10. CV Ta'aruf
🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌞🌧🌧🌧🌧🌧🌧🌧
Dengan cepat langkahku melaju menuju kelas yang pastinya sudah ramai di sana menunggu kedatangan dosen.
Astaghfirullahal'adhziim.
Aku lupa janjiku dengan Dira untuk bertemu di perpustakaan tadi.
Wah ...
Alamat dia manyun tuh sekarang. Batinku
Kulewati koridor kampus menuju kelas, terlihat mulai sepi. Hanya ada beberapa orang yang masih berdiri didepan kelasnya.
"Nisa."
Langkahku terhenti saat kudengar seseorang memanggil.
"Kak Fadhil," ucapku pelan saat mengetahui laki-laki yang kini berdiri di depanku adalah kakak laki-laki Dira.
"Iya Nisa. Ini makalah Dira ketinggalan. Kakak titip kasihin ke dia ya. Soalnya kakak terburu-buru ada urusan."
Dia menyodorkan makalah bersampul biru itu kehadapanku. Detik kemudian tangan kananku menerimanya. "Iya kak."
Ia tersenyum. "Makasih. Assalamu'alaikum." Kakinya pun berbalik arah, melangkah cepat meninggalkanku yang masih diam terpaku.
Astaghfirullahal'adhzim. Begitu ku tersadar dengan apa yang aku pikirkan, kulafadzkan kalimat istighfar.
Dia yang sudah lama tak pernah kutemui semenjak aku pindah ke kampung, 2 tahun yang lalu. Kini ... tiba-tiba muncul dihadapanku.
Aku masih ingat terakhir bertemu dengannya. Dia mengutarakan perasaannya yang membuatku tak enak hati akan menolaknya.
"Nis-"
"..."
"Nis-"
"Nisaaaaa ..." suara cempreng Dira tiba-tiba menggema ditelingaku dengan keterlaluannya.
"Astagfirullah Dira pelan-pelan dong." Kupukul lengannya kesal. Aku melangkah berniat meninggalkannya.
"Ish ... kamu nih ya. Aku udah pelan tadi. Tapi kamunya aja nggak ngeh aku panggil." Langkahnya mengejarku yang akhirnya kami berjalan beriringan.
"Iyakah?" Aku menatapnya sembari langkah kami berbelok masuk kelas.
"Nggak percaya?" Ia menatapku sebal.
"Iya ... iya aku percaya. Hehe." Cengiranku merayu dia agar tak marah lagi.
"Oia ... kamu kemana aja sih. Di tunggu diperpustakaan sampek aku lumutan, kamunya nggak dateng-dateng." Kini ia melipat kedua tangannya menghadapku begitu kami duduk bersebelahan di dalam kelas.
"Hehe Afwan, Tadi ada urusan mendadak dan nggak sempet ngabarin kamu. Maaf ya ...." aku menangkupkan tangan di depan wajah, meminta maaf.
"Ish ... tega kamu ya." Dira kini memalingkan wajahnya ke depan, tanda ia masih kesal.
"Yaaah Dira. Maafin dong ... Aku memang salah nggak nepatin janji aku. Maaf yaaa. Ya ya."
Dia masih bergeming.
Wah gawat nih. Bagaimana pun caranya aku harus mendapatkan maafnya. Aku nggak mau dikejar-kejar perasaan bersalah. Batinku
"Emmm aku nanti traktir kamu deh untuk menebus kesalahanku tadi. Mau kan???" Aku mengerjap-ngerjapkan kedua mata di depannya.
Memohon agar ia mau memaafkanku. Tapi hasilnya? Tetap saja ia memalingkan wajahnya.
Padahal kalau dia disogok makan, biasanya dia selalu luluh.
Ini kok nggak sih. Aku mulai panik.
"Dira ... please Dira. Kamu kan sahabat baikku.
Ya ya ya." Aku menggoyang-goyangkan lengannya perlahan.
