12. Tersebarnya Fitnah

💮💮💮💮💮💮💮💮💮💮💮💮💮💮💮

Kepalaku mendongak, penasaran dengan sumber suara yang muncul.
"Kak Fadhil," ucapku lirih.

Tampak ia tersenyum lalu duduk di sampingku dengan jarak yang tak dekat. "Lama banget ya kita nggak ketemu."

"Bukannya beberapa hari yang lalu kita ketemu di kampus Kak?." Dengan tetap menatap arah depan aku menanggapinya.

Terdengar kekehan darinya."oh iya ya ... aku lupa. Aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Jadi melupakan banyak hal. Kecuali .... "

Aku menoleh ke arahnya saat dia terdiam, memutus ucapannya sendiri. Tampak ia menatap ke arah depan dengan senyum merekah dibibirnya
"Kecuali apa, Kak?" Aku yang tak mampu menutupi rasa penasaranku akhirnya bertanya.

"Kecuali kewajibanku sebagai muslim." Dia membalas tatapanku dan kembali terkekeh. Aku yang kini berpaling dari tatapannya hanya ber oh ria.

"Dan ... perihal perasaanku kepadamu Nisa." Sontak kepala ini kembali menoleh, kerkejut dengan apa yang ia ucapkan barusan.

"Bagaimana? Apa kamu sudah mempunyai jawabannya?" Kepalaku akhirnya tertunduk. Apa yang aku khawatirkan dari tadi, akhirnya terucap juga dari lisannya.

Ya Allah ... bolehkah aku jujur tanpa menyakiti hati dia? Kegugupan menderaku ditengah debaran hati yang mulai bergerak cepat.

"Masih belum cukupkah waktu 2 tahun untuk kamu berpikir? Atau ...." dia kembali terdiam dan mengalihkan tatapannya kembali ke depan.

"Atau kamu sudah melupakan hal ini?" Ketegangan menyelinap diantara kami. Aku gugup, mulutku mengatup rapat seakan terlengket oleh sebuah perekat.

"Nisa ...." dia kembali menoleh ke arahku. Mendesakku untuk angkat suara seperti menagih hutang yang berupa jawaban.

"Ma-maaf Kak." Kugigit bibir atas dan bawah bergantian. Sangat segan untuk menolaknya, karena hanya dengan alasan tak cinta aku ingin menolaknya.

Padahal jika dinilai dari segi ilmu agama dan akhlaknya, Kak Fadhil adalah sosok rojul sholih (laki-laki yang baik) dan memang cocok banget untuk dijadikan sosok imam.

Tapi apalah daya, hatiku tak bergetar saat di dekatnya. Dan aku sendiri tak bisa memaksakan untuk menghadirkan cinta dalam hati untuknya.

Apalagi kini ... hatiku telah terlanjur melabuhkan rasa cinta kepada laki-laki lain yang belum lama aku kenal.

Padahal ... jika saja aku boleh memilih. Kenapa hati ini tak ada cinta untuk dia yang selalu memperlakukanku penuh kasih dan sayang? Orang yang sudah kuketahui tabiat kebaikannya selama ini, orang yang selalu melindungi dan banyak memberikanku kebahagiaan.

Dan kenapa hati ini malah memilih seseorang yang aku belum tau karakter dan tabiat asli orang itu? Baru pertama bertemu dengan dia, hatiku telah merasakan debaran, sedangkan saat tak bertemu hati ini merasakan kerinduan.

Ya Allah ...
Beginikah uniknya rasa cinta?. Tak bisa ditebak akan berlabuh kepada siapa? dan tak bisa dipaksa agar berlabuh kepada siapa?

"Nisa ... Ka Fadhil...." Dari kejauhan terdengar suara cempreng Dira yang terlihat berjalan ke arah kami.

"Ya sudah Nisa. Kamu nggak perlu jawab sekarang. Biar saya saja yang nantinya akan kasih kamu kejutan." Keningku membentuk garis menatapnya heran dan penasaran.

"Kejutan?" Aku bertanya kepadanya yang ia jawab dengan anggukkan kemudian tersenyum sangat manis.

"Kamu tunggu saja tanggal mainnya ya." Dia terkekeh setelah mengatakan itu bersamaan dengan langkah kaki Dira yang telah sampai di hadapan kami.

"Kalian kok tega sih, ninggalin aku sendirian." Dira yang baru langsung duduk di sampingku mengerucutkan bibirnya, kesel nih anak kayaknya.

"Perasaan yang dari tadi asyik sendiri dan aku dicuekin tuh kamu deh." Dia yang mendengar ucapanku kini hanya menyengir kuda menatapku.

Tatapanku masih tetap ke arah anak-anak yang sedang bermain di taman depan.

