19.

Maaf ya semua udah nunggu

Ada yg seneng kah aku muncul?👀👀

makasih udah bakar part kemarin! Semoga part ini gak kalah ramenya!🔥🔥🔥

Vanta Blvck - Waiting

BELUM puas menonjok tembok hingga tangannya berdarah, kini Widura membanting apapun yang ada di kamar kosnya layaknya kesetanan. Tanpa pedulikan serpihan kaca yang berceceran di lantai, laki-laki itu mondar-mandir dan merampas amplop yang tergeletak di kasur. Dilemparnya amplop tersebut ke sembarang arah. Apa gunanya amplop sialan itu?

Apa gunanya ia tahu identitas mereka?

Suara notifikasi chat di ponsel berbunyi empat kali. Widura melirik layar benda itu sekilas, melihat siapa pengirimnya Widura enggan membuka pesan itu. Mood-nya sedang berada di level terbawah.

Suara ketukan pintu membuat Widura berhenti dan langsung menoleh ke belakang. Ia langsung yakin kalau Mayang yang pasti masih berdiri di depan sana—tapi untuk apa? Gunanya apa dia ke sini?

"Dek, buka!"

Tuh kan.

Widura menghela napasnya, dan mengunci mulutnya rapat-rapat. Tatapannya fokus ke pintu.

"Dek, dengerin gue—Buka dulu pintunya!"

Widura masih bergeming.

"Yaudah kalo lo gak mau liat muka gue atau apa, tolong baca WA gue!"

Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, tak pedulikan darah dari tangan menodai wajahnya.

Setelah hampir satu menit suara ketukan pintu tidak terdengar lagi, Widura meringis ketika ia mencabuti beling yang menusuk kulit kakinya. Dengan hati-hati ia duduk di kasur dan meraih ponselnya.

Mayang Ariesa: dek gue sayang sama lo. Dari dulu gue selalu bilang kan kalo kita sama. Gimanapun atau apapun background lo. Lo selamanya tetep anaknya Paula-Affan kayak gue. Lo selamanya adek gue. It'll never change dek

Mayang Ariesa: tolong maafin gue Wid

Mayang Ariesa: gue tau dari dulu mama selalu perlakuin lo gak baik tp masih ada gue sama papa

Mayang Ariesa: tadi mama emosi aja Wid

Mayang Ariesa: Wid gue mohon jangan pergi

Mayang Ariesa: jangan ilang jangan lagi do stupid things

Mayang Ariesa: tolong Wid

Mayang Ariesa: bener2 tadi accidentally

Mayang Ariesa: but one thing

Mayang Ariesa: gue sayang banget sama lo.

Mayang Ariesa: Lebih dari apapun

Mayang Ariesa: lebih dari siapapun

Setelah membaca spam chat itu, Widura mendengus. Ia melempar ponselnya ke kasur.

"Bangsat! Semua orang kayak bangsat!" Jeritnya, frustasi.

BEGITU melihat status pesan barunya terkirim, perempuan berambut kemerahan itu mengunci layar ponselnya, ia merasa harus menghemat baterai ponselnya hingga nanti. Karena, ia tidak mau memakai power bank, nanti ponselnya cepat rusak.

Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin, sekadar make sure jika make up-nya sudah dewy dan flawless persis seperti Abel Cantika, beauty vlogger favoritnya. Langkahnya menuju larpet karpet beludru pink sebelum berjalan ke arah pintu.

Rencana hari ini yang sudah di dalam kepala  Abel  adalah  menonton live music dan selfie yang banyak bersama Widura. Karena ia tak mengharap lebih, selain foto bersama Widura atau merekam suasana sekitar, untuk dijadikan highlight di Instagram story-nya. 

Selepas memastikan look wajahnya, Abel kini memastikan pakaiannya. Turtleneck long sleeve mustard dan rok mini kotak-kotak merah jadi pilihannya.  Ia merasa ada yang kurang di bagian kepala.

Namun,  belum  sempat  perempuan  itu  mengambil jepit mutiara di kotak aksesorisnya,  suara  ketukan pintu  terdengar. 

