David

Aku duduk di meja kerjaku. Banyak kerjaan yang harus ku selesaikan. Karena terlalu asyik dengan kesibukanku hingga aku tak menyadari jam makan siang telah tiba.

Aku memutuskan untuk mencari makan siang di dekat kantor. Tanpa sengaja aku bertemu dengan Fian dan temannya.

"Hai Re, kamu makan siang di sini juga?" tanya Fian padaku.

"Iya, soalnya dekat juga dari kantor," jawabku.

"Gimana kalau kita makan siang bersama? daripada kamu  makan sendiri," tawar Fian padaku.

Aku hanya bisa mengangguk untuk menyetujui tawaran Fian.

"Oh iya Re,kenalin ini temanku David,tapi biasa di panggil Dev," ucapnya lagi sambil memperkenalkan seseorang yang sedari tadi bersamanya.

Saat mendengar nama itu, hatiku selalu bereaksi. Nama itu seolah hidup di hatiku. Selama makan siang, ku lihat David menatapku dengan intens.

Di tatap seperti itu membuatku merasa risih. Kami mengobrolkan banyak hal dan tak terasa makanan yang kami pesan telah habis.

Aku berpamitan terlebih dahulu pada mereka. Ku lihat David tersenyum ke arahku hingga lesung pipinya terlihat. Tak ingin berlama-lama aku beranjak dari tempat itu.

Saat di depan kantor kulihat Devan bersandar di mobilnya. Aku mendekatinya untuk menanyakan tujuannya datang kemari.

"Ada yang bisa saya bantu tuan Devan," tanyaku padanya.

"Tidak ada, aku hanya menunggumu," jawabnya sambil melepas kaca mata hitamnya.

"Ada keperluan apa hingga tuan sampai menunggu saya bukankah kerja sama kita sudah beres dan tidak ada masalah?" tanyaku penasaran.

Tiba-tiba dia merengkuhku dalam pelukannya. Aku terkejut dengan tindakannya yang spontan. Harusnya aku marah padanya tapi aku hanya bisa terpaku.

"Maafkan saya, bukan maksud saya untuk kurang ajar,saya hanya...,entahlah," Devan berkata gugup sambil melepas pelukannya.

Ada apa dengan lelaki ini? dia yang biasanya kasar dan selalu memancing emosiku tiba-tiba memelukku.

Untuk mengurangi kecanggungan kami,aku mempersilahkan ia untuk masuk ke dalam.Ia melihat jam di tangannya, seketika itu ia pamit padaku.

Rasa bingung, penasaran, dan juga senang bercampur jadi satu di dalam hatiku. Saat ku masuk ada salah satu karyawanku yang mengatakan kalau aku mendapat kiriman bunga.

Aku bertanya padanya siapa yang mengirimnya, dia menjawab bunga itu di kirim oleh kurir. Ku lihat kartu di bunga itu, lagi-lagi dari Dev. Kalau Devan adalah Dev,kenapa bunga ini di antar oleh kurir bukan oleh Devan sendiri saat ia kemari.

Aku semakin bingung dengan semua ini. Kupijat pangkal hidungku untuk mengurangi penatku.

****
Aku tersentak saat mendengar bunyi ponselku. Ku tatap layarnya menampilkan nomor asing. Ku mencoba mengabaikannya.

Malam yang sunyi penuh kerinduan. Berbagai pikiran berlalu lalang mampir di otakku. Dev satu nama yang selalu membuatku merindu.

Aku tak boleh merindukannya. Cintaku dan hatiku hanya milik Adam. Ia hanya masa lalu yang tak pantas untuk aku rindukan.

Aku tak pernah tahu sesungguhnya siapa Dev, ku biarkan hati ini yang akan menuntunku untuk bertemu dengannya jika memang kami berjodoh.

Perlakuan Devan tadi siang membuatku penasaran. Siapa dia sebenarnya? entahlah, aku tak mau tahu, bagiku dia hanya orang asing. Aku mencoba memantapkan hatiku untuk menatap masa depan tanpa di bayangi masa lalu.

Aku merebahkan diriku di ranjang kamarku. Aku mulai memejamkan mata berharap sang mimpi kan membawaku.

