gitu?"
"Hehe becanda Hasbi. Lagian entah kenapa, dari hati Ummi yang terdalam sudah merasa srek bin cocok dengan Ziyyadah.
Dia anaknya cantik dan sopan. Belum apa-apa sudah perhatian ke Ummi. Dan yang paling Ummi rasakan dari pancaran dan segala sikapnya itu Ummi merasakan ketulusan dan tak ada kepura-puraan dalam setiap jengkal tingkahnya.
Dia bersikap apa adanya di depan Ummi dan kakakmu. Meski awalanya memang ia tampak gugup dan canggung. Tapi setelahnya ia begitu cepat membaur dan akrab.
Begitupun dari segi penampilannya, tampak sederhana. Menambah aura kecantikan itu semakin terpancar di balik wajah putih nan ayunya secara Alami. Mungkin karena saking seringnya wajah itu dibasuh dengan air wudhu' kali ya. Sampai wajahnya berseri dan menenangkan untuk dipandang mata."
Aku menatap Ummi sembari menggeleng-gelengkan kepala pelan. Heran plus takjub dengan penjabaran Ummi yang berarti sedalam itukah Ummi memerhatikan gerak-gerik Ziyya tadi?
Ummi saja bisa panjang lebar menjabarkan pertemuan pertamanya dengan calon istriku itu.
Bagaimana kabar hatiku???
SENANG LUAR BIASA pastinya 😄
Ummi meraup wajahku perlahan. "Ngapain kamu natap Ummi kayak gini." Aku hanya bisa nyengir ala-ala kuda.
"Hehe Hasbi nggak nyangka aja. Ummi bisa seselektif itu merhatiin Ziyyadah."
"Iya dong. Pilih calon mantu harus selektif. Karena Ummi mau kamu menikah hanya sekali seumur hidup Hasbi." Kuukir senyum menatap Ummi kemudian menganggukkan kepala, sepakat dan mengamini pernyataan beliau barusan.
"In syaa Allah lusa kita langsung ke rumahnya Mi, gimana?" Ummi sontak menoleh ke arahku, detik kemudian melebarkan senyumnya dan mengangguk antusias.
Mengapa tak besok? Karena jadwal kegiatanku untuk besok full seharian dan bisa-bisa besok aku lembur.
Setelah mengantarnya pulang tadi. Aku langsung melanjutkan perjalanan menuju supermarket mengantar Kak Himma belanja.
Aku merasa sangat lega. Melihat dia tadi bahagia dan terlihat akrab dengan keluargaku, tak ada kecanggungan lagi.
Sepertinya aku memang tak salah pilih. Hatiku tak henti-hentinya memanjatkan rasa syukur karena sampai langkah ini dipermudah oleh-Nya.
Allahu akbar Allahu Akbar.
Terdengar lantunan suara adzan menggema. Pertanda waktu sholat maghrib telah tiba.
Kami berdua pun langsung beranjak masuk ke dalam rumah, untuk bersiap melaksanakan sholat Maghrib berjamaah.
Sejak kecil, almarhum Abi selalu menerapkan kepada keluarga ini, saat adzan berkumandang hendaknya semua aktifitas berhenti dan segera menyiapkan diri untuk melaksanakan sholat.
Kali ini aku sholat berjamaah di Masjid yang tak seberapa jauh dari rumahku, sedangkam Ummi sholat berjamaah dengan Kak Himma.
Mengingat keutamaan sholat di Masjid. Aku berusaha untuk bisa istiqomah di masjid selagi tak ada udzur apa pun.
Semenjak aku keluar dari pesantren, aku biasanya pergi ke Masjid bersama Abi. Seringkali Abi menasehatiku 'kalau laki-laki itu hukumnya sunnah muakkad sholat berjamaah di masjid dan keutamaannya, pahala jadi berlipat dan bisa menghapus dosa kita. Dan setiap langkah kita menuju Masjid di hitung pahala oleh Allah.'
Apakah kalian tak menginginkan ini?
📕📕📕📕
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَاحَ إِلَى مَسْجِدِ الْجَمَاعَةِ فَخَطْوَةٌ تَمْحُو سَيِّئَةً، وَخَطْوَةٌ تُكْتَبُ لَهُ حَسَنَةٌ، ذَاهِبًا وَرَاجِعًا
"Barangsiapa yang berangkat menuju masjid untuk shalat berjamaah, maka satu langkah akan menghapus dosa dan langkah berikutnya dicatat sebagai kebaikan, baik pada saat berangkat maupun kembali."
