26.

Maaf. Beribu maaf buat keterlambatan☹️

Aku kemaren bener2 blank parah. Semoga kalian ga kapok ya ramein ini. Maaf udah buat menunggu☹️

Grace Carter - Why Her Not Me
X
Queen - Love of My Life

Suara pintu yang digedor berkali-kali membuat Widura meninggalkan pekerjaannya dan berjalan menuju sumber suara. Ia mengintip lewat lubang kecil di pintu, dan melihat Mayang bersama Eja di depan.

"Ngapain?"

"Gitu cara lo perlakuin kakak?"

Seketika pintu terbuka, Eja langsung menarik Mayang ke dalam. Widura memutar matanya dan duduk di sofa, sedangkan .

"Gue tuh khawatir tau sama lo!" Mayang duduk di sebelah Widura. Eja yang tadinya duduk di sisi yang lain, berdiri dan menjauh beberapa langkah sampai ia duduk di atas meja dekat jendela.

Sementara Widura memilih diam. Tangannya terlipat di depan dada saat ia memerhatikan Mayang yang bergeser mendempet kepadanya.

"Kenapa sih lo, dek selalu ngebuat gue khawatir?" Mayang mengulang pertanyaan.

Bukannya menjawab, Widura malah diam seribu bahasa. Ia sendiri tidak tahu harus menjelaskan dari mana. Setiap napas yang ia ambil terasa berat mengetahui bahwa ia sebenarnya berada satu langkah di depan semua orang.

"Ck, dek!"

"Gue gak kenapa-napa! Emang gue kenapa?"

"Yaudah kalo gitu pulang!"

Eja mengusap wajahnya seraya bangkit berdiri.

"Pulang ke mana? Gue gak punya rumah!"

Tangan Eja berhenti bergerak setelah pernyataan itu keluar dari mulut Widura. Ia melirik Mauang yang duduk di sofa, yang sedang menatap lurus ke arah adiknya.

"Dek. Masih ada papa sama gue." Mayang berusaha tenang.

Widura membenarkan kunciran rambutnya ke belakang. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menatap adiknya tak percaya.

"Daripada lo kesini bikin emosi doang mending—"

"Pulang!" suara Mayang meninggi.

"Ini. Rumah. Gue," sahut Widura penuh penekanan.

Eja melangkah satu kali, menuju sahabatnya.

"May,"

"That house is ours. It'll always be."

"Can you stop?" Widura beranjak dari tempatnya dengan kedua tangannya terlipat di depan dada.

"I can if you join us." Mayang kembali berdiri menghadap Widura. Nada suaranya pelan, namun tidak ada intonasi bercanda di sana. Ia mengatakannya dengan serius.

Widura memilih diam. Ia meremas kesepuluh jemarinya.

"Pulang—"

"BANGSAT!"

Mayang terlonjak kaget begitu umpatan keras itu keluar dari mulut Widura. Matanya membelalak lebar, menyaksikan Widura yang tiba-tiba meringkuk. Eja menghela napas, mendekati Mayang dan mengusap bahunya dengan lembut.

"Udah balik ayo, May."

"MAMA SAMA CAESAR MUNGKIN BISA LAKUIN ITU TAPI AKU SAMA PAPA ENGGAK!"

SUARA notifikasi bertumpuk yang tak kunjung berhenti dari ponselnya membuat Widura buru-buru merogoh kantong celana abunya sambil menggerutu tidak jelas, merasa jengkel dengan siapapun itu yang mengirim pesan Whatsapp berubi-tubi.

"Gak sabar banget jadi orang," gumam Widura seraya ia membuka kunci layar.

Rayvanna Nabila: sayang dimanaaaa?

Rayvanna Nabila: P

Rayvanna Nabila: P

Rayvanna Nabila: P

Rayvanna Nabila: P

Rayvanna Nabila: P

Rayvanna Nabila: Kak

Rayvanna Nabila: IH

Widura: gausah p p kenapa sih!

Rayvanna Nabila: makanya balesnya tuh cepet!

Widura: kenapa sih emang?

Rayvanna Nabila: ini kita jadian yg baru tau Sonia sama Helen doang tau

Widura: terus?

Rayvanna Nabila: kakak gapapa kan kalo orang-orang belum tau dulu?

Widura: emang kenapa orang-orang harus tau?

Rayvanna Nabila: ih aku takut diserang haters lagi

Widura: takut tuh sama Allah

Rayvanna Nabila: is. Tapi kan beda kali ini

Rayvanna Nabila: kakak lagi dimana?

Widura: pojok tangga

Rayvanna Nabila: kenapa gak balik lagi ke kelas?