Ia  langsung  berbalik  dan  reflek  memutar bola  mata,  sedikit  kesal  karena  ia  merasa  terganggu.   Suara  ketukan itu  terdengar lagi—kali ini  lebih  keras membuat  Abel memutar matanya.

"Iya iya!"  Ujarnya. Tangan  kanan  Abel  meraih  kunci  dan  memutarnya  lagi, dua  kali.  Kemudian  ia  menyentuh kenop dan  memutar  benda  itu  sambil  menariknya  ke  dalam. 

Saat wajahnya  terangkat  dan matanya melihat  sosok  yang  berdiri, Abel  menahan napas.  

"Disuruh turun sama ibu. Ayo makan, Bel," kata Mbak Rosi.

Walau sebenarnya  Abel  juga  dapat  mendengar  nada  keputus-asaan,  namun  ia  enggan memikirkannya  jauh-jauh.  Wanita berdaster batik itu berdiri  tepat  di  hadapannya.

"Iya entar."

"Buruan. Bapak juga udah di bawah."  Mbak Rosi  kembali mendesak. "Kamu mau kemana? Cantik amat?"

"Yaudah, gak nyampe lima menit ntar Abel udah di bawah." Abel  mengalihkan topik.

"Bener loh ya?"

"Mbak, ih!" Abel langsung merengek, kedua matanya  terpejam. Bibirnya lalu mengerucut dua centi.

Mbak Rosi menarik  napas  dalam-dalam. Jujur, kalau Abel sedang berpenampilan begini Mbak Rosi jadi khawatir. Mengingat, rok yang dikenakan anak itu panjangnya di atas paha. Terlebih keluar malam begini, Mbak Rosi jadi curiga. 

"Yaudah,  Mbak turun ya," kata Rosi, mundur perlahan.  

Melihat Mbak Rosi membalik punggungnya, barulah Abel menutup pintu kamarnya. Ia lalu mengambil ponselnya,  jantungnya berdebar-debar ketika ia  membuka  kolom  obrolan  antara  dirinya  dan Widura yang belum juga direspon sama sekali.

Rayvanna Nabila: p

Rayvanna Nabila: ih kak jadi ngga?

Rayvanna Nabila: kak

Rayvanna Nabila: kak wid udah di jalan belum? Udah jam 8 nih:(

"Gak dibaca lagi..." gumam Abel, pelan. "Ini tuh jadi nggak sih sebenernya?"

DENGAN posisi rebahan miring, Estrella meletakan ponselnya di nakas sebelum ia memejamkan matanya.  Suhu AC kamarnya terasa semakin dingin memaksa gadis itu membungkus tubuhnya dengan selimut. Lalu ia menarik  napas  dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan lewat  hidung. 

Setelah teman-temannya pulang, entah mengapa  ia merasa  tidak  tenang. Bukan karena ditinggal sendiri lagi— ah,  mungkin itu  juga.  Akan tetapi ada yang lebih besar dari itu,  yang terus-terusan ribut di kepalanya.

Saran  demi saran  yang  tadi  dilontarkan teman-temannya  bukan hanya  menyentil dadanya.  Namun,  hal  tersebut  juga  memberikan pertimbangan lain  yang ia menimbulkan konsekuensi baru nantinya. Jadi, haruskah?

Estrella: masih bangun?

Sengaja gadis itu mengirim pesan ke sosok yang menge-chatnya tadi sore. Tak sampai dua menit, muncul balasan.

Hisbatul Ghazi: loh kok belum tidur?

Estrella: pengen

Estrella: kamu kenapa belum tidur?

Hisbatul Ghazi: masih skincare an

Alis Estrella tertarik sebelah.

Estrella: ....

Hisbatul Ghazi: wkwkwk

Hisbatul Ghazi: canda sayang (pake nada Keanu)

Estrella terkekeh, ia menggeleng lalu mengubah posisi tidurnya.

Estrella: apazi

Hisbatul Ghazi: tidur gih besok kan sekolah

Estrella: iya. Ntar

Hisbatul Ghazi: kalo dibilangin

Estrella: emang kamu abis apa?

