2. Kepalang Tanggung

Tujuh kali sebelas tujuh puluh tujuh. Delapan kali sebelas delapan puluh delapan. Sembilan kali sebelas sembilan puluh sembilan. Sepuluh kali sebelas...

Bagaimana jika semua orang akan melihat Bhuvi dengan berbeda? Bagaimana kalau Bunda membencinya? atau apakah Jeka akan menjauhinya nanti?

Empat kali dua belas empat puluh delapan. Lima kali dua belas enam puluh. Enam kali dua belas tujuh puluh dua...

Buku yang dipegang Bhuvi terjatuh. Seseorang dengan sengaja menghentaknya dengan kencang. Bhuvi mengernyit dan menatap pelakunya dengan tatapan bingung.

"Apa?" suara tak bersalah itu memang menjengkelkan, tapi Bhuvi akan mengabaikannya.

Delapan kali dua belas sembilan puluh enam. Sembilan kali dua belas seratus delapan. Sepuluh kali....

Sebuah buku terjatuh di atas meja Bhuvi. Bunyinya nyaring sampai seluruh kelas menoleh serentak. Bhuvi melotot pada Jeka karena membuat keributan itu.

"Aku temanmu bukan, sih?" dari suara Jeka terdengar sekali ia tidak takut atau merasa bersalah setelah Bhuvi pelototi.

Bhuvi melirik buku di atas mejanya. Bhuvi terdiam. Jeka menggaruk kepalanya karena tidak paham dengan sikap diamnya Bhuvi.

Bhuvi terus diam sampai guru datang memulai pelajaran. Pertanyaan dasar yang mungkin ada di kepala Jeka bukan lagi prioritas Bhuvi. Mungkin lebih baik Bhuvi cari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan pada Jeka. Mungkin saja mulai hari ini Jeka akan menjauhinya. Seperti teman sekelasnya yang lain, Jeka akan menganggapnya aneh.

Bhuvi sudah siap kalau akhirnya Jeka juga menjauhinya. Padahal dari dulu ia tidak peduli siapa yang akan menemaninya dimasa sekolah. Bhuvi hanya perlu belajar, lulus dan bekerja. Kini kenyataan Jeka mungkin saja tidak menjadi temannya lagi sedikit mengganggu hatinya.

"Aku kasih satu kesempatan. Cerita sampai warung Pak Bimin," ucap Jeka tanpa menoleh. Kaki mereka selaras melangkah kanan dan kiri.

Terdengar helaan napas Bhuvi yang berat. Jeka sedikit menoleh penasaran.

"Kamu mau aku cerita apa?" tanya Bhuvi pelan. Langkahnya semakin melambat karena mungkin saja Jeka ingin cerita yang panjang, tapi jalan menuju warung Pak Bimin tidak sejauh itu.

Jeka tiba-tiba berdiri di depan Bhuvi dan menunjuk dirinya dengan pandangan menuntut. "Aku. Namaku di bukumu. Kamu takut sama aku? Emang aku monster? Rahasia menyebalkan. Aku enggak masalah kamu punya rahasia, semua orang punya rahasia. Tapi menyebut aku menakutkan, emang aku apa?"

Bhuvi tertegun. Jeka membacanya sampai akhir. Kenapa Jeka rajin sekali membaca buku catatan hariannya tapi malas membaca buku paket sekolah.

"Kamu emang menakutkan. Lihat matamu yang melotot gitu. Padahal melotot atau enggak matanya segitu aja," jawab Bhuvi yang kembali berjalan melewati Jeka.

"Jangan bawa-bawa fisik ya. Mentang-mentang matamu bulat. Pipimu juga bulat. Kamu lebih nakutin," seru Jeka tak mau kalah.

Bhuvi dan Jeka saling balas tanpa Jeka sadar bahwa Bhuvi tidak melangkah menuju warung Pak Bimin, tapi ke perbatasan desa.

"Mana yang kamu suka? Kenangan baik atau buruk?" tanya Bhuvi yang membuat keduanya berhenti melangkah.

Jeka memangku dagu seolah berpikir keras, "kenangan baik dong. Bikin kita senang."

Bhuvi mengangguk setuju. "Tapi manusia cenderung mengingat kenangan buruk dibanding kenangan baik."

Jeka mengikuti Bhuvi yang berdiri ditepi perbatasan desa. "Kenangan buruk bikin sedih."

"Sadar atau enggak, otak bahkan tubuh kita lebih responsif sama hal yang buruk," ucap Bhuvi dengan suara yang semakin sendu.

"Bhuvi, aku gak paham. Apa itu responsif?" tanya Jeka yang mulai kebingungan dengan kata-kata Bhuvi.

Bhuvi tersenyum miris. Ia sadar kosakatanya agak lain. Mungkin karena sering baca buku punya Bunda. Kata-kata itu sudah biasa bagi Bhuvi.

"Kalau kamu bisa menghilangkan kenangan buruk, gimana?"

Jeka mengernyitkan dahinya. Dengan tatapan tajam penuh kecurigaan, Jeka menggelengkan kepalanya. "Bhuvi, kamu mendadak bodoh ya?"

Bhuvi melotot. "Malah ngeledek. Aku lagi serius."

Tawa Jeka meledak. Menurutnya Bhuvi lucu sekali hari ini. "Maaf deh. Habisnya omongan kamu itu kemana-mana. Aku pusing dan bingung. Pusing soalnya kamu ngajak mikir teori kenangan baik dan buruk. Bingung karena bahasamu kayak alien. Aku kan gak ngerti."

"Aku bisa menghilangkan kenangan buruk."

Oke. Tembakan bagus Bhuvi. Sudah kepalang tanggung, bocorkan saja. Lagi pula terserah Jeka mau percaya atau tidak.

Continue...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top