"Hehe Sory ... soalnya aku kangen udah lama nggak berkunjung ke sini."

"Ya ya ya ..." aku hanya mengangguk-anggukkan kepala seraya mengayunkan kedua kakiku yang tak berpijak dalam posisi duduk seperti ini.

🌱🌱🌱🌻🌱🌱🌱

Matahari tampak akan tenggelam dan aku baru saja menginjakkan kakiku di teras Rumah.

Aku sampai rumah setelah seharian mengajak ummi dan kak Himmah beserta si kecil Aqila jalan-jalan, berbelanja dan bermain di taman kota.

"Sini sayang. Aqilanya gendong bunda ya. Kasian Amminya capek." Aqila yang sejak tadi tampak nyaman di gendonganku menggeleng.

"Biar saja kak. Kayaknya Aqila masih kangen ya sama Ammi?" Dia mengangguk menatapku tersenyum, membuatku begitu gemas untuk tak mencium pipi gembulnya.

"Hmmm acemmmnya si dedek... mandinya sama Ammi aja ya." Kakiku terus melangkah menuju ruang tengah. Aqila yang kutawari mandi tampak antusias menganggukkan kepalanya.


---***---

Setelah Sholat berjamaah yang dilanjutkan malam malam. Di ruang keluargalah tempatku kini bersama sikecil.

"Ammi... nanti Aqila boboknya sama Ammi ya." Aqila yang berada dipangkuanku menatapku memohon.
Kini kami sedang bersantai nonton Film kartun kesukaan nya.

Belum juga aku sempat menjawab tiba-tiba dia berucap agak menjerit.

"Ammi... itu itu kenapa sih... kucingnya beyantem teyus ama tikusnya?"

"Karena Tikusnya suka godain kucingnya."jawabku asal.

"Ihh... Ammi liatin itu tuh... kucingnya jatuh kelumpul hahahaha..." akupun ikut tertawa dengannya.

Hampir satu jam kami berdua asyik nonton, tertawa dan bercanda hanya berdua. Sampai akhirnya "Aqila... bobok yuk sayang, udah mau jam 9 nih." Suara Kak Himmah tiba-tiba saja terdengar di sebelahku.

Aqila beringsut mendekatiku, mendekapku kemudian menggeleng "Qila boboknya ama Ammi."

"Tumben sih nih anak nempel mulu sama kamu. Kamu apain sih Dek?." Kak Himma yang kini duduk di sampingku mulai heran. Aku pun sebenarnya begitu.

Memang sih Aqila deket sama aku, tapi belum pernah juga dia minta mandi dan tidur pun sama aku kayak gini.

"Mungkin kangen sama Ayahnya kali, Kak."
Tampak kak Himma berpikir.

"Iya bisa jadi sih. Mana Ayahnya pergi ke luar kota yang agak sulit sinyal lagi. Jadi nggak bisa video call an sama Aqila. Padahal biasanya kalau udah keluar kota gitu, Mas Rizqi hampir setiap hari nyempetin menyapa Aqila lewat Video call."
Aku mengangguk-angguk paham dengan penjelasan Kak Himma yang memang kemungkinan ini anak kangen sama Ayahnya.

Tanganku mulai mengelus pucuk kepalanya, Dia yang kini berada di pangkuanku hanya diam saja. Kemudian tampak dia mulai menguap.

"Aqila udah ngantuk ya? Yuk boboknya di kamar Ammi ya?" Dia mengangguk sembari mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, begitu lucu dan menggemaskan.

"Hasbi tidurin Aqilanya dulu ya, Kak." Aku pun beranjak setelah mendapat Anggukan kak Himma. Televisi ... kini beralih menjadi kuasanya.

Aku mulai melangkahkan kaki menuju kamar dengan sesekali mencium pipi Aqila yang bikin aku gemes dari tadi.

"Baca Doa dulu ya, Sayang sebelum bobok," ucapku begitu usai merebahkan tubuh mungilnya.

"Bismillahillohmanillohim. Bismikallahumma ahya wabismika amut. Aamiin." Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya kemudian mulai memejamkan matanya.

Aku tersenyum sendiri melihat pemandangan ini. Ternyata gini ya kalau punya anak. Menatap wajahnya yang tak berdosa membuat hati ini bahagia.

Apalagi mendengar dia sudah pandai baca doa. Membuatku kagum, pasti Kak Himma mengajari Aqila dengan telaten setiap hari.

Ya Allah, Ya Rohman, Ya Rohim, Ya malik, Ya Quddus, Ya Salam, Ya Mukmin, ya Muhaimin....