Hisbatul Ghazi: abis kerjain makalah

Estrella: wow rajin banget🙃🙃

Hisbatul Ghazi: tidur Es

Estrella: iya

Hisbatul Ghazi: night ya hehe

Seketika lubang dada Estrella membesar, ia tak mengerti padahal ini bukan kali pertamanya diucapkan seperti ini oleh laki-laki. Tapi, ia merasa berdebar-debar. Hingga selang lima menit, pesan baru kembali muncul.

Hisbatul Ghazi: loh? Masih stay? Masih bangun dong?

Bola mata Estrella membelalak, ia merutuki kebodohannya yang malah masih stay di kolom chat Ghazi. Gadis itu mengubah posisi tidurnya lagi.

Estrella: eh astaga wkwk

Estrella: kayaknya aku insomnia deh

Hisbatul Ghazi: mau ditemenin tidur?

Alis Estrella tertaut, pertanda bingung.

Estrella: hah?

Hisbatul Ghazi: ya vc tapi

Hisbatul Ghazi: mau?

Hanya dalam hitungan detik, muncul panggilan masuk di layar ponsel Estrella. Jantungnya berdebar-debar, dan napasnya tercekat.

Inikah saatnya?

SETELAH turun dari motornya, langkah tenang laki-laki itu mendekati rumah kosong yang tembok putihnya sudah kecokelatan. Pintu yang terbuka membuat Widura berasumsi di dalam sana tak ada siapa-siapa.

Dari bayangan di lantai, terlihat dua orang menghampiri Widura dari samping. Widura otomatis memutar punggungnya. Ternyata Agra dan Ryan. Tangan Ryan berhenti memutar tongkat baseball-nya.

"Tumben jam segini, bro?"

Widura tidak menjawab. Laki-laki itu tertegun melihat hal ganjil pada wajah Agra, melihat wajah Agra.  Hanya dalam tiga detik Widura langsung mendekati Agra, fokusnya tertuju pada botol-botol kecil yang berserakan di sudut.

Laki-laki gondrong itu sontak memungutnya, botol yang terisi serbuk kristal bening. Sebelum mengembalikan benda itu ke tempat semula, Widura menegakkan tubuhnya dan melayangkan tendangan di udara.

"Anjing!" Serunya.

Pasti dia. Pasti ulah dia!

"Wid—" Agra langsung menyentuh bahu Widura.

Ryan bergeming, tatapannya jatuh pada kedua temannya tanpa suara.

"Dia lagi?" Potong Widura, ia menepis tangan Agra.

"Eh— apaan sih—"

"Dia lagi?" Ulangnya, lebih dingin, tajam, dan menusuk.

Kata 'iya' yang kelewat pelan akhirnya keluar dari mulut Agra.

"Fuck!"  umpat  Widura, kencang. Sontak, Agra langsung menjauh. Ryan memejamkan matanya kuat-kuat, berusaha menahan keterkejutannya saat Widura meninju tembok dengan brutal. Padahal, tangannya sudah diperban.

"Bangsat! Gak ada kapok-kapoknya tuh orang!"

"Hari ini gue mau buat dia hancur. Sehancur-hancurnya!"

"Wid, udah!" Seru Agra. "Dia mahasiswa. Lo cuma anak SMA."

"Bacot! Bosen gue dengernya, anjing!"

Agra dan Ryan menghela napasnya.

"Gue gak mau buang-buang waktu. Kalo kalian mau ikut ayo, enggak yaudah."

"Wid, Wid!"

Tangan kanan Widura mengeluarkan kunci motor dari saku celana saat ia berjalan keluar dari markas. Begitu duduk di motornya, laki-laki itu langsung menambah kecepatannya menuju tempat tongkrongan lamanya. 

Berkat kemampuan mengebutnya, perjalanan yang biasanya memakan waktu hampir dua puluh menit, kali ini hanya sepuluh menit. Ketika motor yang dikendarai Widura berhenti di angkringan tenda biru pinggir jalan. Laki-laki itu langsung turun, dan melepas kunciran rambutnya.

Matanya memerhatikan ke gerombolan empat orang laki-laki yang tengah duduk di satu meja. Nampak asyik membicarakan sesuatu sambil merokok. Obrolan  mereka  nampak  santai,  dan  Widura  merasa  bahwa  masalah  ini  lebih dari  sekedar  apapun  itu  yang  melintas  di  dalam  kepalanya.

