Pengakuan
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih untuk pembaca setia cerita ini, yang membuatku selalu berusaha untuk tetap semangat update di tengah kesibukan saya.
Buat silent reader saya juga ucapkan terima kasih, mau meluangkan waktunya buat baca cerita abal-abal saya.
Pokoknya TERIMA KASIH SEMUA...
------------------
"Sebenarnya...," Giza menggantung ucapannya.
Aku tak sabar menunggu kelanjutan ucapan dari Giza. Aku makin tak sabar saat kulihat Giza menangis.
"Apa yang ingin kamu katakan Giz?" tanyaku.
"Aku... aku...," kata Giza terbata.
"Aku apa Giz?" tanyaku emosi.
Giza seolah mempermainkanku dengan tingkahnya. Saat aku ingin bertanya lebih lanjut, aku mendengar suara pintu dibuka.
Kulihat suster menuju ke arah kami. Kedatangan suster membuatku kesal luar biasa. Tentu saja, aku jadi harus menunggu lebih lama untuk mendengar kejujuran Giza.
Syukurnya suster itu hanya sebentar. Ia hanya memberikan obat dan mengecek infus.
"Katakan!" perintahku datar.
"Sebenarnya... ini ada hubungannya dengan Adam."
Deg...
Apalagi ini Tuhan...
"Jangan bertele-tele Giz," ucapku.
"Maafkan aku," kata Giza.
"Aku tak butuh kata maaf darimu, yang aku butuhkan kamu mengatakan sesuatu yang kamu sembunyikan." Aku makin emosi karena Giza tak kunjung bicara.
Meski Giza sedang sakit, aku tak peduli, yang aku mau tahu ia berkata jujur.
"Sebelum Adam meninggal, aku sempat bertemu dengannya. Kami bertengkar hebat karena suatu hal. Aku memintanya untuk membatalkan pernikahan kalian.
Aku tak rela jika ia harus menikahimu. Karena aku juga mencintainya. Kamu boleh membenciku, boleh memakiku sesuka hatimu.
Adam yang selalu penuh perhatian dan begitu sayang padamu membuatku iri. Aku selalu berusaha mencoba menarik perhatian Adam agar ia berpaling darimu.
Tapi aku selalu gagal, itu karena Adam sangat-sangat mencintaimu. Dan hal itu makin membuatku membencimu.
Entah pikiran darimana aku sampai tega menyakiti dirimu. Melihatmu dilimpahi kasih sayang dari Adam membuatku cemburu. Meski aku telah memiliki Fian.
Aku memang perempuan tak tahu diri, mengharapkan cinta dari kekasih orang lain. Selain menyakitimu aku juga telah menyakiti Fian.
Aku membuatnya terluka karena aku mengabaikan cintanya. Fian lelaki yang sangat baik, tapi dia selalu sibuk dan hampir tak pernah ada waktu untukku. Sedang Adam, sesibuk apapun dia, ia selalu meluangkan waktu untukmu.
Saat hujan badai itu, aku tak sengaja bertemu dengan Adam di restoran langganan kalian. Aku begitu kesal padamu yang dengan tega menyuruhnya membelikan makanan untukmu disaat hujan lebat seperti itu.
Aku makin tak karuan saat Adam selalu membelamu, tak pernah marah padamu bahkan cenderung selalu menuruti kemauanmu.
Tanpa malu aku menyatakan cinta padanya. Dan kamu tahu dia bilang apa? Dia bilang kalau dia cuma milik kamu... milik kamu." Giza tertawa hambar.
Aku mengepalkan tanganku dengan erat. Aku masih menunggu Giza melanjutkan ucapannya.
"Aku mengancamnya kalau aku akan merusak pernikahan kalian, jika kalian tak membatalkannya. Aku kira ancaman ini berhasil, karena aku melihat sorot kemarahan darinya.
"Tapi aku salah. Ia justru membuatku bungkam dan malu. Ia bilang padaku untuk melihat diriku sendiri, apa aku pantas untuk dicintai olehnya sementara aku tega mengkhianati Fian." Giza menjeda ucapannya.
"Dan saat aku mendengar kabar kecelakaan Adam. Hatiku remuk redam. Rasanya tak terperi. Aku makin bersalah karena kecelakaan itu merenggut nyawanya.
Aku benar-benar tak bermaksud membuatnya seperti ini. Itu sebabnya aku selalu berusaha untuk selalu di dekatmu untuk mengurangi rasa bersalahku.
