34.

Halo semuaa! Apa kabar? Wkwk maaf ya gais aku baru muncul karna sibuk banget

Ada yg nungguin gasi cerita ini? Wkwkkw

Kutunggu yaaa antusiasme kalian, btw sori buat komen2 yg belum kubalas. I'll reply it As Soon As Possible!❤️🤙🏼

Cigarettes After Sex — Crush

SETELAH menghabiskan makanan yang telah mereka pesan di kasir, tidak banyak obrolan yang dibahas. Paling-paling hanya seputar hal-hal yang terjadi di sekolah, repotnya memilih universitas, bagaimana sulitnya menjalani tahun terakhir sekolah.

Estrella menceritakan bagaimana dilemanya ia ingin memilih jurusan kuliah seperti teman-temannya.
Widura yang mendengarkan keluhan itu tidak bisa berhenti tersenyum ketika ia menyaksikan ekspresi Estrella berubah-ubah. Dari cara penyampaiannya, Widura suka memerhatikan bagaimana Estrella membawa ia ikut masuk ke dalam kegundahan gadis itu.

Intonasi Estrella yang lembut tetapi penuh penekanan, gesture-nya yang tidak berlebihan tetapi tidak juga kaku, dan hal-hal lain yang sejak dulu menjadi ciri khas perempuan itu.

"Kesel banget kan?" Entah sudah keberapa kalinya kalimat itu Estrella ulang, tetapi anehnya Widura tidak bosan mendengarnya.

"Makanya kayak gue dong."

"Kenapa?"

"Gak usah kuliah." Widura menjeda sejenak. "Gak ribet kan?"

"Serius?"

Widura hanya memundurkan punggungnya ke sandaran kursi, dan bersidekap.

"Loh? Kenapa?"

"Ya buat apa?"

"Yaaa buat masa depan kamu lah?" Estrella mengeryit.

Widura ikut mengernyit dan menggeleng singkat.

"Emang kamu pengen jadi apa?"

Kali ini laki-laki itu mengedikkan bahunya.

"Loh? Cita-cita kamu apa?"

"Lo percaya gak kalo gue gak pernah mikirin hal semacam itu?"

Giliran Estrella mengernyit lagi.

"Jujur, kadang gue iri juga si liat orang-orang pada punya ambisi buat cita-citanya. Keren aja gitu ada motivasi hidup. Seenggaknya udah tau arah hidupnya mau ke mana. Tau kesuksesannya didedikasiin untuk siapa,"

"Emang kamu gak mau bahagiain mama papa kamu?"

"Mereka udah bahagia kok tanpa gue."

Seketika, tenggorokan Estrella tercekik. Meski Widura mengatakannya dengan nada sesantai itu, rasanya Estrella ingin menenggelamkan dirinya ke sumur sekarang juga.

"Jangan merasa bersalah gitu," ucap Widura setelah menghabiskan teh lemon miliknya.

"Siapa?" Estrella malah bertanya. Ia sebenarnya agak kaget ketika Widura mengatakan itu. memang benar, Estrella sempat merasa bersalah. Tapi ia tidak mengatakannya keras-keras. Lalu, dari mana Widura bisa tahu?

"Lo," Widura kali ini bertumpu di atas meja dengan kedua tangannya. "Your eyes told me so," ia menautkan jemarinya dan menempatkan dagunya di atas sana. "Jangan liat gue seolah lo menyesal karena ngerasa salah ngomong, Es."

"Aku enggak –"

"Yaudah yaudah," Widura menurunkan kedua tangannya dan mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Ia memasukkan benda itu ke dalam saku jaket.

"Lo tau kan kalo gue anak pungut?" Laki-laki itu mengulaskan senyum tipisnya. "Itu emang bener adanya. Hampir seangkatan juga tau, chill."

Estrella menghela napas. Apa yang dikatakan Widura memang benar. Estrella memang merasa bersalah karena ia tidak ada di sana, menemani Widura ketika laki-laki itu merasa di titik yang sangat rendah. Tapi Widura juga benar, kalau itu bukan salahnya. Jadi apa yang sebenarnya sedang Widura alami? Kenapa perasaan itu muncul?

"Mau nambah?" Widura menatap prempuan di hadapannya dengan mimik wajah yang sudah berubah. Kali ini ia terlihat bersemangat lagi, dengan gelengan pelan seolah ia siap keluar dari tempat makan ini dan kembali berjalan menembus gerimis kecil di luar.

"Gimana Ghazi?"