****
Siang ini aku mampir ke toko bunga. Aku ingin menjenguk ke dua orang tuaku. Sudah lama aku tak ke makam mereka.

Saat aku sedang memilih bunga, aku melihat David tengah memilih Bunga Mawar. Aku menghampirinya.

"Vid, sedang cari bunga untuk siapa?" tanyaku padanya.

"Hai, Re, ini aku lagi cari bunga untuk seseorang. Kebetulan ketemu kamu di sini, menurutmu Bunga Mawar ini bagus tidak?" David bertanya padaku sambil menunjukkan bunga itu padaku.

Aku hanya mampu terdiam. Bunga itu membuatku mengingat Dev. Mungkinkah Dev itu David? Akh... tidak,aku semakin gamang dengan semua ini.

David menepuk pundakku perlahan. Aku terkesiap karena terkejut. Aku tersenyum ke arahnya karena kedapatan melamun di depannya.

"Bunga itu bagus, Vid, ehm... untuk pacar kamu ya?" aku bertanya padanya.

"Bukan, maunya sih begitu, tapi aku harus berjuang keras untuk mendapatkannya kembali," jawabnya dengan tersenyum.

"Maksudnya ia mantan kamu?" aku semakin penasaran dengan perbincangan ini.

"Belum bisa dibilang mantan sih, ia cuma seseorang di masa lalu, tapi kita pernah dekat," ucapnya.

Deg

Mungkinkah orang itu aku? tapi mana mungkin, aku baru mengenalnya, dan tidak mungkin kalau ia adalah Dev di masa laluku. Bisa saja ini hanya kebetulan, atau aku yang terlalu penasaran dengan sosok Dev, hingga aku menganggap semua yang ada hubungannya dengan masa laluku adalah Dev.

Dalam diam ku lihat ia sedang menulis di kartu yang akan di selipkan pada buket bunga itu. Rasa penasaranku membuatku mendekat ke arahnya.

Namun aku terlambat, ia sudah selesai menulisnya. Kini ia sudah berpamitan padaku.

Aku menyesali kebodohanku, seandainya aku lebih sigap setidaknya aku bisa sedikit mendapat informasi tentangnya.

Aku tersenyum lebar, aku langsung bergegas membeli bunga dan pergi dari tempat itu.

Setelah dari makam orang tuaku, aku bergegas menemui Giza. Sebelumnya aku sudah janjian dengannya.

Aku masuk ke rumah Giza dengan tergesa. Karena sudah terbiasa aku langsung masuk tanpa mengetuk pintu.

Aku terbelalak saat ku lihat di depan mataku, Giza dan Fian sedang berciuman dengan mesra, saling memagut penuh nafsu.

Tak ingin mengganggu mereka aku masuk ke dalam kamar. Aku merebahkan diriku di kamar Giza. Ku dengar suara pintu di buka dari luar.

Ku lihat Giza ikut merebahkan dirinya di sampingku.

"Fian kemana?" tanyaku.

"Ia balik ke kantor, katanya ada masalah di sana," jawabnya.

"Padahal aku ingin bicara padanya," aku berkata tanpa menoleh.

"Ada apa? ada sesuatu yang penting?" tanya Giza beruntun.

Aku diam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Giza. Mengalirlah jawaban dari bibir mungilku.

Giza sangat antusias saat aku berniat untuk mengenal David lebih jauh. Tapi ia tidak tahu kalau sejujurnya itu hanya alasanku untuk mencari tahu siapa sosok David sebenarnya.

****
Hatiku berdegub kencang saat aku memungut bunga yang tergeletak di beranda rumahku. Entah mengapa hatiku begitu senang saat menerima bunga itu.

Seketika hatiku terhempas saat ku baca kartu yang ada di bunga itu. Sakit, itu yang ku rasakan. Aku menangis dalam diam. Sekali lagi ku baca kartu itu berharap aku salah membacanya.

Jangan pernah mencariku, biarkan hanya Mawar ini yang akan setia menyapamu.

Dev

Apa maksud semua ini Tuhan. Aku lelah, kenapa ini terasa tak adil bagiku. Dia mengenalku, tapi aku tak mengenalnya. Hanya tangis ini yang mewakili kerapuhan jiwaku.

TBC

Maaf typo di mana-mana...
Mungkin makin gak jelas hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top