Widura: males

Widura: Ini kenapa lo malah main hp? Kan masih kbm?

Rayvanna Nabila: Bu Tari sakit. Ini lagi free class, Abel baru selesai nyalin contekan🤗

Widura: oh

Rayvanna Nabila: itu kakak mojok sendirian?

Widura: iya

Rayvanna Nabila: nggak ajak temen?

Widura: bilang aja kalo lo mau diajak

Rayvanna Nabila: ih nggak ya!

Widura: oh gamau wkwk

Widura: kenapa emang?

Rayvanna Nabila: kan aku bukan temen kamu. HEHEHEHEHE

Alis Widura tertarik sebelah.

Widura: terus?

Rayvanna Nabila: emang mau banget mojok sm aku?

Widura: najis wkwkw

Widura: geli fak

Rayvanna Nabila: dih yaudah! Kalo gitu aku tinggal

Widura: yauda selamat belajar.

Widura lalu memasukkan lagi ponselnya ke dalam saku celana. Laki-laki itu berdiri, berjalan ke arah koridor ruang server sambil mendengak ke langit-langit dan kembali duduk di tempat yang sama.
Namun kali ini ada sesuatu yang membuat pemandangannya menajam.

Ia melihat Shania sedang menutup pintu UKS. Gerakan tubuh gadis yang agak sempoyongan itu membuat Widura tertegun.

"Eh! Anjing—"

"Jangan banyak-banyak empingnya, nanti asam lambung mami naik lho."

Suasana makan malam di kediaman Suharno dipenuhi dengan obrolan-obrolan ringan yang dilontarkan Inaya— maminya Estrella dan beberapa cerita tentang kampus Alan. Estrella yang duduk di sebelah Inaya menelan makanannya.

"Eh, dek pacar kamu itu barista-nya The Joures?"

Estrella refleks melirik Inaya yang ternyata sedang menatapnya.

"Oh, si Ghazi itu barista?" Sambung Inaya.

Gadis berambut ikal itu menghela napas, merasa aneh dengan pembahasan tiada henti mengenai Ghazi yang hampir setiap hari mondar mandir rumahnya.

"Iya," gumamnya, pelan.

"Part time atau full?"

"Part time."

"Padahal dia kaya lho. Kaya banget malah." Estrella tersenyum, mengingat seisi rumah Ghazi.

"Oh ya?"

Estrella mengangguk. "Rumahnya di Gator Subroto. Dia ternyata anak pejabat, dan aku baru tau. Padahal dulu kelas sebelas kita sekelas."

"Gatot Subroto mananya?"

"Deket komplek menteri."

"Hah?" Alan nampak terkejut.

"Wah keren juga ya calon mantu mami, udah tajir melintir, hardworker, mandiri, ganteng... berarti anak mami gak salah pilih dong. Sopan pula sama orang tua."

"Dia gak ada cacatnya apa gimana sih?"

"Yang mas liat gimana?"

Yang ditanya mengangkat kedua bahunya bersamaan, masih sibuk mengoleskan mayonaise di atas daging dengan garpu.

"Kalo menurut mami sih... cacatnya dia itu ya... dia terlalu baik," ujar Inaya. "Tapi... mami harap kamu bisa bertahan sama dia ya, karna jarang-jarang lho ada laki-laki sebaik dia."

Kali ini Estrella hanya meresponnya dengan senyuman simpul.

"Emang kenapa sih kalo gue anterin Shania balik?"

Entah sudah berapa lama mereka bicara dalam suasana tegang yang membuat tidak nyaman. Widura berdiri bersandar di tiang gazebo rumah Abel, sementara yang perempuan hanya menatap jengkel kekasihnya.

Gadis itu terlihat kusut, mimik wajahnya bercampur antara kesal dan cemburu.

"Tapi kan kalian berduaan di motor!"

"Terus lo maunya gue bertigaan gitu?" intonasi Widura semakin dingin.

"Ih, kak!"

Widura mendengus.

"Dia tau nggak sih kalo kakak pacarku?!"

"Mana gue tau—"

"Tuhkan!" potong Abel. "Pasti dia mau kakak anterin karna dia gak tau kalo kita pacaran!"

"Bel..."

"Ini nih! Akibat gak pernah post pacar di IG!"

"Sumpah lo alay banget," ujar Widura. "Padahal kan lo yang bilang jangan langsung post, takut dinyinyirin orang-orang."

"Ya tapi paling nggak kakak bilang kek kalo kakak ada pacar yang mesti dijaga hatinya!"

"Bel."

Abel berdecak. "Ya udah kalo gitu aku mau kakak sekarang post aku di IG!"

"Apa-apaan sih lo, Bel?!"