Pertanyaan yang dilontarkan Widura membuat Estrella mengedipkan matanya, dan menelan ludah. Jantungnya berdebar-debar.

"He's fine," jawab si perempuan.

Widura mengangguk samar. Keduanya kembali terdiam, hingga akhirnya Estrella membuka mulutnya lagi.

"Abel gimana?"

Widura membuang napas pelan-pelan, memperhatikan Estrella yang tengah menyisiri rambutnya dengan jari.

"Sama."

Estrella menghela napasnya, melihat Widura melirik ke arah lain saat menjawab pertanyaannya. Entahlah hati kecilnya merasakan ada yang tak beres.

"Cerita dong, Wid."

"Cerita apa?" Widura mengerutkan keningnya.

"Apa aja, tentang hari-hari kamu belakangan ini atau yaaa apa aja boleh lah pokoknya."

Kerutan kening Widura perlahan hilang, laki-laki itu menghela napas panjang. Tak tahu jika gadis yang duduk di depannya tengah ber-istighfar dalam hati. Mimik wajahnya menggambarkan dengan jelas kalau ia sedang resah.

"Belakangan ini hari-hari gue banyak drama. Yaah, ada aja sih." Widura menjeda sejenak. "Mulai dari Mayang yang kambuh, sampe... yaaaah gitu lah."

Meskipun Estrella tak tahu permasalahannya, tetapi ia dapat merasakan kegetiran di nada laki-laki itu.

"Lo inget gak dulu gue pernah nitip itu ke lo?"

Estrella mengerutkan keningnya, mimik wajahnya menjadi bingung. "Itu?"

"Pas kelas sebelas, yang gue maki-maki lo dulu."

Spontan, kedua mata Estrella membelalak lebar. Ia terkejut. "Oh, yang kamu labrak Giska itu?"

"Iya." Sebetulnya ada rasa malu yang menjalar di dada laki-laki itu bila throwback ke masa itu.

"Kenapa?"

Setelah berhasil mengalahkan egonya, perlahan Widura menghirup udara, dan melipat kedua tangannya di atas meja.

"Sebenernya gue bukan pemake, Es." "Itu punya Mayang."

Baru mendengar pembukaannya saja, Estrella tak mengedipkan matanya.

"Gak banyak sih yang tau soal ini. Yang tau Eja doang sama temen-temen gue di luar. Bahkan Kievlan pun baru tau kelas dua belas ini. Dulu dia taunya itu barang gue. Dia taunya gue yang make."

"Kenapa kamu kasih tau Kievlan belakangan?"

"Buat apa?" Widura mengerutkan keningnya. "Gue gak mau citranya Mayang ancur. Gue gak mau dia hidup baik-baik aja. Kedengerannya cringe mungkin. Tapi beneran. Apapun gue bakal taruhin buat dia, sekalipun nyawa gue sendiri."

Estrella tertegun.

"She's beyond everything."

Estrella menelan ludahnya, pikiran halusinasinya berharap Widura mengganti kata she's menjadi you are.

"Gue lagi gak mengharap belas kasih or that fucking stuffs, tapi emang gak gampang terlahir sebagai anak pungut, Es."

Widura menghela napas panjang, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran, dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Gue udah biasa dibedain di dalem rumah. Dulu kalo gue mau ngemil snack di kamar, gue harus nunggu permissions dari Caesar, meanwhile dia sama Mayang emang gak akur dari awal."

Estrella mengangguk, menebak alasan Mayang lebih akrab dengan Widura ketimbang Caesar. Mungkin karena Caesar terkesan keras dan menyebalkan.

"Dulu kalo lo mau tau, gue tuh gak pernah anjir diajak liburan ke luar negeri atau gak usah jauh-jauh deh, ke mall aja gue gak pernah diajak sama Si Paula. Tapi giliran ke acara besar atau kayak ke perkumpulan yayasan, gue selalu diajak."

Estrella menarik napas perlahan, mulai tidak nyaman dengan topik dan merasa iba terhadap sosok yang kini membenarkan kunciran rambutnya.

"Emang Paula benci gue. Tapi gue gak ngerti alasannya kenapa, padahal papa tuh sayang banget sama gue."

Mendengar Widura terus menerus menyebut nama Paula tanpa panggilan 'mama' atau 'ibu', Estrella begitu yakin bahwa sosok itu meninggalkan banyak luka di diri Widura.

