Bunga Mawar
Kupandangi Bunga Mawar itu dengan seksama, kuhirup aromanya yang wangi. Setitik air mata jatuh di pipiku.
Jika dia adalah Dev ku kenapa dia terlihat membenciku? rasa hampa yang beberapa bulan ini merongrong hatiku semenjak kepergian Adam,kini mulai berkurang.
Bukan karena aku melupakan Adam, tapi hati ini merasakan kehadiran seseorang yang amat ku rindu.
Senyum simpul bertengger di bibir manisku. Ku duduk di dekat jendela kubuka surat yang dulu ku simpan. Ku baca ulang isinya.
Khayalan tentang wajahnya menari-nari di dalam pikiranku. Meski aku belum pernah bertemu dengannya, tapi hati ini seolah meyakinkanku kalau dia adalah dirinya.
Namun, aku tak ingin terlalu berharap. Rasa sakit itu masih terasa. Harapan yang pupus begitu saja tanpa ada jawaban.
****
Aku sedang mengantar Giza untuk melihat-lihat sovenir pernikahan. Saat sedang asyik melihat lihat tanpa sengaja aku melihat Devan dengan seorang perempuan.
Ia begitu mesranya merangkul pinggang perempuan itu dengan sangat posesif. Entah perasaan apa ini, seakan hatiku tak kan rela.
Giza menghampiriku, ia mengikuti arah pandangku. Ia terbelalak dengan apa yang ia lihat.
"Re, bukankah ia kekasihmu, lalu siapa perempuan yang bersamanya?" tanya Giza padaku.
"Dia bukan kekasihku, aku mengenalnya hanya sebatas rekan kerja," jawabku seolah tak peduli.
"Ayolah, Re, jangan bercanda, kalau ia bukan kekasihmu, mana mau kamu berduaan dengan laki-laki asing, " ucap Giza tak percaya padaku.
"Semua tidak seperti yang kamu bayangkan, nanti kujelaskan di rumah. Gimana sudah menemukan sovenir yang cocok?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
Giza menggelengkan kepala. Ia menatapku seolah menuntut penjelasan dariku.
Aku mengajaknya pergi dari tempat itu. Aku bersitatap dengan Devan. Aku berusaha bersikap biasa saja. Ia menghampiriku bersama kekasihnya.
"Hai nona Rea, sedang apa di sini?" tanyanya padaku seolah ia adalah orang baik.
"Saya hanya mengantar teman saja," jawabku.
"Aku pikir anda tak kan mau menginjakkan kaki anda di tempat seperti ini, apalagi ku dengar calon suami anda meninggal seminggu sebelum pernikahan," tanyanya santai.
Pertanyaannya seketika menghujam jantungku. Tak tahukah dia rasa sakit di hatiku. Aku langsung pergi dari tempat itu.
Kulihat Giza terlihat marah. Ku coba menenangkan dia.
"Maksudnya apa dia bertanya seperti itu? kenapa aku dengan bodohnya mengira dia adalah kekasihmu saat ku lihat dia memelukmu dengan penuh perhatian, " ucap Giza dengan amarah.
Aku sedikit terkejut dengan informasi ini. Mana mungkin Devan memperlakukanku dengan penuh perhatian? sementara setiap bertemu denganku ia hanya membuatku marah.
"Re, kamu harus menjelaskan padaku tentang semua ini dan tanpa terkecuali," ucapnya lagi dengan penuh penekanan.
Aku hanya diam tak menanggapi pertanyaan Giza. Sementara dirinya melajukan mobilnya dengan sedikit emosi.
Aku tahu apa yang di rasakan oleh Giza. Ia terlalu menyayangiku hingga ia bersikap berlebihan padaku.Ia selalu menjagaku agar aku tak di sakiti oleh siapapun.
Itu dilakukan karena ia berjanji pada mendiang orang tuaku untuk selalu menjagaku. Ia bukan hanya sekedar sahabat bagiku, tapi ia melebihi segalanya.
Saat kami ingin masuk ke dalam rumahku Giza melihat sebuket Mawar merah di meja beranda rumahku.
Ia mengambilnya dan membaca kartu yang ada di buket bunga itu.
"Siapa Dev?"
Deg
Pertanyaan Giza membuatku terpaku. Darah dalam tubuhku seakan berhenti mengalir. Ku ambil kartu yang ada di tangannya dan kubaca isinya.
Aku selalu ada untukmu
Dev
Aku seketika lemas. Ku duduk di kursi dan ku dekap kartu itu. Bulir air mata tiba-tiba jatuh dari mataku.
Giza memandangku dengan penuh tanya. Ia mendekapku dalam pelukannya.
"Sepertinya ada yang harus kamu jelaskan padaku, Re?"
Aku menghela nafas, setelah ku tenang aku menjelaskan semunya pada Giza tentang masa laluku, tentang Devan dan juga tentang keyakinanku jika Dev adalah Devan.
Tapi aku tak pernah tahu, apa sebenarnya yang di inginkan olehnya.
"Kalau Devan itu Dev, kenapa dia bersikap kasar padamu?" Giza menolak keyakinanku.
"Entahlah Giz, tapi hatiku selalu berdetak lebih kencang saat aku bertemu dengannya," jawabku sekenanya.
"Kalau dia memang Dev mu, kenapa dia baru datang sekarang, dimana dia 10 tahun ini, dan ini pasti cuma kerjaan orang iseng saja Re," ucap Giza.
"Tidak Giz, dia baru datang sekarang karena dia tahu aku sekarang sendiri, bahkan Adam pun juga telah tiada," aku menerka keadaan ini.
"Jangan mengada-ada, lebih baik kamu istirahat, ayo kita masuk kedalam," ucap Giza menyudahi pembicaraan kami.
Bunga Mawar itu menggelitik hatiku untuk memeluknya. Rasa penasaran bergelayut di pikiranku. Jika kamu selalu ada untukku, lalu di manakah kamu selama ini?
Lamunanku terhenti saat ku tatap cincin pertunanganku dengan Adam. Aku memang belum melepasnya. Saat ku memakainya aku merasa kehadirannya.
"Maafkan aku Dam, aku tak bermaksud melupakanmu," gumamku.
Giza memanggilku saat aku masih asyik dengan pikiranku. Semerbak Mawar ini menenangkan hatiku yang gundah.
****
Usai bekerja, aku mampir ke toko roti langgananku yang juga merupakan milik salah satu temanku.
Kami telah membuat janji untuk bertemu. Sudah lama aku tak bertemu dengannya semenjak meninggalnya Adam.
Banyak hal yang kami perbincangkan. Hingga tak terasa waktu mulai petang.
Kupacu mobilku dengan kecepatan sedang menuju rumahku. Malam ini adalah malam minggu. Aku lebih memilih menghabiskan waktuku di rumah.
Lagi-lagi aku mendapati Bunga Mawar ada di beranda rumahku. Ku lihat ada sepucuk surat di sebelah bunga itu. Ku buka surat itu dengan perlahan dan ku mulai membacanya.
Jangan bersedih sayang,ku kan datang menghapus dukamu, meski hatimu tak milikku sepenuhnya.
Dev
Aku tak melihat seorangpun di sekitar rumahku. Andai aku pasang cctv setidaknya aku tidak sepenasaran ini.
Siapa kau sebenarnya Dev? Aku merindukanmu. Apa maksud ucapanmu di surat ini? kamu membuat teka-teki yang tak mampu ku jawab.
TBC.
Maaf typo dan crita makin gak jelas hehehe...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top