"Ya udah iya." Akhirnya ia bersuara yang membuatku kini tersenyum senang penuh kelegaan.
اَلْوَعْدُ دَيْنٌ
Janji Bagaikan Hutang
Aku sadar. Janji bagaikan hutang.
Makanya, aku harus berusaha mendapatkan maaf dari Dira yang memang karena kesalahanku mengingkari janji.
"Tapi jangan lupa nanti aku ditraktir ya." Dia menaik turunkan alisnya menagih janjinya.
"Ih ... kamu ya. Nggak pernah nolak dan nggak lupa kalau traktiran." Bibirku manyun sedikit menanggapinya. Dia malah tertawa.
"Rizqi kan nggak boleh ditolak." Dia tersenyum penuh kemenangan.
-----***-----
Di rumah
Setelah sholat isya' berjama'ah bersama nenek, aku kembali ke kamar.
Kurogoh tas yang tergeletak di atas kursi, berniat mengambil ponsel yang sejak tadi aku simpan rapi sepulang dari kampus.
Saat kutengok isi tas, netra ini menangkap sebuah amplop berwarna biru. Hatiku langsung berdebar dengan rasa penasaran yang memuncak.
Ya Allah ... melihat pemberian darinya saja membuatku berdebar. Lebay nggak sih???
Dengan perlahan kubuka amplop ini.
Saat terbuka, kuraih lipatan kertas yang begitu rapi. Ada 2 lembar di sana dengan warna yang berbeda yaitu hijau dan biru muda.
Aku tersenyum, deguban jantungku kian cepat. Kegugupan mulai mendera serasa kini aku berhadapan dengan dirinya.
Kubuka kertas yang berwarna hijau. Netra ini mulai fokus membaca setiap kata yang terukir olehnya.
Assalamu'alaikum.
Ziyyadah Khoirun Nisa'
Semoga keadaanmu baik di sana.
Aku tersenyum membaca kalimat ini yang langsung memberi perhatian dan bisa jadi dia di sana menghawatirkanku. Biarlah aku GR sekarang. Toh ... bukankah itu harapan dia yang sudah jelas mengkhawatirkanku?
Sebelumnya saya minta maaf. Karena baru sekarang saya memberi kabar kepadamu, karena selain kesibukan dan kepergian saya yang mendadak. Membuat saya baru kepikiran untuk mengabarimu lewat kertas ini.
Mungkin jika tempat yang saya kunjungi saat ini sinyal HP normal. Saya tak kesulitan untuk mengabarimu dari kemarin-kemarin.
Tapi apalah daya.
Saya harus pergi ke desa terpencil ini karena urusan yang sangat penting.
Kuhela nafas lega, karena dengan begini aku bisa tau kalau saat ini dia baik-baik saja.
Semoga kamu mau memaafkan dan bisa memaklumi keadaan saya ya, Ziyyadah.
Tak terasa tiba-tiba kepala ini mengangguk. Seakan dia berbicara di hapanku saat ini. Kenapa Aku jadi terlalu mengayal gini sih?
Maaf juga jika tulisanku ini tak berkesan romantis sama sekali. Karena beginilah aku apa adanya. Datar dan kaku.
Aku terkekeh membaca kalimat terakhir ini, Ia begitu jujurnya menggambarkan dirinya sendiri.
Dilampiran kedua. Saya tulis identitas saya untuk membuktikan padamu bahwa saya benar-benar serius atas ajuan ta'aruf saya beberapa hari yang lalu.
Selamat membaca 😊
Semoga tak membuatmu kecewa.
Aku tersenyum, kemudian menyibakkan lembaran pertama agar bisa membaca kertas yang berwarna biru muda.
Nama lengkap : Muhammad Hasbi Zayyad
Panggilan : Hasbi
Alamat : Jln. Cempaka No. 15 Kota Merak.