"Gue inget banget, dulu waktu gue masih TK Caesar udah SD kelas 4 atau 5 an. Dia dibeliin sepaket hotwheels yang limited gitu, gue cuma liatin aja dia main. Kalau pun gue berani sentuh, Caesar pasti langsung marah. Dia gak segan buat mukul atau sleding gue. Paula pun yang liatin itu b aja, dan malah ninggalin gitu aja. Beda sama Papa, Caesar tuh gak berani colek gue di depan papa."

Estrella melipat bibirnya, tak sanggup melihat guratan luka di bola mata yang tengah menatapnya.

"Kalo gue lagi disiksa sama Caesar, pasti Mayang selalu belain gue, gak jarang dia juga ikut dipukulin sama Caesar. Dan kalo Mayang teriak-teriak minta pertolongan Paula, Paula malah cuma bilang 'Caesar, Mayang! Jangan berisik!' Terus pergi."

Estrella tetap diam menyimak, walau ia sempat meringis di akhir. Tak habis pikir bila ada seorang ibu seperti itu.

"Tapi gue gak tau apa yang nyebabin Paula sebenci itu sama gue. Nih. Coba aja ya, Es lo bayangin, gue tinggal di rumah gede, di dalemnya ada sembilan orang pembantu, tapi kalo papa lagi gak ada, gue tiap hari dikasih makannya cuma telor. Susu gue pun susu sachet biasa yang di agen Madura itu, anjing!"

Estrella tak dapat menahan diri untuk tidak melotot.

"Boong!"

"Sumpah Demi Allah." Widura balik melotot. "Bahkan susu itu juga sama kayak yang diminum sama Chico."

"Chico?"

"Anjing di rumah gue dulu."

Untuk kesekian kalinya Estrella dibuat melotot lagi. Benar-benar tak habis pikir dengan tingkah ibu angkatnya Widura.

"Makanya gue putusin buat pergi dari rumah itu, karna gue ngerasa gue bisa semakin toxic kalo gue menetap."

Estrella berpaling ke arah lain. Sorot matanya penuh dengan kesedihan yang dapat ditebak oleh siapapun. Sengaja, ia tak ingin menatap Widura dengan sorot demikian. Ia tak ingin Widura merasa kecil.

"Dari kelas sebelas, gue kumpulin tekad sama uang gue. Gue merasa harus mandiri, walau gue sedikit berat ninggalin papa dan Mayang."

Estrella dapat mendengar suara Widura berubah lebih kalem, meski ada kegetiran di tiap nadanya.

"Gue dulu tuh ada pengasuh namanya Mbak Sari, dia baik banget, sayang banget sama gue dan Mayang. Orangnya udah emak-emak gitu. Tapi, udah meninggal. Dia tuh yang dulu suka melukin gue kalo abis liat Paula bentak-bentak gue."

"Wid."

"Semua orang kan punya luka. Lo, gue, bahkan mereka."

Saat mengatakan kata mereka, Widura mengalihkan pandangannya ke arah kerumunan orang yang duduk di sofa terpojok. Estrella ikut melirik ke arah yang Widura tuju, gadis itu mengatupkan rahangnya kuat-kuat.

"Seenggaknya gue bersyukur si saat gue lagi terpuruk, i got my sister, and my best friends yang selalu bantu gue di situasi itu."

Estrella mengangguk. Sebetulnya ia ingin sekali memberikan sentuhan kecil berupa tepukan, tetapi ia tak memiliki nyali.

"Asli. Kalo ditanya siapa sahabat yang paling berjasa di hidup gue jawabannya adalah Eja dan Kievlan."

Estrella tersenyum. Perlahan ia memajukan tubuhnya, kini ia merasakan lulutnya dan Widura menempel.

"Kievlan baik, tapi dia lebih ke orang yang paling tepat diajak untuk do something fun. Literally dia orang yang gak pernah mikir keluarin berapapun uang buat sahabatnya. Tapi, bukan untuk tempat curhat masalah. Ya emang, gue sering curhat sama dia, tapi tetep beda gak kayak ke Eja."

Estrella mengangguk, mengingat tabiat kedua orang itu.

"Sama Eja gue lebih sering deep talk, bahkan gue gak segan langsung telfon dia ketika gue butuh bantuan. Dan, dia orang yang tau segalanya. Apapun yang terjadi di hidup gue, dia selalu jadi orang pertama yang harus tau."

Widura menjeda sejenak, menyadari bila ia banyak berbicara sekarang.

"Tapi, untuk kali ini gue gak cerita dulu sama Eja."

"Emang kamu kenapa lagi?"

"Abel."