"Lagian apa salahnya sih post mukaku di IG? Emangnya aku jelek apa? Emangnya malu-maluin banget apa?"

"Bel. Cukup," ujarnya, pelan namun tegas, berusaha menenangkan Abel yang dongkol melihatnya memboncengi perempuan lain.

"Aku gak suka kak kamu kayak gitu."

"Kamu cemburu?"

"Pake nanya!"

"Kenapa harus cemburu? Kan cewek gue cuma lo."

Abel tak sadar jika ia menahan napasnya. "Coba sih kak mikir kalo posisi kita yang dituker."

"Apa?"

"Emang kakak gak marah kalo aku balik sama cowok lain?!"

"Tergantung." Widura menarik napas pendek. "Tergantung kondisinya. Misalkan gue lagi jauh, lo butuh tebengan ya pasti gue ngerti."

"Ih gila ya? Bisa-bisanya bertindak kayak gitu?"

"Udah lah, Bel... jangan drama."

"Kalo gitu besok kakak gak usah anter-jemput aku!"

"Terus lo mau berangkat sama Pak Johar?"

"Sama cowok lain lah! Ngapain!"

"Bel, ya ampun masih drama aja."

"Aku cemburu, ngerti nggak sih? Kakak tuh nyuruh aku balik sama Sonia terus malah anterin cewek lain. Siapa coba yang gak jengkel?" Abel melipat kedua tangannya di depan dada. "Lagipula wajar lah kalo dia gak tau kakak ada pacar, orang di Instagram kakak aja gak ada foto aku kok. Update story sama aku juga gak pernah."

"Bel..."

"Kalo aja tadi kakak nggak anter cewek mungkin gak bakal aku kayak gini."

Widura menghela napasnya.

"Tau ah, aku pengen tidur!"

"Apaan si, Bel?" terkejut mendengar Abel bicara demikian. "Gue udah jauh-jauh ya dari Tangerang ke sini buat lo."

"Sekarang aku tanya sama kakak. Si Shania tadi temenan di WA atau LINE nggak sama kakak?"

"Temenan."

"Pernah chattingan?"

"Pernah—"

Abel melotot. "Ya Allah, kak!"

"Cuma bahas ekskul!" Widura langsung klarifikasi. "Selain ekskul dia gak pernah bahas hal lain. Toh, bentar lagi kelas 12 udah gak boleh ikut ekskul."

"Gak percaya? Mau baca chat-nya?" Tangannya yang memegang ponsel mejulur ke arah Abel.

"Gak perlu."

Widura diam sejenak, mencoba tenang dan menjelaskan lagi dengan cara yang lebih baik. Abel kelihatan sekali kalau ia kesal, namun ia tidak bisa meluapkan kekesalannya. Alhasil, Widura berusaha mencari jalan tengah.

"Coba deh lo di posisi Shania tadi, dia udah sempoyongan di sekolah, anak-anak masih pada di dalem kelas. Yaudah, kan emang gue doang yang berani cabut, tau sendiri kan satpam gak ada yang berani sama gue. Ya gue langsung anter lah. Dimana coba peri kemanusiaan lo?"

Abel menoleh. "Aku tuh cemburu. Bener-bener cemburu."

"Iyaa, tau. Udah sini aja." Widura bergeser dari tempatnya, memberi ruang untuk Abel.

Gadis itu pun menurut dan ikut duduk di sebelah Widura. Begitu dekat, sampai bahu mereka menempel. Suasana hatinya masih tidak enak disertai dengan kekhawatiran yang kerap hadir. Ia tidak suka Widura berdekatan perempuan lain. Tapi di satu sisi, ia sendiri pun tidak bisa mencegah itu terjadi.

"Jangan pernah coba berpaling kak."

"Bel." Widura terkekeh mendengarnya. "Sebenernya gue seneng loh lo cemburu begini," lanjutnya.

Abel menatap Widura tak percaya.

"Ya, kesannya lo beneran sayang sama gue," tambahnya. Tangan laki-laki itu bergerak, menyelipkan rambut Abel di belakang telinga gadis itu.

"Coba gantian besok aku yang balik sama cowok lain,"

"Loh? Emang kenapa? Lo gak mau
balik sama gue?" Laki-laki itu langsung menghentikan gerakannya.

Abel tak menjawab, ia hanya memalingkan wajahnya.

"Biar apa si revenge kayak gitu?"

"Bodo." Abel langsung bergeser, pindah bersandar pada tiang.

Melihat tingah gadis itu, suasana hati Widura perlahan-lahan berubah. Abel... Abel...