Sembari kulantunkan lagu Asmaul Husna, kuusap pucuk kepalanya pelan. Begitu usai lagu ini. Tampak ia telah terlelap, terbukti kini deru napasnya mulai teratur.

Akupun beranjak perlahan menuju kamar mandi untuk menyucikan diri dari hadas kecil, Wudhu'. Kemudian membaca
📕Qulhuwallahu Ahad, Allahush Shomad, lam yalid walam yulad, walam yakun lahu kufuwan ahad. (Al-Ikhlas) 3 x.
📕Allahumma Shalli ala Muhammad wa Ali Muhammad wa Alal Anbiya-i wal Mursalin.
📕 Astaghfirullah lil mukminina wal mukminat).
📕Subhanallah, wa-Alhamdulillah wa Laa ilaa ha Illallah wa-Allahu Akbar.
Kemudian miring menghadap Kiblat dengan kedua tangan berada dibawah kepala.

📕📕📕📕

Rasulullah tidak pernah tidur sebelum mencium Fatimah.
Pernah suatu ketika ditegur dan ditanya salah satu istrinya, kenapa engkau selalu mencium Fatimah?

Rasulullah menjawab, 'setiap aku rindu surga aku mendapatkan semerbak bau harum surga pada diri Fatimah'.

Suatu hari Siti Fatimah sudah masuk di kamarnya, sudah di dalam selimutnya, mau tidur.
Rasulullah mengetuk pintu kamarnya, kemudian Rasulullah masuk dan Siti Fatimah bangun, kata Rasulullah 'jangan, tetaplah kamu di tempat tidurmu'.

Kemudian beliau bersabda ''putriku Fatimah, kamu jangan tidur sebelum mengkhatamkan Al-Quran. Kamu jangan tidur sebelum menjadikan seluruh nabi memberikan syafaat untukmu. Kamu jangan tidur sebelum merelakan atau memberi kerelaan kepada seluruh kaum mukminin-mukminat di dunia ini. Dan terakhir wahai putriku Fatimah jangan kamu tidur sebelum kamu Umrah dan Haji''.

Permintaan yang sulit semua. Sebelum tidur khatam Al-Quran. Sebelum tidur menjadikan seluruh Nabi memberikan syafaat. Sebelum tidur merelakan kaum mukminin-mukminat. Sebelum tidur Umrah dan Haji. Aku berpikir penuh rasa penasaran.

Siti Fatimah terkejut mendapatkan perintah ini. Sebelum sempat Fatimah berkata, Rasulullah shalat dua rakaat di kamar Siti Fatimah. Siti Fatimah duduk menanti selesai shalat ayahnya untuk menanyakan tentang perintah tadi.

Setelah Rasulullah salam, Siti Fatimah berkata, 'ayahku, siapa yang mampu sebelum tidur khatam Al-Quran, menjadikan para Nabi memberi syafaat, merelakan seluruh kaum mukminin-mukminat, dan melaksanakan Umrah dan Haji?'

Rasulullah tersenyum kemudian beliau bersabda, 'bukan begitu putriku, bukankah engkau

kalau membaca Qulhuwallahu Ahad (Surah Al-Ikhlas) sebanyak 3x dihitung seperti khatam Al-Quran.

Kedua, bershalawatlah kepadaku dan seluruh para nabi, nanti kami semua siap memberi syafaat.

Ketiga, doakan kaum mukminin-mukminat; Astaghfirullah lil mukminina wal mukminat, supaya semua kaum mukminin-mukminat rela kepadamu.

Ke empat, Umrah dan Haji yang kumaksud ialah membaca; Subhanallah, walhamdulillah, wa Laa Ilaha Illallah, wa Allahu Akbar, maka pahalanya seperti kamu melakukan Umrah dan Haji'.

Jadi inilah amalan yang diajarkan Rasulullah kepada putrinya Fatimah. Dan mari kita amalkan dan ajarkan kepada anak-anak kita:

1. Membaca Qulhuwallahu Ahad (Al-Ikhlas) 3 x.
2. Shalawat kepada para Nabi (Allahumma Shalli ala Muhammad wa Ali Muhammad wa Alal Anbiya-i wal Mursalin).
3. Mendoakan kaum Muslimin (Astaghfirullah lil mukminina wal mukminat).
4. Kemudian membaca (Subhanallah, wa-Alhamdulillah wa Laa ilaa ha Illallah wa-Allahu Akbar).

📕📕📕📕

----***----

Pagi menyapa, tepat pukul 6 lebih 30 menit mobilku berhenti di parkiran kampus.

Segera kakiku melangkah, hendak menuju ruanganku dengan menenteng tas hitam di tangan kananku.