Estrella mengubah poisisi kakinya. Sebenarnya, hati kecil Estrella merasa tersayat mendengar nama itu. Tapi ya sudah lah, tidak apa-apa. Toh, untuk apa juga kan mendramatisir perasaan?

"Mungkin gue omongin ke lo aja kali ya? Lo kan cewek."

Estrella menelan ludahnya, feelingnya mendadak tak enak. "Kenapa emang dia?"

"Gue gak tau. Tapi gue ngerasa semakin kesini hubungan gue sama Abel kayak lagi— gak banget pokoknya."

Estrella menghela napasnya.

"Jujur, gue sayang sama dia. Sayang banget."

Mendengar dua kata terakhir Widura membuat Estrella mendongak. Ia lalu mengangguk dua kali.

"Dia yang childish, moody, dan rewel. Ngeselin lah pokoknya, tapi gue suka." Widura sengaja menekankan dua kata terakhirnya. Ia menjeda. "Gue bahkan gak ngerasa keberatan sama tingkahnya dia. Walaupun sampe sekarang gue gak paham cara perlakuin dia kayak gimana."

Estrella akhirnya menatap Widura lagi.

"Jadi, dia lagi marah sama gue. Gue akuin, gue salah. Tapi gue gak abis pikir, dia masa sampe gak sekolah si gara-gara berantem sama gue?"

Estrella memajukan punggungnya yang terasa memanas.

"Siapa tau dia beneran sakit?"

"Astaga, Estrella. Dia update Instastory terus dari tadi. Walaupun close friend sih, tapi ya aneh lah anjir."

"Emang instastory nya ngapain?"

"Gak jelas. Mending liat sendiri."

Estrella menggeleng cepat. "Lah males banget kalo banyak sampe titik-titik."

"Intinya dia joget-joget tiktok gitu. Anjing banget emang."

"Ngomongnya, ih!" Estrella menatap Widura jengkel.

Widura menghela napas. "Gue jujur ya sama lo. Sebenernya dia bukan tipe gue. Gue malah geli sama cewek-cewek yang narsis gitu di sosmed. Tapi, ya ajaib aja. Gue kayak bisa memaklumi dia tanpa gue sadarin."

Estrella menatap Widura sebentar, lalu berpaling ke arah dua orang yang baru saja duduk di barisan tengah.

"Gue tuh suka kalo dia lagi manja. Mulai dari tiba-tiba meluk, bikin Instastory entah rekam gue atau moto gue tiba-tiba. Intinya, ya gue suka sama dia. Apapun yang dia lakuin pasti bisa aja bikin gue ngerasa terhibur."

Meski sebetulnya tak terlalu menyimak, Estrella akhirnya menatap Widura lagi.

"Kenapa kamu gak datengin aja rumahnya?"

"Semalem udah. Malah gue disuruh pulang."

Melihat ekspresi Estrella yang terkesan jengkel, membuat Widura mau tak mau menceritakan kronologinya.

"Jadi kemaren, gue pulang sekolah sama dia nongkrong dulu, terus Mayang kan kambuh. Gue panik lah, langsung cabut ke RS. Tapi gue pesenin dia taksi dulu sebelum cabut."

"Jadi intinya dia marah ditinggalin?" Kernyitan Estrella muncul.

Widura mengangguk pelan. Sontak, kernyitan Estrella semakin dalam.

"Kan kamunya ada urusan keluarga yang mendesak, masa dia gak maklum?"

"Dia gak tau sih kalau ini urusan keluarga, dia taunya ini urgent aja." Widura memajukan punggungnya, hingga dadanya menempeli meja. "Gue gak pernah ceritain latar belakang keluarga gue ke dia."

"Kenapa?" Kernyitan Estrella memudar.

"Mungkin karna gue belum siap?"

"Gak siapnya?"

"Yaaa... gue ngerasa dia terlalu dini untuk tau tentang keluarga gue."

"Terus kenapa kamu ceritain ini ke aku?" Tanya Estrella dengan jantung yang berdebar. Enggan menerka-nerka jawaban Widura setelah ini.

"Because you're my best friend?"

Estrella mengangguk sambil menyeruput teh lemonnya yang tersisa sedikit.

Jd gimana gais part ini? Ayo sini kasi tau dinda

Info, untuk tim widbel/ghazest mohon maaf next chap saya kasi bocoran kalo mereka gaada di next chap🙏

Daaaaan berbahagialah kalian tim widest karna next chap mereka berduaan lagi😑😒

Intinya maaf ya br muncul karna aku lagi sibuk bgt bisnis kaos hehe;3

/menatap yg di bawah/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top