Pada saat ini Abel bicara bahwa ia cemburu agar dirinya terbebas dari rasa yang mengganggu. Dan sejujurnya Widura juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin sekarang juga sama. Tidak ada lagi yang bisa Abel perbuat. Semuanya telah terjadi.

"Sini deh." Widura menepuk sisi kosong sebelahnya.

"Apa?"

"Siniii."

"Mau apa dulu?"

"Mau peluk."

"Gak!" Abel langsung bersidekap.

Alis Widura tertarik, ia suka momen ini. Ia suka sekali tantangan.

"Oh nggak boleh nih? Padahal abis peluk pengen selfie buat upload di IG."

SETELAH memutus panggilan video dengan Ghazi, Estrella tidak langsung tidur. Gadis itu mengubah posisi tidurnya jadi miring, ia membuka Whatsapp, melihat-lihat status yang diunggah orang-orang di kontaknya. Merasa jenuh, ia lalu beralih ke Instagram.

Estrella mengganti posisi tidurnya jadi telentang. Ia membuka profile Ghazi, iseng. Namun belum juga ibu jarinya scrolling sampai bawah, ia sudah merasa malas. Entahlah.

Estrella meletakkan ponselnya di dada, dan memejamkan matanya, mengingat-ingat wajah Ghazi. Estrella akui ia menyukai senyumnya, tawanya, binar matanya yang teduh tapi cerah, tetapi...

Estrella menghela napasnya. Ia mengunci layar ponselnya, lalu ia membukanya lagi. Gadis berpiyama satin itu terduduk.

"God," gumam Estrella sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan dan menutup kedua matanya selama beberapa saat. Rambutnya yang bergelombang ia biarkan tergerai.

"Please let me sleep," ucapnya dengan nada terlemah di setiap kata.

Perempuan itu berdiri, berjalan mengelilingi kasurnya sambil mendongak ke langit-langit dan duduk di jendela kamarnya. Setelah hampir sepuluh menit, Estrella beranjak dari tempatnya duduk dan menyangga tubuhnya dengan tangan kanan ke jendela supaya ia bisa melihat pemandangan di luar lebih jelas.

Estrella menyalakan ponselnya, dan membuka Instagram. Ia mengetikkan satu nama. Nama seorang laki-laki yang selalu saja muncul pertama kali ketika ia terbangun dari tidur sampai ia terlelap.

Gadis itu memutar Instastory akun itu, story itu terbuka. Dan memuat foto Widura tengah merangkul seorang gadis. Dan, gadis di sebelahnya meleletkan lidahnya.

Estrella refleks menahan story itu.

Gadis itu menatap kosong ponselnya begitu ia melihat dengan jelas bahwa Abel lah yang di samping Widura. Apa-apaan ini?

Napas Estrella mulai tidak teratur seiring otaknya berusaha untuk mencari jawaban. Mungkin untuk beberapa orang, kejadian seperti ini bisa dianggap sepele. Bisa saja mereka berdua hanya selfie layaknya teman biasa.

Tak sanggup melihat story itu lama-lama, Estrella akhirnya menggulir ke bawah story Widura.

Namun, lagi-lagi ia dikejutkan oleh pemandangan yang membuatnya kembali mematung. Widura baru saja menge-post foto seorang perempuan.

RespatiWidura Hi

Pandangan Estrella mengabur, ia mematung di tempat, menatap layar ponsel di genggamannya dengan sorot mata tak percaya.

Seketika semua suara benda elektronik di kamarnya tidak terdengar, semuanya hening. Tidak ada suara AC yang terdengar di telinganya, sekalipun sepatah kata yang keluar dari mulutnya.

Bayangan Widura di pintu UKS memeluknya, ia tidak sanggup menyangkal bahwa ia merindukan sentuhan laki-laki itu, namun rindu itu dengan cepat berubah jadi rasa kecewa yang teramat dalam. Estrella berjalan ke nakas, dan mengambil headset.

Dengan bibir begetar ia memutar lagu Why Her Not Me, dan menggeser equalizer suara sampai penuh.

Kemudian tangisnya pecah dibalik hentakan ritme piano yang memenuhi telinga.

Kini semua telah jelas. Harusnya ia sadar sejak awal jika ia punya Ghazi— yang selalu ada untuknya, yang selalu sabar dan segalanya.

Tetapi, entah mengapa rasanya sakit sekali mengetahui Widura tak lagi sendiri.

Karena, sekuat apapun Estrella berlari.

Semuanya masih terasa sama.

Karena bagi Estrella, Widura selamanya menjadi cinta pertama —sekaligus kasih tak sampainya.

Maaf gais:(

Aku bener2 minta maaf ya gais 😭💔

Gimana part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top