(HR. Ahmad)
📕📕📕📕
Sudah menjadi rutinitasku jika berjamaah maghrib di Masjid, maka Aku akan pulang selepas sholat Isya'.
"Assalamu'alaikum." Kuucap salam begitu tanganku memutar knop pintu. Terdengar jawaban salam dari arah ruang tengah.
"Hasbi udah datang, Nak. Makan malam dulu yuk," ajak Ummi yang baru saja kucium tangan lembutnya.
"Iya Ummi. Hasbi ganti pakaian dulu ya." Ummi pun mengangguk kemudian aku berlalu dari hadapannya menuju lantai atas, ruang kamarku.
--**--
"Rencananya kapan Dek kamu mau khitbah Ziyya?" Kami bertiga telah selesai makan, tinggal Aqila yang masih disuapin Kak Himma.
Aku beranjak mengambil piring Ummi yang telah kosong menumpukkan di atas piringku yang juga telah tak berbekas satu butir nasi pun.
*Tahukah kamu? Dengan kita mau mencuci piring kotor sisa Ummi kita makan, merupakan salah satu bentuk birrul Walidain (berbuat baik kepada orang tua). Betul kan?
"In syaa Allah lusa Kak. Terlalu cepatkah?" tanyaku sembari meneruskan langkah ke arah tempat cuci piring.
"Malah lebih cepat lebih baik lah Dek." Kak Himma menoleh ke arahku kemudian mengukir senyum.
"Do'a nya ya Ummi, Kak." Aku menoleh kepada keduanya kemudian meraih spon dan meneteskan sabun ke arah piring. Lalu menggosokkan kepada setiap sisi piring yang kotor. Terakhir bilas deh. Bersih kan?? *Kalau udah bersih letakkan di raknya ya. 🙃
"Iya Nak. Semoga semuanya berjalan dengan lancar tak ada halangan apa pun." Ummi yang menimpali doa, dengan serempak kami mengamini.
"Hasbi ke kamar dulu ya Mi, Kak." Setelah mengelap kedua tanganku yang basah. Aku melangkah menuju tangga menuju kamar, berniat akan menghubungi Ziyya. Semoga saja dia belum tidur. batinku.
Setelah menutup knop pintu, tanganku meraih handphone yang berada di atas nakas.
"Assalamu'alaikum" send calon istri❤
Aku duduk di pinggiran kasur menunggu balasan darinya.
Menit kemudian. Cting.
Bibirku mengukir senyum senang, ternyata dia beneran belum tidur. Aku pun membuka pesan.
"Wa'alaikumsalam warohmahtullah wabarokatuh."
📱 kutekan tombol 📞 memanggil
"Belum tidur?" Langsung aku memberikan pertanyaan ini begitu panggilan tersambung.
"Belum Pak."
"Lagi ngapain?"
"Ngerjain tugas."
"Emmm... maaf saya ganggu nih?"
"Mmm eng-enggak kok Pak. Ini sudah mau selesai."
Kumiringkan bantal, kemudian menyandarkan punggung ku ke sana.
"Ya udah ... Aku hanya ingin kasih kamu kabar." Aku diam. Ingin mendengar responnya.
"Kabar apa Pak?"
"In syaa Allah lusa saya dengan Ummi akan ke rumahmu. Akan aku lanjutkan tahap ta'aruf kita ke jenjang berikutnya." Hening, tak ada sautan suaranya.
"Kamu paham kan maksud saya?"
Masih hening. Tak ada sautan suara darinya.
"Ziyyadah."
"I-iya Pak." Terdengar dia gugup, kaget kali ya mendengar aku secepat ini melangkah. 😊
"Kamu ngerti kan maksud saya datang ke rumahmu?"
"In syaa Allah Pak. Tapi- "
"Kenapa? Apa kamu ada acara malam itu?"
"Nggak Pak. Tapi bolehkah saya tau secara pasti tujuan Bapak ke sini?
Ya Ampun ... ini anak ya. Bener-bener bikin gemes, racauku dalam hati. Masak iya sih dia nggak tau kalau aku ke sana akan khitbah dia?
Atau memang setiap wanita itu ingin kepastian dengan kata yang jelas?
"Oke." Kuhirup udara dalam, lalu menghembuskannya perlahan sebelum melanjutkan ucapanku. Menetralkan Hatiku yang semakin berdebar.
"Ziyyadah Khoirun Nisa'. In syaa Allah besok lusa saya akan datang bersama Ummi ke rumah kamu dengan tujuan ingin mengkhitbahmu." Akhirnya aku menghela napas lega begitu kalimat yang membuat hatiku berdebar-debar.
"Sudah jelaskah?"
