Semakin Rumit

Aku membolak-balikan lembar demi lembar kertas yang ada di buku. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku. Berulang kali aku membaca tulisan yang ada di buku itu.

Aku tak menyangka jika Devan memiliki masa lalu yang kelam. Tak seharusnya ia memendam rasa sakit itu seorang diri. Tapi kenapa ia memilih cara seperti ini.

Aku meletakkan buku itu saat Devan memasuki kamar. Ada kecemasan di wajahnya saat ia tahu aku telah membaca buku itu.

"Kenapa Dev? Kenapa kamu melakukan ini? Tindakanmu ini bukan hanya menyakitiku tapi juga menyakiti dirimu sendiri," ucapku pelan sambil menatap Devan yang duduk di sebelahku.

"Tak seharusnya kamu membaca buku itu Re, itu barang pribadiku dan sungguh tak sopan kamu membukanya tanpa ijin," ucapnya datar.

"Apa yang kamu harap dari semua ini? Kumohon berhentilah sebelum kamu semakin terluka," ucapku menasihati.

Aku memang tersakiti, tapi aku tahu ini jauh lebih menyakitkan bagi Devan. Bagaimana ia bisa melakukan ini hanya untuk alasan dendam.

"Hanya cara itu yang bisa aku lakukan. Harusnya dari dulu aku melakukannya sebelum membawamu masuk di hidupku. Aku tahu hanya luka yang aku torehkan padamu. Tapi percayalah aku jauh lebih sakit melihatmu menderita," ucap Devan sendu.

"Terus kenapa kamu tidak berhenti menyakitiku jika itu juga membuatmu sakit?" tanyaku menyentuh bahunya.

"Tinggal selangkah lagi dan aku tak mungkin menghentikannya. Dia harus merasakan apa yang pernah aku rasakan," ucap Devan meninggalkanku seorang diri.

Kali ini Devan tidak mengunciku di kamar. Entah lupa atau memang dia tak ingin membuatku semakin terluka.

Semua permasalahan yang kuhadapi semakin pelik. Bagaimana tidak, belum juga aku mengetahui identitas wanita yang kutemui di pusat perbelanjaan, kini aku dihadapkan dengan masalah baru.

Kali ini tentang wanita yang di cumbui Devan dan juga yang aku lihat fotonya di rumah Stella.

Rasanya aku hampir menyerah saat Devan terus menorehkan luka di hatiku. Namun setelah aku membaca buku harian Devan aku jadi dilema.

Di satu sisi aku lelah di sakiti tapi di sisi lain aku ingin selalu ada untuknya dan menemaninya melewati kesedihannya.

Dalam buku itu Devan menuliskan bahwa ia akan membalaskan dendamnya pada seorang wanita bernama Amara.

Amara adalah tunangan Devan yang telah meninggalkannya demi lelaki lain. Wanita itu lebih memilih dengan orang lain karena Devan tak pernah menyentuhnya.

Bukan Devan tak ingin menyentuhnya, tapi ia hanya ingin menjaganya sampai ikrar janji suci diucapkan.

Tapi ternyata Amara tak menerima alasan Devan. Bukankah harusnya wanita bahahagia jika sang kekasih menjaga kehormatannya?

Dulu Devan tak semapan ini, meski ia anak orang kaya ia tak ingin bergantung pada orang tuanya. Ia bekerja keras agar kelak ia bisa membahagiakan Amara.

Tapi semua berakhir bencana saat Devan memergoki tunangannya tengah bercinta dengan sahabatnya di rumah yang dibelikan Devan untuk Amara.

Tentu saja hal itu sangat menyakitkan bagi Devan. Lalu untuk apa ia menemui wanita itu lagi setelah sekian lama?

Apa ia ingin menunjukkan pada Amara jika ia juga bisa seliar lelaki lain yang pernah bercinta dengannya?

Atau ia ingin membuktikan pada Amara, jika keputusan Amara meninggalkannya adalah salah? Entahlah, hanya Devan yang tahu.

Jika itu berhubungan dengan masa lalu, tapi kenapa ia juga bermain-main dengan wanita selain Amara.

Aku jadi teringat tentang wanita yang bersama Tia. Akhirnya aku putuskan untuk menghubungi Arka.