Pendidikan : Sarjana Agama
Pekerjaan : selain menjadi dosen. Aku juga bekerja di sebuah kantor guna meneruskan usaha abiku.
Kepalaku mengangguk-angguk. Info ini baru aku ketahui.
Sifat dan gambaran diri :
Saya orangnya cuek pada orang yang nggak saya kenal, terutama kepada akhwat. Alasannya kamu pasti tau kan kenapa aku nggak gampang akrab dengan akhwat-akhwat di luar sana?
Dalam hal pekerjaan, saya orangnya pekerja keras dan bertanggung jawab. Jadi kalau sudah kerja sering lupa jaga kesehatan, lupa waktu makan dan waktu istirahat. Inilah mungkin salah satu kekurangan saya yang ingin saya ubah. Tapi belum bisa sampai sekarang.
Semoga kelak, jika kamu menjadi istri saya. Kamu tak bosan mengingatkan untuk membantu saya merubah kebiasaan buruk saya ini ya.
Pipiku menghangat saat membaca kalimat ini, debaran hatiku berganti dengan bunga-bunga kebahagiaan. Kugigit bibir bawah, menahan mulutku yang ingin menjerit bahagia.
Aku pun lanjut membaca kalimat selanjutnya.
Kriteria pasangan : yang penting wanita itu sholihah dan berakhlakul karimah. Untuk masalah cantik itu bonus buat saya.
Dan kamu,
in syaa Allah sudah masuk kriteria ini dan bisa sekaligus saya akan dapat bonusnya jika kita dipersatukan nantinya. Aamiin. ^_~
Aamiin yaa Robbal'alamiin. Suara hatiku dengan lantangnya menjerit seraya tanganku mengusap wajah penuh harap Allah mengabulkan keinginan kami berdua.
Info keluarga :
Saya anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak dan adik saya perempuan. Jadilah saya anak laki-laki satunya dalam keluarga. Apalagi Abi saya telah wafat dua tahun yang lalu, jadilah sekarang saya hidup berdua bersama ummi, karena adik saya yang sekolah tingkat pertama berada di pondok pesantren. Dan kakak perempuan saya telah hidup bersama suami dan anaknya.
Mungkin ini saja dulu yang bisa saya infokan lewat tulisan ini. Untuk yang lainnya biarlah kamu tau sendiri dengan nyata seiring berjalannya waktu.
Semoga kita berjodoh ya Ziyya.
Doakan saya bisa segera pulang dan segera bisa menemuimu.
Wassalam.
By
Calon imammu in syaa Allah. ^_^
Sontak kedua tanganku terangkat menutupi wajah beserta kertas-kertas yang tadi berada di kedua tanganku. Kakiku sontak mencak-mencak, tersipu malu dan salah tingkah sendiri.
Gemes deh. Bisa-bisanya sih dia dengan PD nya menamakan dirinya calon imamku. Aku kan jadi ke GR an.
Setelah beberapa detik bibir ini terus menyungging senyum dan hati ini mulai mengurangi debarannya.
Kulipat kertas seperti sediakala dan menyimpannya ke dalam amplop.
Kuraih bulpoin dan mengambil secarik kertas, berniat menuliskan biodataku untuk membalas CV nya.
Mumpung tak ada tugas yang harus dikumpulkan besok pagi juga.
🌱🌱🌱🌱🌷🌱🌱🌱🌱
3 hari kemudian
Dengan wajah berseri-seri, tadi pagi aku berpamit pulang. Tak sabar rasanya ingin bertemu dengan ummi dan seorang wanita lagi yang membuat hatiku beberapa hari ini resah menahan rindu.
📟📟📟📟📟📟📟📟📟📟📟📟📟
Rasulullah SAW bersabda : "Allah SWT berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku.
Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku.
Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jemaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka.
Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari."
(HR. Muslim)
Pendengaranku menangkap sebuah hadits yang dibacakan lewat radio. Menemani perjalananku pagi ini menuju tempat yang telah sepekan aku tinggalkan.
