Epilog
Aku baru tahu sekarang, apa yang dulu direncanakan Arka dan Giza untuk mengerjai Tia. Giza meminta bantuan Fian suaminya untuk meyakinkan Tia jika usaha Arka sedang bermasalah.
Awalnya sudah pasti Tia tak percaya, dia bukan perempuan bodoh yang mudah ditipu. Tapi lambat laun ia mulai percaya karena rumahnya selalu di datangi debt collector.
Tentu saja mereka adalah suruhan Fian dan Giza yang berpura-pura menagih hutang pada Arka. Hal ini membuat Tia makin yakin jika usaha suaminya memang bermasalah. Dulu tak pernah ada penagih hutang ke rumahnya, dan sekarang, pagi, siang, sore silih berganti berdatangan.
Awalnya ia sempat meminta tolong pada orang tuanya, tapi ditolak. Sebenarnya Arka sudah terlebih dulu mendatangi mertuanya untuk tak memberi bantuan pada Tia.
Mereka awalnya keberatan, tapi saat Arka memberikan alasannya mereka setuju. Arka beralasan jika itu ia lakukan agar Tia berubah dan lebih menghargai orang lain, selain itu juga untuk memberi hukuman pada Tia karena ia pernah mau mencelakai orang lain.
Saat mendengar alasan itu mereka sangat marah dan tak percaya, tapi saat mereka melihat video Tia yang sedang menyuruh preman untuk mencelakai seseorang, mereka akhirnya percaya.
Mereka mau membantu Arka karena ia mengatakan jika orang yang mau dicelakai Tia akan melaporkan ke polisi. Video itu ia dapat dari Giza yang selalu memata-matai Tia.
Sebenarnya mereka bisa saja menyewa pengacara ternama untuk membantu Tia jika memang sang anak dilaporkan ke polisi, tapi mereka tak mau melakukannya.
Bukan karena tak sayang, tapi justru sebaliknya. Lagipula mereka juga ingin melihat anaknya berubah, karena selama ini mereka selalu menuruti kemauan Tia hingga ia menjadi anak yang egois.
Tia sangat marah saat tak mendapat bantuan dari orang tuanya. Tapi ia tak bisa melakukan apapun. Ia juga tak mungkin melawan orang tuanya.
Namun ia juga tak menyerah. Ia mencoba meminjam pada teman-temannya termasuk Gilsa, tapi tak membuahkan hasil. Akhirnya ia pasrah dan menyetujui usul Arka untuk meminta tolong pada Devan.
Meski ia harus merendahkan diri, ia rela melakukannya karena ia tak mau hidup di jalanan.
Aku juga baru tahu jika ide menjadikan Tia seorang cleaning service adalah ide Giza. Ia tahu jika aku takkan pernah mau membalas semua perbuatan Tia, maka itu ia melakukannya untuk 'sedikit' membalas perbuatan Tia padaku.
Aku tak menyangka jika Giza dan Arka akan melakukan semua itu untuk diriku. Apa aku senang dengan semua ini? Entahlah.
****
Aku sedang berbelanja di sebuah supermarket dekat rumahku. Bukan rumah peninggalan orang tuaku, tapi rumah yang kutempati bersama suamiku, Devan.
Ya, sudah lima tahun aku menikah dengan Devan. Aku dikarunia seorang anak bernama Junior Putra Raliant. Rumah yang kutempati sekarang adalah rumah mewah yang dulu sempat digunakan Devan untuk mengurungku.
Aku baru tahu ternyata rumah itu memang sudah disiapkan Devan saat aku menjadi kekasihnya. Entah kenapa ia bisa begitu yakin jika aku akan menjadi istrinya.
Aku berjalan menuju kasir untuk membayar semua belanjaanku. Aku terkejut saat tahu siapa yang menjadi kasir itu.
"Gilsa," lirihku.
Ia sama terkejutnya denganku, namun hanya sesaat. Ia mencoba tersenyum padaku meski terlihat kikuk. Akupun membalas senyumannya. Aku memperhatikan penampilannya yang sekarang, sangat sederhana sekali.
Aku sudah mendengar kabar Gilsa dari Giza. Sekarang ia sudah tak mau seperti dulu lagi semenjak ia dikeroyok oleh dua lelaki diparkiran sebuah mal.
Ia tak ingin lagi mempermainkan perasaan laki-laki. Ia kapok menjadi bulan-bulanan laki-laki yang disakitinya. Dulu ia dikeroyok oleh dua orang itu karena mereka sakit hati sama kelakuan Gilsa.
Semenjak kejadian itu ia mencoba untuk setia pada satu laki-laki. Dan Giza juga bilang kalau Gilsa baru saja menikah dengan teman kuliahnya. Perubahan Gilsa juga merubah hubungannya dengan Giza. Kini mereka sudah seperti keluarga.
Hubunganku dengan Giza perlahan mulai membaik meski tidak akan pernah sama seperti dulu.
"Bagaimana kabarmu, Re?" sapa Gilsa padaku sambil menghitung belanjaanku.
"Baik Gil, kamu sendiri bagaimana?" tanyaku.
"Baik," jawabnya.
Kamipun berbincang ringan sambil menunggu Gilsa selesai menghitung belanjaanku. Aku tak bisa lama karena harus segera pulang.
Aku tak tega meninggalkan anakku terlalu lama. Setelah selesai berbelanja aku bergegas pulang.
Saat di rumah aku melihat Devan sedang bermain dengan Junior. Ia benar papa yang penuh perhatian. Meski sibuk ia selalu meluangkan waktunya untuk anaknya.
Aku menghampiri mereka setelah memberikan belanjaanku pada pelayan. Usia Junior baru 3,5 tahun, tapi ia termasuk anak yang aktif dan menggemaskan.
Kami bercanda ria bersama. Tak pernah terbayang sebelumnya di benakku jika kebahagian ini akan menghampiriku. Aku selalu bersyukur pada Tuhan dengan semua limpahan kebahagiaan ini.
Meski awalnya aku tak percaya jika akan ada bahagia untukku. Aku mencubit pipi anakku dengan gemas saat ia bertingkah lucu. Tawa berderai dari mulutku dan Devan.
"Juno mau punya adik nggak?" tanya Devan pada Junior.
Aku melototkam mataku pada Devan. Bukan aku tak mau punya anak lagi, tapi aku belum siap karena aku ingin lebih memberikan kasih sayang pada Junior. Mungkin saat usia Junior 5 tahun itu akan aku pertimbangkan.
Aku melihat Junior mengangguk senang. Ia sangat girang saat Devan bilang akan berusaha memberikan adik untuk Junior.
Aku hanya bisa pasrah dengan ucapannya. Devan memelukku dengan erat sambil memperhatikan Junior yang sedang bermain.
Tak pernah terpikir dibenakku akan diberikan keluarga kecil yang bahagia. Terima Kasih Tuhan kau 'Biarkan Aku Bahagia'
**********
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top