Masa Lalu
Part ini udah balik semula ya... Bukan POV Devan lagi.
Cuma kasih tahu biar gak salah fokus...
Selamat membaca
----------------------
Aku sudah kembali beraktivitas meski kakiku belum sembuh total. Tapi setidaknya aku tidak menggunakan kruk lagi. Banyak kerjaan di kantorku yang mesti aku selesaikan.
Setidaknya ini adalah salah satu cara agar aku tidak memikirkan Devan lagi. Meski aku tahu itu hanya sia-sia. Setelah pertemuan terakhirku di makam dengannya ia tak menampakkan batang hidungnya lagi.
Apa aku merindukannya? Jujur ku katakan, ya. Aku tak ingin membohongi diriku sendiri kalau aku mencintainya. Aku menghembuskan napas lelah.
Semuanya terasa begitu rumit. Harusnya semuanya bisa terasa mudah karena aku tahu kalau aku dan dia saling mencintai. Tapi cinta ini datang di saat yang tidak tepat.
Biarlah semuanya mengalir apa adanya. Karena cinta tahu kemana akan bermuara.
Aku memeriksa beberapa laporan yang diberikan Dira selama aku tak bekerja. Aku cukup senang, meski aku tak ada di kantor tak ada kendala berarti dalam usahaku.
Kudengar ponselku berdering. Kuhentikan aktivitasku sejenak untuk melihat siapa yang meneleponku. Giza... nama yang terpampang di layar ponselku. Sudah beberapa hari aku tak bertemu bahkan berkomunikasi dengannya.
Ini adalah waktu terlama selama aku bersahabat dengannya. Tanpa menunggu lama lagi aku mengangkat panggilannya.
"Ya, Giz, ada apa?"
"..."
"Aku akan ke sana saat makan siang."
Aku mematikan panggilan telepon dari Giza. Aku termenung memikirkan kata-katanya. Dari nada suaranya aku mendengar ada kegelisahan di sana.
Aku mulai fokus kembali dengan pekerjaanku. Aku tidak mau larut dalam pikiran yang tak tentu. Detik demi detik terlewati begitu saja hingga tanpa kusadari jam makan siang sudah datang.
Aku bergegas dari tempatku menuju tempat janjianku bersama Giza. Aku akan diantar oleh sopir dari kantorku. Saat aku menuju parkiran aku membulatkan mataku. Di sana kulihat Arka bersandar di mobilnya.
Aku tak bisa menghindar karena dia telah mendekat padaku. Aku tak habis pikir kenapa dia selalu menggangguku.
"Hai Re, akhirnya aku bisa bertemu denganmu, bagaimana keadaanmu?" tanya Arka padaku.
"Seperti yang kamu lihat. Ka, aku sedang buru-buru aku harus pergi sekarang," ucapku sambil berjalan meninggalkannya.
"Tunggu Re, aku ingin bicara denganmu, kenapa kamu selalu menghindar dariku?" tanyanya padaku.
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi Ka, kisah kita hanya sebuah masa lalu yang sudah aku kubur," jawabku sambil mencoba menghindar darinya.
Arka tak menyerah begitu saja, ia mencengkeram lenganku agar aku tetap di tempat.
"Apa, maumu Ka?" tanyaku sambil meronta melepaskan diri dari Arka.
"Aku hanya ingin kamu tidak menghindar dariku terus menerus. Apa yang terjadi di masa lalu biarlah berlalu. Aku ingin kita mencoba dari awal," jawab Arka seakan meyakinkanku.
Aku terkejut dengan ucapannya. Dia pikir semudah itu aku menerimanya kembali setelah apa yang ia lakukan padaku.
Tiba-tiba emosiku naik saat mendengar ucapannya. Satu tamparan mendarat di pipinya yang tirus. Aku berharap tamparan itu menyadarkannya bahwa aku bukan barang yang bisa ia perlakukan seenaknya.
Apa ia lupa telah menyakitiku. Melukai batin dan ragaku saat ia menghamili Tia teman kuliahku.
"Kenapa kamu menamparku?"
"Supaya kamu sadar kalau kamu tidak pantas mengatakan itu padaku disaat kamu masih berstatus seorang suami."
"Sebentar lagi aku akan bercerai, dan kita bisa kembali merajut masa depan kita."
Ucapan Arka sukses membuatku semakin emosi. Aku melihat pak Diman sopir kantorku sudah memberhentikan mobilnya di dekatku. Aku segera masuk ke dalam mobil disaat Arka lengah.