Dari hadits diatas bisa disimpulkan bahwa Allah tak pernah mengecewakan manusia jika ia benar-benar mengikat hatinya hanya untuk-Nya. Allah tak pernah akan membuat manusia patah hati jika ia mencurahkan cinta untuk-Nya.
Allah takkan membuat hambanya gelisah, sengsara jika hati hamba-Nya itu telah tertambat untuk selalu mengingat-Nya.
Jadi janganlah ragu untuk mencurahkan segala rasa hati kepada sang pembolak-balik hati, karena kita takkan pernah dikecewakan jika kita pasrah hanya kepada-Nya.
Kepalaku mengangguk-anggguk menyetujui apa yang disampaikan ustadz imron barusan.
"Bagaimana sikap kita jika hati telah terlanjur mencintai lawan jenis ustadz? Bukankah rasa cinta itu fitrah yang tanpa kita minta telah hadir dengan sendirinya?"
Terdengar seseorang yang bertanya pada sang ustadz.
"Cinta sebelum adanya ikatan halal merupakan ujian. Dimana Allah menguji hambanya apakah dengan hadirnya cinta itu ia mampu menahan segala rasa yang diciptakan oleh nafsu untuk menjerumuskannya dalam kemaksiatan?. Jika ia mampu berarti ia mampu menjaga kesucian cinta dan Allah akan merahmati-Nya. In syaa Allah."
"Bagaimana sikap kita?
Istikhorohlah ... minta petunjuk kepada Allah dan dekati dia lewat doa. Jika dengan istikhoroh kamu merasa yakin kepada dia yang telah merebut hatimu. Maka genggamlah ia dalam doa seraya engkau berikhtiyar dengan nyata melalui 3 tahap yaitu : ta'aruf, khitbah dan nikah. In syaa Allah cinta yang engkau rasakan kepada dia akan berkah karena Allah akan ridho dalam setiap langkahmu.
Penjelasan yang kudengar barusan betul-betul mengena dengan apa yang aku alami saat ini.
Cinta terhadap wanita yang aku pun tak mengetahui apa alasannya hati ini berdebar saat berada di dekatnya? Dan saat ini aku sedang berusaha mempertahankannya, memperjuangkannya untuk menjadikannya kekasih halalku.
Kekasih halal, dua kata yang mampu membuatku senyum-senyum sendiri saat ini.
Setelah acara dialog barusan. Kudengarkan senandung sholawat dan kemudian murottal Al Qur'an yang terus menemani perjalanaku.
Ciiiiitt...
Dengan cepat kakiku menginjak pedal rem begitu netra ini menangkap sosok seseorang yang berdiri tepat di depan mobil yang tadinya melaju dengan cukup cepat.
Dengan cepat kubuka pintu mobil, Aku turun untuk melihat keadaan seseorang itu.
Tampak sosok seorang laki-laki tergeletak.
Dengan cepat aku mendekatinya seraya minta bantuan ke warga sekitar yang berlalu lalang untuk memasukkan tubuh laki-laki ini ke dalam mobil, hendak mengantarkannya ke rumah sakit.
Aku harus tangung jawab. Meskipun hal ini terjadi tak murni kesalahanku.
Begitu sampai di rumah sakit, langkah kakiku mengikuti arah menuju ruang IGD.
10 menit berselang.
Pintu terbuka, aku pun beranjak mendekati laki-laki berjas putih itu.
"Gimana keadaannya dok?"
"Anda tak perlu khawatir. Ia hanya tak sadarkan diri. Sepertinya hanya banyak pikiran dan kurang istirahat sehingga tubuhnya saat ini ngedrop. Perawat akan memindahkan ke ruang rawat sebentar lagi."
Kuhela nafas lega.
"Alhamdulillah. Terimakasih, Dok." Setelah menganggukkan kepala, dokter itu pun meninggalkan tempatku kini berdiri.
