Rencana

Akhirnya aku menyetujui keinginan Devan untuk kembali ke apartemennya. Bukan karena aku sudah memaafkannya, tapi aku ingin mencari tahu alasan Devan melakukan ini semua padaku.

Aku melihat Devan tengah merenung di balkon. Kami tidak bekerja, karena ini hari minggu. Tak biasanya Devan seperti ini. Biasanya jika libur kerja, ia akan mengisi waktu liburnya dengan menonton film, atau mengajakku jalan-jalan.

Meski di dalam satu atap tapi kami seperti orang asing. Lalu apa gunanya ia memintaku kembali ke sini.

Aku melangkah mendekati Devan. Ia tenggelam dalam lamunan hingga tak tahu jika aku ada di sampingnya.

Aku melihat Devan menghembuskan napas kasar. Ia seperti mencoba mengeluarkan beban yang menghimpit rongga dadanya dengan helaan napasnya.

"Berapa lama aku harus menunggu kamu menjelaskan semua padaku? Aku tak mungkin menunggu hal tanpa kejelasan," ucapku pada Devan yang mulai menatapku.

"Beri aku waktu, aku akan mengakhiri secepatnya, dan aku harap kamu sabar hingga saat itu tiba," kata Devan meyakinkanku.

"Apa yang ingin kamu akhiri?  Perselingkuhanmu dengan wanita itu?" ucapku sinis.

"Re, please, jangan membuatku semakin terpojok. Aku tahu aku telah membuat hatimu terluka, tapi...," ucap Devan tanpa menyelesaikannya.

"Tapi apa?" tanyaku menyelidik.

Ting tong...

Pembicaraanku dengan Devan harus terhenti karena bel pintu berbunyi. Devan meninggalkanku untuk membuka pintu.

Aku mendengar suara Stella. Mudah bagiku untuk mengenali suaranya yang memang sudah kuhapal.

Aku beranjak dari tempatku dan mendekat ke sumber suara. Ya, di sana kulihat Stella menatap Devan dengan tatapan membunuh.

"Hai Stell, ayo masuk!"

Stella tak menghiraukan keberadaan Devan yang tengah menatapnya. Sebenarnya aku yang meminta dia untuk datang ke apartemen.

Aku ingin meminta bantuan Stella untuk mencari tahu, apa yang sedang di rencanakan Devan. Bukan aku tak mampu mencarinya sendiri, tapi akan lebih efektif jika ada yang membantu.

Aku dan Stella bercanda ria di ruang tamu. Ada saja hal yang kami bicarakan, mulai dari fashion, masakan, hingga gosip selebriti.

"Kamu nggak keluar Dev, sama selingkuhan seksimu?" tanya Stella pada Devan yang dari tadi memperhatikan kami.

Mungkin dia sedikit heran dengan keakraban kami. Ya, kuakui  memang aku orang yang tak mudah akrab dengan orang asing. Tapi dengan Stella aku langsung merasa nyambung.

Aku tak ingin membandingkannya dengan Giza. Bagaimanapun mereka adalah pribadi yang berbeda.

Akh... Seandainya Giza tak menyakitiku, pasti pembicaraan ini akan bertambah seru. Tidak... Aku harus bisa menepis bayangnya. Aku harus ingat, jika ia telah menorehkan luka di hatiku.

"Memang kenapa? Sepertinya kamu ingin mengusirku," tanya Devan balik pada Stella.

"Memang iya, aku jengah melihatmu di sini," jawab Stella santai.

Aku hanya mengerutkan kening. Tak ingin menanggapi. Devan melihatku sekilas lalu beranjak menuju ke kamar.

Stella tertawa kecil saat melihat Devan. Sepertinya ia senang sekali bisa membuat Devan kesal.

"Re, aku sudah menyuruh Alex untuk menyelidiki cewek yang sedang dekat dengan Devan. Semoga secepatnya kita mendapatkan informasi," kata Stella pelan agar tak di dengar oleh Devan.

Sebagai sahabat, Stella tentu paham jika ada sesuatu yang berubah dari Devan. Saat aku menanyakan tentang sikap Devan yang kadang lepas kendali, Stellapun juga tak tahu.