"I-iya Pak. Sangat jelas. Syukron"
Taukah Pak Hasbi jika saat ini Nisa sedang menutup mulutnya agar ia tak berteriak kegirangan? 😀😀😀
"Ya sudah ... itu saja yang ingin saya sampaikan. Semangat ya ngerjain tugasnya, jangan tidur larut."
"Iya Pak In syaa Allah. Terima kasih."
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam warohmatullah wabarokatuh."
🌱🌱🌱🌷🌱🌱🌱
"Pagi Nek." Aku duduk di dekat nenek yang baru saja usai menyiapkan sarapan pagi dengan Mbak Inah. Tadi selepas Shubuh aku sudah izin ke nenek kalau pagi ini aku tidak bisa membantu masak, karena harus menyelesaikan tugas semalam yang belum kelar.
Aku menuruti titah calon suamiku untuk tidak tidur larut. Jadi ... selepas telpon hanya sebentar aku lanjut, lalu istirahat.
Anggap saja belajar jadi istri sholihah yang patuh sama calon suami.
"Pagi sayang ... tumben jam segini belum siap-siap?" Nenek mengambilkan 2 piring untuk dirinya sendiri dan satunya lagi diletakkan dihadapanku.
"Nanti baru ada matkul jam 9 Nek. Jadi berangkatnya siangan, karena yang jam pagi libur." Aku mulai menyendokkan nasi goreng untukku dan juga untuk nenek.
Nenek hanya ber Oh riya. Baru setelahnya kami makan dalam hening setelah membaca doa.
Selepas makan, kami berdua duduk santai di gazebo belakang rumah. Menikmati pemandangan taman bunga berukuran mini, karena lebar pekarangan belakang ini hanya bekisar 4 meter persegi. Dengan gazebo kecil yang hanya cukup untuk 4 orang duduk santai.
"Nek."
"Hem ..."
"Kalau menikah sebelum lulus kuliah menurut Nenek gimana?" Sontak Nenek menoleh ke arahku. Menatapku lekat dengan penuh kecurigaan. Aku yang ditatap malah sibuk mengayunkan kakiku dibagian tepi gazebo ini menatap datar ke depan.
"Kamu sedang jatuh cinta?" Nenek menatapku dengan dahi berkerut, tampak. Aku hanya tersenyum tanpa mengeluarkan kata sedikit pun.
"Siapa laki-laki beruntung yang berhasil menggaet hatimu Nisa?" Nenek melepas kaca mata yang sejak tadi bertengger, kemudian meraih telapak tanganku.
"Laki-laki yang Nenek jodohkan ke Nisa waktu di rumah sakit." Hatiku berdebar, tapi tak membuatku canggung untuk berterus terang, karena aku sudah terbiasa berbagi cerita kepada nenek sebelumnya.
Kerutan di dahi Nenek semakin berlipat-lipat. Tapi kerutan itu kini berubah menjadi sebuah arti kalau beliau sedang berpikir.
Memutar memori otak kembali ke masa lampau.
Satu menit kemudian
"Dosen kamu yang di kampus?. Namanya siapa ya? Kok Nenek lupa." Dia menepuk-nepuk punggung tanganku.
Aku hanya bisa tersenyum menatap perempuan yang semakin menua dimakan usia di hadapanku ini. Tapi kecantikannya sejak mudanya seakan tak berkurang.
"Ha-Hasbi kan ya?" Aku mengangguk pelan. Hatiku seakan bersorak senang saat nenek berhasil mengingat nama dia.
Kini kulihat diwajahnya tercetak senyuman merekah.
"Sebenarnya Nenek sudah bisa menebak sih dari pertemuan kalian waktu di Rumah Sakit. Apalagi waktu Nenek bilang mau jodohin kalian. Ketahuan lo muka kamu merona." Nenek menjawil pipiku mulai menggoda.
"Iih ... masak sih Nek? Emang Nenek waktu itu merhatiin Nisa?" Aku bergelayut manja menarik tangan Nenek, merasa malu ketika ketahuan kayak gini. Aku tak nyangka waktu itu nenek merhatiin mimik wajahku.
Nenek terkekeh. "Kamu kan cucu kesayangan Nenek Nisa. Kamu tinggal sama Nenek juga nggak baru-baru ini kan. Jadi nenek sudah hafal kebiasaan dan gelagat-gelagat kamu seperti apa." Aku memeluk Nenek dari samping, menunjukkan rasa sayangku kepadanya.
"Makasih ya Nek. Selama ini Nenek selalu ngertiin Nisa."
"Sama-sama Sayang. Makasih juga kamu masih mau tinggal dan mau direpotin nenek yang makin tua ini." Beliau mengusap pucuk kepalaku dengan sayang.