"Pak Hasbi ...." Terdengar suara panggilan namaku dari arah belakangku.  Otomatis aku memutar tubuh.

"Bu Mira ...." Aku menyebut nama perempuan yang kini berdiri di depanku.

"Alhamdulillah akhirnya Bapak masuk kampus. Bagaimana kabarnya?" Wajah senang tergambar dari raut wajahnya.

"Alhamdulillah baik." Aku menatap arah samping, melihat gerombolan mahasiswa yang mengobrol di depan kelasnya.

"Soal pernyataan waktu itu bagaimana Pak?"

Degh...
Degup jantungku bergerak cepat. Aku baru ingat akan hal itu. Tapi aku sudah punya jawaban sejak awal sebenarnya. Hanya saja waktu belum memberi kesempatan padaku.

Tanpa basa basi lagi aku pun menjawab, "Maaf Bu Mira. Saya tidak bisa membalas perasaan yang sama dengan Ibu. Sekali lagi maaf." Aku segera berbalik kembali, tapi terhenti.


"Tapi Pak. Apakah Pak Hasbi tak mau memberi saya kesempatan meski sekali saja?" Aku hanya menggeleng lalu bilang maaf lagi.
Langkahku bergegas menjauh darinya.

Aku tak mau mempermainkan perasaan wanita, saat aku tak ada rasa dengannya langsung aku jawab tak bisa. Begitulah prinsipku sejak dulu.

Baru saja aku bertemu dengan seseorang yang membuatku enggan tersenyum. Tapi kali ini senyumku merekah saat melihat seorang wanita yang sedang asyik berbincang, berjalan dari arah berlawanan.

"Astaghfirullahal'adhzim." Apa yang baru saja aku pikirkan membuatku beristighfar.

Tak baik menjadikan seseorang penyebab enggan senyum. Bukankah kepada siapa pun hendaknya kita sapa mereka dengan ramah dan senyuman. Karena itulah yang bisa menjadi kebaikan remeh tapi dianggap shodaqoh yang pastinya berpahala.

"Ziyyadah ..." ku panggil dia.
Iya.. dia calon bidadariku, yang membuat hatiku saat ini mulai merasakan debaran kencang.

"Pa-pak Hasbi." Sebutnya gugup saat netranya menatap sosokku.

"Assalamu'alaikum, Pak Hasbi," ucapan salam dengan sopan terdengar dari teman yang sedang bersamanya.

"Iya Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh."

"Bisa ikut ke ruangan saya sebentar?" Tampak ia menunduk gelisah, terlihat dari tangannya yang kini tengah memilin tali selempang tasnya.

"Mmm maaf ...."

"Kamu ajak teman kamu ini ya." Aku tak mau ia menolak, Aku tau jika ia tak akan mau jika hanya seorang diri ke ruanganku. Apalagi jika nantinya hanya berdua denganku di sana.

Detik kemudian kepalanya mengangguk, membuat bibirku tertarik ke atas melengkung senyum.

Aku pun berjalan terlebih dahulu dan diikuti keduanya melewati koridor kampus yang masih nampak beberapa anak yang berada di depan kelas, sedangkan yang lainnya lebih memilih berdiam di kelasnya masing-masing.

Selama perjalanan, tak ada perbincangan diantara kami. Mengindari fitnah tentunya apalagi gosip-gosip di kampus sangat cepat menyebar.

"Wah ... akhirnya Pak Hasbi masuk lagi nih. Selamat ya Pak." Tiba-tiba suara seorang wanita yang baru saja aku lalui ucapannya mengganjal saat terdengar runguku, membuatku menghentikkan langkah.

Aku pun membalikkan tubuhku menghadap ke arahnya. " Maaf.. selamat untuk apa ya?"

"Selamat karena udah jadian sama Bu Mira." Tampak ia senyum-senyum ke arah temannya dan kepadaku bergantian.

Keningku berkerut mendengar kata JADIAN.
"Jangan sebar Fitnah," ucapku hanya dengan tiga kata, namun sudah cukup tegas bukan? Kemudian aku pun melanjutkan langkahku.

🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈

...Fitmah itu lebih besar Bahayanya daripada pembunuhan....

(Al Ayat)

🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈🎈

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
28 J. AKHIR 1440 H

Assalamu'alaikum sahabat pembaca :-)

Pembaca cerita ini kebanyakan pendiam ya...
Kolom komentarnya sepi. 😁😁😁
Ayo dong komentarin ceritanya

Tak apalah yang penting bisa meraup manfaat baiknya In syaa Allah... aamiina

Jadi aku nggak maksa kok 😊

Untuk pembaca yang lain.
Jangan lupa tekan bintang bawah ya. Karena itu bikin yang nulis senang loh.. 😃😃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top