Itu sebabnya ia mau membantuku mencari tahu sesuatu yang sedang di sembunyikan Devan.

Aku melihat Devan keluar dari kamarnya. Ia berpenampilan rapi. Sepertinya  akan pergi. Ia menghampiriku dan mengecup keningku.

"Jagain Rea untukku Stell," ucap Devan sambil berlalu.

Saat mendengar pesannya hatiku berdetak tak karuan. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Semoga ini bukan firasat.

Setelah Devan pergi, aku dan Stella mulai mencari sesuatu yang bisa menjadi petunjuk. Aku membongkar semua barang Devan tapi hasilnya nihil.

Stellapun juga tak menemukan petunjuk apapun. Akhirnya kami menyerah, mungkin memang Devan tak menyembunyikan apapun di sini.

Aku dan Stella merapikan semua barang seperti semula agar saat Devan datang ia tak curiga.

Aku tak perlu melakukan ini jika Devan mau jujur padaku. Aku hanya tak ingin salah langkah. Biasanya apa yang kita lihat tidak sesuai dengan kenyataan.

****
Aku gelisah bukan main saat tak mendapat kabar dari Devan. Dari kemarin ia tak pulang bahkan ponselnya tidak aktif. Aku takut terjadi apa-apa dengannya.

Bahkan Stella dan Alex juga tak tahu keberadaannya. Aku sudah mencari ke tempat-tempat yang biasa ia kunjungi, tapi ia tak ada di sana.

Saat ini aku tengah duduk di taman dekat apartemen. Aku juga belum mendapat kabar mengenai wanita yang jadi selingkuhan Devan. Barangkali saat ini ia tengah bersamanya.

Bodoh. Harusnya aku tak perlu secemas ini. Devan lelaki dewasa yang bisa menjaga dirinya sediri. Dan lagi saat ini aku bukan prioritasnya lagi.

Aku tersenyum kecut mengingat kebodohanku. Aku terkejut dengan apa yang aku lihat. Di sana aku melihat wanita yang dulu bersama Devan tengah bercanda ria.

Tapi aku tak tahu dengan siapa ia bercanda karena aku tak bisa melihatnya karena tertutup pohon. Karena penasaran aku mulai mendekati orang itu.

Aku mencoba lebih cepat untuk bisa sampai pada orang itu. Tapi sayang orang itu sudah pergi menaiki mobil yang terparkir tak jauh dari mereka. Tapi aku sempat sekilas melihat orang itu.

Dia juga seorang perempuan. Tapi sepertinya aku mengenal sosok orang yang bersama dengan selingkuhan Devan. Tapi aku tak tahu siapa.

Aku membulatkan mataku saat aku sadar jika yang kulihat tadi adalah Tia. Mungkinkah ini semua ada hubungannya dengan Tia?

Aku tak ingin berlama-lama memikirkannya. Akhirnya aku putuskan untuk menelepon Stella. Aku meminta bantuannya menyelidiki Tia, karena aku tahu koneksinya pasti luas.

Aku mencoba menghubungi ponsel Devan, barangkali sudah bisa dihubungi. Lagi-lagi ponselnya tidak aktif.

Akhirnya aku putuskan untuk pulang ke apartemen. Sepanjang perjalanan aku masih memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.

Tak mungkin Devan berubah dengan cepat tanpa alasan. Meski sebelum bersamanyapun ia selalu di kelilingi wanita, tapi aku tahu ia bukan orang yang suka berselingkuh.

Aku masuk ke dalam apartemen dengan perasaan yang tak menentu. Sayup-sayup aku mendengar suara berisik di dapur. Dengan langkah pelan aku mencari sumber suara itu.

Alangkah terkejutnya aku dengan apa yang kulihat. Sepertinya aku harus menyerah dan mengaku kalah. Tak ada lagi yang perlu kulakukan lagi.

Apa yang kulihat sudah sangat jelas semuanya. Aku tak perlu repot-repot mencari petunjuk lagi. Semua sudah berakhir.

Aku mengambil tasku dan keluar dari apartemen. Keputusanku kembali ke apartemen adalah keputusan yang salah. Aku tak mendapati petunjuk apapun kecuali luka yang makin menganga.

Tbc...


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top