Allahu Akbar Allahu Akbar.
Pendengaranku menangkap seruan adzan, sudah satu jam lewat aku masuk ruangan Ilham, laki-laki yang kini masih terbaring tak sadarkan diri.
Segera aku beranjak menuju masjid yang tak jauh jaraknya dengan rumah sakit ini untuk menunaikan sholat dhuhur dan berniat kembali lagi setelah selesai.
Sekembalinya dari Masjid, kutengok ke dalam ruangan. Alhamdulillah kini dia sudah sadar. Satu dokter dan satu perawat kini menemaninya.
Segera aku masuk menanyakan perkembangan kondisinya.
"Alhamdulillah sudah semakin membaik. Tapi sepertinya dia butuh istirahat dan menginap dulu malam ini. Agar kondisinya benar-benar pulih." Jelas dokter itu kemudian meninggalkan ruangan.
"Perkenalkan nama saya Hasbi." Aku mengulurkan tanganku dan dia membalasnya.
"Maaf tadi saya hampir saja menabrak kamu." Kuseret kursi mendekat untuk aku duduki.
"Bukan anda yang salah. Tadi sayalah yang menyebrang sembarangan dan ...." Dia berhenti berkata sembari menatap langit-langit kamar ini.
"Maaf," ucapnya lirih.
"Yaudah nggak usah dipikirin. Yang penting alhamdulillah, sekarang keadaan kamu sudah membaik."
"Aku malah pinginnya nggak membaik." Sontak aku menatapnya, terkejut dengan ucapannya. Dia terdiam setelah mengatakan itu. Menatap arah depan dengan tatapan kosong.
Ini anak kenapa? Batinku.
"Kamu ada masalah?" Dia hanya diam.
Ku sandarkan punggung ke sandaran kursi mencoba merilekskan diri. Dengan tenang aku berucap,"Kamu tau nggak? Semua penghuni di rumah sakit ini begitu berharapnya dengan yang namanya sehat, sampai-sampai mereka rela mengeluarkan uang simpanannya dengan jumlah yang tak sedikit untuk mendapatkan nikmat sehat. Nah ini kamu?" Aku memegang dagu dengan tangan kananku dan tangan yang lain bersedekap.
"Untuk apa tubuh aku sehat tapi hati aku tak sehat, Kak." Masih dengan kedataran dan berusaha tenang ia mengatakan kalimat itu.
Aku mengangguk-anggukkan kepala, mulai paham arah pembicaraannya.
"Ada Dua nikmat yang seringkali kita lupakan. Yaitu nikmat sehat dan nikmat lapangnya waktu." Dia masih diam setia menatap langit-langit yang berwarna putih itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”.
(HR. Bukhari no. 6412,
dari Ibnu ‘Abbas).
"
Saking seringnya kita mendapatkan nikmat ini dari Allah dengan cuma-cuma, jadi kita sering melupakan bahwa kesehatan dan waktu luang adalah sesuatu yang berharga. Mengapa demikian? Karena kita hanya sibuk dengan urusan dunia dan isinya sehingga melalaikan tujuan Allah yang sebenarnya menciptakan kita ke dunia yang fana ini." Aku kembali menatap ia yang kini mau menoleh ke arahku.
Allah SWT berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ ﺍﻟْﺠِﻦَّ ﻭَﺍﻟْﺈِﻧﺲَ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭﻥِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.."
(QS. Adz-Dzaariyaat:56)
"Sepertinya kakak adalah laki-laki yang taat agama. Maukah kakak memberi pencerahan kepadaku yang sudah lama melupakan kewajibanku sebagai hamba-Nya."
Bibirku tak terasa menarik senyum lalu menganggukkan kepala senang.
"Makasih, Kak." Kepalaku kembali mengangguk.
Setelah berbincang-bincang hampir satu jam terlewati. Kulihat sepertinya ia mulai mengantuk dan butuh istirahat.