Tetapi bukan itu masalahnya.

Masalahnya, sosok yang dicarinya tak ada.

Refleks, Widura langsung mengepalkan tangannya ketika merasakan seseorang  merangkul bahunya  dari belakang. Terlebih, ia sadar bahwa orang itu tertawa.

Tidak  kurang  dari  satu  detik  kemudian,  Widura lamgsung menoleh.

"Already miss me, eh?"

Melihat senyum yang mengembang di wajah Caesar, satu tinju keras mendarat tepat di wajah Caesar sebelum Widura mendorong tubuhnya ke belakang, dan menarik kerah laki-laki itu.

"Anjing!"

Suasana langsung berubah seketika tinju Widura lagi-lagi mendarat di wajah Caesar. Beberapa pengunjung langsung beranjak dari tempatnya dan pedagang angkringan langsung  keluar, dan memaki  mereka  untuk  tidak  menyelesaikan urusan di sini.

Berbagai kalimat umpatan Widura lontarkan. Layaknya orang kesetanan, Widura menonjok dan menendangi pria itu tanpa ampun hingga hidung, dan sudut bibir Caesar berdarah.

Seolah tuli, Caesar langsung membalas bogeman  dengan cara yang sama burtalnya dan membuat Widura nyaris tersungkur. Perkelahian berlangsung riuh, beberapa laki-laki di tempat tak langsung melerai.

"BANGSAT MATI AJA LO ANJING!"  Seru Caesar. Baginya, anak kecil semacam Widura harus mati di tangannya.

Salah satu pengunjung akhirnya ada yang nekat ingin  melerai. Satu tinju melayang dari tangan Widura dan mengenai wajah laki-laki asing itu di bagian rahang ketika ia menerobos diantara mereka berdu..

Dan Widura langsung berhenti  ketika ia sadar laki-laki bermata sayu itu hampir tersungkur.

"WOI! UDAH!" Kedua tangannya terentang, mendorong bahu Caesar dan Widura bergantian.

"Goblok!"  Tambahnya.  "Biar apa lo semua berantem di jalanan?!  Lo pikir ini keren?  Hah?"  suara laki-laki itu meninggi.

"Badan doang pada gede! Otak nggak ada!"

Dengan  napas  tersengal-sengal,  Widura  mengusap  wajahnya. Matanya tertuju pada Caesar dan berusaha  mengabaikan rasa sakit yang mulai  timbul  pada wajah dan perutnya.

Dua  teman  Caesar  yang  baru saja muncul; Bani  dan  Irza,  langsung  datang  menghampiri,  berusaha menarik laki-laki itu. Kedua tangan Caesar terkunci ke belakang dan Bani menariknya menjauh dua langkah dari tempat Widura berdiri.

Begitu pula Agra dan Ryan yang sejak lima menit lalu diam di tempat. Keduanya menahan Widura yang memberontak

Karena Widura belum puas.

Ia merasa apa yang ia rasakan sekarang belum sebanding dengan apa yang terjadi padanya dan itu semua tidak adil.

"Gue sumpah gak ngerti maksud kalian apa berantem di pinggir jalan gini," laki-laki asing itu diam sejenak di pertengahan kalimatnya, berusaha mengatur napas.

Agra membatin dalam hati, berharap Ryan bicara. Selain karena mungkin Ryan bisa menenangkan keduanya, Ryan juga bisa mengajak Widura pergi dari tempat ini.

Karena Agra sudah menduga bila dua laki-laki gila itu akan melanjutinya. Laki-laki yang lidahnya ditindik itu mengalihkan perhatiannya sejenak ke Caesar dan menatap Widura lagi.

"Lo itu kampang! Selamanya cuma anak kampang!" Seru Caesar, berapi-api.

Sebenernya Widura sm Caesar kenapa coba😏😏

Gimana gais part ini? Btw kasian ya Abel digantungin sedangkan Estrella udah mulai uwu:(

Well, gimana part ini secara keseluruhan? Suka atau gimana?

Btw ini adalah part tersingkat di Gulma. Sorry telat updatenya ya

Maafin aku dan Caesar

Ada yg kepo sm penampakan Caesar?

/siapa yg paling uwu?/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top