Napasku memburu. Aku menetralkan napasku yang masih dilingkupi emosi.
Ya Tuhan kenapa masalah selalu datang silih berganti padaku.
"Mau diantar ke mana, Bu?" tanya pak Diman padaku yang sedari tadi hanya diam.
"Ke restoran dekat taman kota, Pak!"
Kulihat pak Diman mengangguk setelah mendengar jawabanku. Aku terdiam di dalam mobil memikirkan Arka. Aku tak habis pikir kenapa lelaki di masa laluku itu tiba-tiba hadir kembali saat aku mulai menata hatiku.
Dulu dia memang lelaki yang baik dan penuh perhatian. Bersamanya selalu ada canda tawa. Jarang sekali ada pertengkaran diantara kita. Kupikir semua baik-baik saja.
Sampai akhirnya aku mendapat kabar dari Giza kalau Arka telah menghamili Tia. Apa aku langsung percaya? Tentu saja tidak. Aku berusaha mencari kebenarannya dan semua bukti mengarah kalau berita itu memang benar adanya.
Bukan hanya itu, pada akhirnya aku mendengar dari mulut Arka sendiri kalau berita yang kudengar adalah benar. Seperti tersambar petir saat aku mendengarnya.
Kakiku lemas. Air mata turun dengan derasnya. Aku menangis tanpa suara. Lelaki yang aku pikir bisa mewarnai setiap hariku mencabik-cabik hatiku dengan cara menyakitkan.
Seperti ada lubang yang besar di hatiku saat mengetahui kenyataan itu.
Huftt...
Kuhembuskan napas kasar mengingat masa laluku yang menyakitkan. Kenapa dia harus kembali saat aku sudah tak ingin mengingatnya?
Aku tahu beberapa minggu terakhir ini dia selalu menguntitku. Saat di rumah Giza, maupun saat aku berada di rumah sakit. Aku kira setelah ia mendapat ancaman dari Devan di mini market lalu ia tidak akan menggangguku lagi, tapi aku salah.
Jika Tia tahu Arka mendekatiku lagi, sudah pasti aku akan mendapat teror-teror yang akan mengusikku.
Memang bukan teror yang menakutkan. Tapi cukup membuat aktivitasku terganggu. Aku tahu Tia adalah wanita yang tak kan membiarkan sesuatu yang menjadi miliknya terlepas dengan mudah.
Bahkan aku ragu Arka akan mudah terlepas dari Tia jika bukan Tia sendiri yang melepasnya.
Ponselku berdering berkali-kali. Aku mengira Giza yang menghubungiku, tapi saat kulihat layar ponselku nama Arka yang muncul di sana.
"Berhenti menggangguku Ka, aku sudah bahagia dengan hidupku," ucapku saat aku mengangkat panggilan telepon dari Arka.
Setelah berkata demikian aku langsung mematikannya secara sepihak. Aku tak memberi kesempatan sedikitpun padanya untuk bicara.
Aku menatap jalanan yang cukup padat. Sesekali aku lihat penjual koran menawarkan dagangannya di lampu merah. Aku bersyukur meski aku yatim piatu setidaknya aku tidak perlu berpanas-panasan untuk mengais rezeki.
Hal itu menyadarkanku bahwa rencana Tuhan itu selalu indah. Meski kita sering berburuk sangka padanya.
"Sudah sampai, Bu," ucap pak Diman menyadarkanku dari lamunan.
Aku bergegas keluar dari mobil setelah pak Diman membukakan mobil untukku. Aku berjalan pelan menuju ke dalam restoran. Entah mengapa tiba-tiba jantungku berdetak dengan cepat.
Aku gamang. Aku berhenti sejenak untuk meyakinkan diriku kalau semua akan baik-baik saja.
Toh, aku hanya akan bertemu dengan Giza. Pikiran ini sedikit membuatku yakin untuk melanjutkan langkahku. Aku berjalan pelan menuju meja yang sudah di pesan Giza, setelah sebelumnya aku bertanya pada pelayan.
Jantungku semakin berdebar dengan kencang saat langkah kakiku mulai dekat dengan tujuanku. Aku terpaku di tempat saat kutahu di sana bukan hanya ada Giza saja. Di sana ada satu orang lagi yang membuatku sulit bernapas.
Kenapa dia ada di sini? Apa sebenarnya tujuan mereka mengundangku kemari?
Tbc...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top