Aku pun beranjak memutuskan untuk menunggunya di luar ruangan saja, sembari menunggu kedatangan keluarganya yang sudah dihubungi oleh pihak rumah sakit tadi.
Kuraup wajah dengan kasar. Lelah rasanya, seharusnya satu jam lagi aku sudah bisa sampai rumah.
Tapi karena kejadian ini, Aku jadi tak bisa tepat waktu sampai rumah.
Astaghfirullahal'adhziim ... Aku tersadar bahwa apa yang aku pikirkan barusan adalah kesalahan.
Dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya. Kata hatiku dengan mantapnya berusaha ber husnudhzon billah.
----***----
Selepas sholat ashar. Aku pun pamit diri di hadapan ilham dan keluarga. Segera aku kembali kembali ke parkiran untuk meneruskan perjalanan.
"Bismillahirrohmanirrohim," ucapku sebelum menginjak pedal gas. Aku mulai konsentrasi ke jalanan yang mulai ramai dengan berbagai macam kendaraan.
Kutengok jam di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul 16.00.
Perkiraan nanti sebelum maghrib aku bisa sampai rumah nih. Batinku. Aku sudah rindu sekali dengan Ummi, wanita yang mengandungku selama 9 bulan.
Kriuk kriuk...
Terdengar bunyi sesuatu dari perutku.
Astaghfirullahal'adhzim. Aku lupa sedari tadi aku belum makan.
Biarlah ... aku ingin makan di rumah saja. Udah tanggung ini, pikirku.
Lebih cepat aku mengendarai mobil ini melihat dijalanan mulai tampak tak begitu ramai, tapi mulai rintik-rintik hujan mengenai kaca depanku.
Begitu deru mobil ini kembali berbunyi, aku yang menginjak gas setelah lampu berubah hijau. Tak lama dari jalan perempataan itu. Netra ini menangkap sesuatu, seorang gadis yang saat ini sedang menengadahkan kedua tangannya di bawah rintikan air hujan.
Bentar... bentar... kayaknya aku kenal sama wanita itu. Perlahan aku menginjak rem kemudian menepikan mobil kepinggir jalan.
"Ziyyadah," ucapku lirih.
Segera aku membuka pintu mobil dan turun mendekat ke tempat dia berada.
"Ziyyadah," panggilku.
Sontak dia menoleh dan raut terkejut yang kutangkap dari raut wajahnya.
Bukan hanya dia yang terkejut. Aku pun terkejut saat mendapati mata indahnya yang sembab dan rintik hujan tak mampu menutupinya.
"Pak Hasbi." Bibirnya menyebut namaku.
Aku berusaha tersenyum di tengah debaran hatiku yang membuncah dan juga ditengah pikiranku yang mulai penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi padanya sehingga ia menangis?
Sedangkan dia masih diam terpaku menatapku, netra kami bertemu beberapa saat.
Bukan sekedar rasa rindu yang kutangkap dari sorotan matanya. Tapi lebih ke arah sorotan amarah yang terpendam juga kutangkap.
Sampai akhirnya tampak ia menggeleng-gelengkan kepala, dan detik kemudian dia melangkahkan kaki hendak berpaling dari keberadaanku.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.
12 J. Akhir 1440H
Ziyyadah Khoirun Nisa' kenapa ya???
Adakah yang tau??? 😢😢😢
Assalamualaikum sahabat pembaca.
Bidadari dhuha up lagi nih.
Ada yang nunggu nggak nih?
Ada yang seneng nggak??
Alhamdulillah yang baca cerita ini makin bertambah ya.
Tapi bandingannya dengan yang vote kok jauh???
Jadi sedih nih authornya 😢
Kalau nggak sempat komentar sempetin tekan bintang dibawah ya
Biar authornya nggak sedih lagi 😊
Semoga part ini berfaedah ya !.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top