Bukan untuk membalas rasa sakit yang dibuat Devan padaku.Tapi aku ingin mencari tahu informasi tentang wanita yang bersama Tia melalui Arka.

Aku mengambil ponselku yang ada di dalam tas yang tergeletak di lantai. Tas itu jatuh saat Devan mendorongku.

Tak butuh waktu lama untuk tersambung dengan Arka. Aku membuat janji temu dengannya. Kali ini aku harus hati-hati saat bertemu dengan Arka.

Aku tak mau Tia maupun Devan mengetahuinya. Jika Tia tahu sudah pasti ia akan berbuat hal gila padaku. Sementara Devan aku tak tahu apa yang akan ia lakukan padaku saat mengetahui aku menemui Arka.

Aku keluar dari kamar dan menuruni tangga. Aku mengendap-endap seperti maling. Aku tak bisa diam saja dengan semua ini.

Bagiku semua harus jelas, sebelum aku menentukan keputusanku. Aku menghembuskan napas lega saat aku berhasil keluar dari rumah megah itu.

Tapi aku curiga kenapa aku bisa semudah ini keluar dari rumah itu, padahal saat Devan membawaku tadi banyak penjaga yang berkeliaran di sekitar rumah.

Aku kesampingkan rasa penasaranku dan bergegas untuk menemui Arka. Selama perjalanan aku masih memikirkan tujuan Devan bersikap seperti ini.

Haruskah aku pergi darinya saat aku tahu ia juga tengah terluka?

Katakanlah aku bodoh karena masih mau berada di samping lelaki yang sudah menggoreskan luka di hatiku.

Aku sudah sampai di tempat janjianku dengan Arka. Ternyata ia sudah berada di sana lebih dulu. Aku menghampiri dan duduk di hadapannya.

Ada sinar bahagia di mata Arka saat ia menatapku. Harusnya memang aku tak menemuinya lagi, tapi saat ini aku butuh dia untuk bertanya tentang wanita yang beberapa kali jalan dengan Devan dan yang kulihat bersama Tia.

"Ka, aku tida mau basa-basi, aku mau menanyakan soal wanita ini, apa kamu tahu?" tanyaku pada Arka sambil menunjukkan foto di ponselku.

Ya, dalam perjalanan tadi aku sempat meminta David untuk mengirimkan foto yang pernah ia tunjukkan padaku.

Arka tersenyum kecut, wajahnya nampak menahan amarah.

"Untuk apa kamu menanyakannya Re? Apa kamu tidak lihat kalau di situ Devan sedang berselingkuh," cibir Arka.

Aku harus menahan emosiku agar aku tak terpancing dengannya. Aku benar-benar ingin tahu soal wanita itu.

"Aku hanya ingin tahu, tapi jika kamu tak mau memberi tahu tidak masalah, aku bisa menanyakannya pada Tia," ucapku.

Sebenarnya itu cuma pancingan saja. Aku tak mungkin menanyakan hal itu pada Tia. Saat aku hendak pergi Arka mencekal tanganku.

"Aku akan memberitahumu soal dia, tapi aku ada satu syarat. Tenang saja syarat itu kurasa tidak berat. Aku hanya ingin kamu menemani anakku, Vania jalan-jalan," kata Arka.

Aku menenggak ludah. Memang bukan hal sulit, tapi jika aku menyetujui syaratnya pasti akan ada masalah baru.

Jujur aku sangat menyukai gadis cilik itu, dan aku berdoa untuknya agar Tuhan selalu menjaganya. Aku selalu merasa jika ia menderita. Tapi aku tak tahu pikiran dari mana ini.

Saat aku sedang menimbang-nimbang tawaran Arka, aku terkejut saat tanpa sengaja mataku bersitatap dengan seseorang.

Wajahnya merah padam. Dan kulihat rahangnya mengeras. Hatiku berdenyut nyeri. Aku salah langkah.

Arka mengikuti pandanganku dan iapun terlonjak. Tanpa bisa ia hindari, iapun jatuh tersungkur, bersimbah darah.

Tuhan apa lagi ini?

Tbc...

Mungkin pada bertanya-tanya(perasaanku saja sih) kok ada Vania, anak Arka &Tia di crita ini.

Itu karena saya mau bikin crita soal Vania, tapi nanti klo ini udah End. Doakan semoga lancar ya....




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top