"Nisa kan sayang sama Nenek dan sudah menjadi kewajiban Nisa untuk jagain Nenek. Jadi nenek nggak perlu bilang terima kasih." Aku menatap beliau dengan kepala yang masih bersandar di pundaknya.
"Iya Nisa. Nenek juga sayang sama Nisa. Nenek sangat setuju dan merestui kalau kamu jodoh dengan nak Hasbi. Tapi ..." Nenek menghentikan ucapannya lalu menatapku.
"Kenapa Mek?" Aku yang penasaran akhirnya bertanya.
"Apa nak Hasbi juga ..." kembali ucapannya menggantung.
"In syaa Allah besok lusa pak Hasbi dan Umminya ke sini." Dengan mata berbinar penuh pancaran kebahagiaan aku mengatakan ini. Senyum Nenek langsung merekah.
"Benarkah?" Aku mengangguk cepat.
"Apakah itu sudah membuktikan kalau Pak Hasbi juga memiliki perasaan yang sama dengan Nisa Nek?" Aku kembali memainkan kakiku mengayun-ayun, menatap batu-batu yang berwarna putih di bawahku.
"Iya In sya Allah Sayang. Kalau dia nggak cinta sama kamu, nggak mungkin kan dia mau khitbah kamu." Aku menoleh ke arah Nenek kemudian mengulum senyum. Nenek pun membalasnya dengan hal yang sama.
"Emang Nenek yakin dia ke sini mau khitbah Nisa?"
"Ish ... kamu ini memang dianya nggak bilang ke sini dengan tujuan apa?" Nenek mencubit pipiku pelan, sepertinya gemas kepadaku yang banyak tanya ini. Aku yang menjadi korban cubitan akhirnya bisa nyengir saja.
"Kemarin sepulang kuliah, sebenarnya Nisa dari rumah Pak Hasbi untuk menemui Umminya." Nenek menatapku intens dengan ekspresi terkejut.
"Sama siapa kamu ke sana? Kok kamu nggak cerita ke Nenek?"
"Hehe maaf Nek. Nisa malu dan belum berani mau cerita sama Nenek. Kemarin ke sana, sama kakak perempuannya Pak Hasbi yang jemput ke sini."
Obrolan kami pun terus berlanjut, Aku bercerita dari awal saat pak Hasbi mengajak ta'aruf sampai pertemuan dengan Umminya kemarin.
Alhamdulillah ... setelah kuceritakan semua. Aku mendapat respon positif dari Nenek, beliau tampak begitu bahagia dan sangat antusias. Sampai-sampai, Nenek merencanakan akan langsung menghubungi Ayah dan Ibu di kampung perihal akan dikhitbahnya diriku.
"Maa syaa Allah. Begitulah laki-laki yang gentle itu Nisa. Tak mengumbar pesona dan PDKT saja, lalu mengajak pacaran atau hanya mengungkapkan cinta. Tapi langsung mengajak kamu ta'aruf agar saling mengenal dan tak menunggu lama, jika cocok langsung khitbah. Itu bukti kalau dia benar-benar cinta kamu tulus, karena orang yang sungguh-sungguh mencintai akan membahagiakan orang yang dicintai, tidak dengan cara menjerumuskan ke lembah api jahannam."
---***---
"Yuk Fin." Ajakku setelah menyelempangkan tas di pundak kananku. Beranjak dari bangku, begitu usai mata kuliah siang ini.
Tepat pukul dua siang kami menyisiri koridor kampus yang masih tampak ramai. Sebagian besar penghuni kampus masih belum menyelesaikan mata kuliahnya dan ada juga sebagian yang lain menunggu pergantian mata kuliah dan memilih mengobrol di luar kelas.
"Ehm ... cewek." Suara laki-laki mulai menggoda, saat kami lewat di depannya. Kami pun tak menggubrisnya memilih terus berjalan lebih cepat.
"Idih ... sok kecapekan banget ya. Jual Mahal," ucap laki-laki yang telah kulewati karena tak kugubris.
"Emang cakep gitu b
Bro ... cwit ... cwit ...
udah punya pacar belum Neng? Kalau belum, Abang masih jomblo nih." Ada satu cowok lagi yang tak menyerah untuk mengejar langkah kami, sehingga berhasil menghadang kami berdua.
"Maaf Kak. Kami sedang buru-buru," ucapku menunduk mencari celah untuk melangkah tapi masih saja dihadang.