Saat melihatmu terpuruk aku jauh lebih hancur. Karena dirikulah membuat hidupmu berantakan. Saat Devan mulai mendekatimu aku cukup senang.
Setidaknya itu bisa sedikit demi sedikit melupakan kesedihanmu karena meninggalnya Adam. Tapi aku takut, ternyata Devan tahu semuanya.
Selama ini ia memang selalu ada untukmu. Meski awalnya ia melakukan untuk Devon, adiknya tapi aku tahu ia juga tanpa sadar menaruh hati padamu.
Berbagai cara aku lakukan agar kamu menjauh dari Devan. Aku tak mau ia memberitahumu bahwa aku sempat bertengkar dengan Adam sebelum kecelakaan.
Kamu pasti ingin tahu dari mana Devan mengetahui semuanya. Saat itu ternyata ia memang berada di sana. Memperhatikan kami yang sedang bertengkar.
Harusnya malam itu aku mati saja. Aku terlalu pengecut untuk mengatakan kebenaran ini lebih awal. Beribu maafpun pasti percuma.
Aku sudah menjelaskan semuanya. Dan aku tak mengharapkan kamu memaafkanku. Meski aku akan tetap berkata maaf padamu," ucap Giza mengakhiri penjelasannya.
Aku shock dengan semua penjelasan dari Giza. Jadi selama ini ia berpura-pura baik padaku hanya untuk menutupi kesalahannya padaku.
Memang bukan dia yang membunuh Adam. Tapi secara tak langsung ia yang telah membuat Adam kecelakaan. Aku benar-benar membencinya.
Aku pergi begitu saja dari ruangan itu. Tak kupedulikan Giza yang mulai tergugu.
Aku melihat Fian dan Devan yang tengah bercengkerama. Seketika mereka menghentikan aktivitas mereka saat melihatku keluar dari ruangan giza.
Aku berjalan begitu saja tanpa menghiraukan Devan yang terus memanggilku untuk menghentikan langkahku.
Aku juga marah kenapa Devan juga menutupi ini semua dariku. Apa sebenarnya tujuannya? Membuatku agar tak terluka? Tapi nyatanya aku semakin terluka dengan ini semua.
Devan mencekal tanganku untuk menghentikan langkahku. Aku menepis tangannya kasar. Saat ini aku benar-benar marah.
Aku makin meronta saat Devan memelukku dengan paksa. Akhirnya aku menyerah dan menangis dalam pelukannya.
Aku menurut saja saat Devan mengajakku pulang. Di dalam mobilpun aku hanya bisa meratapi semuanya.
Lagi... Giza menyakitiku, dan kali ini begitu dalam, hingga membuatku sesak.
Aku langsung mengurung diri di kamar. Tak peduli dengan panggilan Devan. Aku hanya ingin sendiri. Terlintas dibenakku saat-saat kebersamaanku dengan Adam.
Aku larut dalam kesedihan bersama kenangan Adam yang telah pergi. Dari balik pintu aku mendengar suara Devan.
Aku tak tahu ia sedang berbicara dengan siapa, karena dari tadi aku tak mendengar orang bertamu. Mungkin dia sedang menelepon.
Tapi kenapa suaranya terlihat marah. Aku menghapus air mataku dan keluar dari kamar.
Aku melihat Devan tengah menelepon. Aku mendengarnya memaki-maki orang di seberang sana. Aku makin terkejut saat melihat Devan menendang kursi hingga terbalik.
Devan sepertinya tidak tahu jika aku sedang memperhatikannya. Umpatan demi umpatan ia lontarkan. Aku tak pernah melihat Devan semarah ini.
Aku tak tahu apa yang memicunya hingga ia bertindak anarkis. Saat manik hitamnya tanpa sengaja menatapku, ia terkejut bukan main.
Ia menghampiriku. Aku mundur beberapa langkah. Aku takut.
"Sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanyanya datar.
Aku bergidik ngeri saat bertatapan dengannya. Tatapan itu bukan milik Devan yang biasa menatapku.
Ada apa dengan Devan, kenapa ia jadi seperti ini? Apa kemarahannya ada sangkut pautnya denganku? Tapi apa salahku?
Aku memundurkan langkahku lagi saat Devan berjalan ke arahku. Tiba-tiba kurasakan sakit yang luar biasa di salah satu anggota badanku.
Arrghhhh...
Tbc...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top