"Buru-buru kemana sih Neng. Santai dulu lah sini sama Abang ... ya ya." Fina semakin menggenggam tanganku erat. Kayaknya ni anak takut banget. Sama sebenarnya, Aku pun takut.
"Maaf Kak. Kami mau lewat dan anda menghalangi jalan kami." Aku menatapnya garang, dengan ekspresi orang marah.
"Waw ... makin cantik lo kalau si Enengnya marah gitu."
"Astaghfirullahal'adhzim." Aku menunduk kembali. Ya Allah lindungilah hambamu ini dan berilah kami pertolongan.
Dalam situasi kayak gini. Aku jadi ingat Dira, Dia sosok perempuan tangguh yang cuek dan tegas banget sama laki-laki. Selama ini jika ada laki-laki yang menggodaku dialah yang biasanya melindungi.
Tatapan galaknya super ampuh dan didukung dengan suara cemprengnya membuat para cowok enggan berhadapan dengannya.
Apalagi di kampus ini Dira terkenal sebagai cewek tomboi yang jago beladiri, sehingga cowok-cowok pada ngacir kalau dia yang ngadepin mereka.
"Dika. Ayo masuk kelas." Suara berat seorang lelaki di samping kami tiba-tiba menggema.
Sosok dosen muda yang juga terkenal tampan di fakultas ini. Bedanya dengan Pak hasbi, ia tak menjadi idola lagi bagi para cewek di sini, semenjak beliau telah melepas masa lajangnya.
Dialah Pak Muhammad Mukhlis Afandi. Dosen pengajar Bahasa Arab yang terkenal tegas dan disiplin dalam mendidik mahasiswanya.
"I-iya Pak." Laki-laki yang berulah itu akhirnya gelapan dan dengan cepat berlalu di hadapan kami.
"Syukron kastir Pak. Permisi" Aku menatap sebentar lalu menganggukkan kepala tanda pamit diri. Begitu pun Fani tak lupa mengucapkan salam.
"Fiuhhhh ... leganya Nis. Besok-besok jangan lagi deh lewat depan kelas BSA, kapok nih." Helaan napas Fina terdengar begitu melegakan. Memang tadinya niat mengajak lewat di sini agar lebih cepat. Eh ... nggak taunya ketemu mereka.
Aku hanya bisa tersenyum melihat tatapan Fina, kemudian menganggukkan kepala.
"Kita nanti mampir ke kedai buah dulu ya Fin?" Kuserahkan helm kepada Fina yang berdiri di belakangku.
"He'em," jawabnya. Motorku pun mulai melaju setelah memastikan Fina telah duduk dengan nyaman di belakangku.
10 menit berselang, Kutepikan motorku ke arah kiri. Mampir di kedai buah yang memang berada di pinggir jalan.
Memilih-milih beberapa macam buah untuk di bungkus ke dalam keranjang membentuk parsel nantinya.
Saat memilah-milah mana buah jeruk yang bagus, tiba-tiba satu buah jeruk itu terjatuh.
Aku langsung menjongkokkan tubuhku hendak mengambilnya. Tapi saat netra ini menatap ke arah bawah, kutemukan sebuah dompet terjatuh dari seseorang yang baru saja melintas di sampingku.
Menemukan benda berharga seperti ini, merupakan ujian untuk manusia. Apakah ia bisa menjadi orang yang jujur atau malah sebaliknya.
Jika kita jadi orang jujur maka kita akan mengembalikan pada pemiliknya karena ini bukanlah hak kita untuk memilikinya.
📕📕📕📕
وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ
Artinya: Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta
(Q.S. Al-Ankabut: 3)
📕📕📕📕
Aku pun segera memungutnya. "Eh.. Mas ... Mas!" Agak berteriak aku memanggilnya sembari mengejarnya.
Langkahnya pun terhenti tak jauh dariku.
Begitu punggung itu berbalik.
" Kak Fadhil," ucapku terkejut
"Nisa."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳
Kejujuranmu merupakan cermin bahwa kau orang yang amanah.
(Akhwatul_Iffah)
🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄
13Rojab 1440H
*Assalamu'alaikum sahabat
Alhamdulilah bisa publish hari ini ya.
Di part ini muncul sosok Mukhlis di ceritaku yang berjudul "Hayatiy".
Yang belum baca bisa buka lapak sebelah ya. 😄
Adakah yang kangen???
Semoga bermanfaat 😄
Kasih kritik sarannya dong dikolom komentar setelah baca part ini.
Gimana kira-kira kesan anda cerita ini???
Dan apa pesan untuk penulis agar cerita ini lebih menarik dan bermanfaat ???
Syukron.
Jangan lupa tekan bintangnya biar nyala ya 🙃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top