15.

Maaf ya gais aku lama, btw ini adalah part terpanjaaaang di Gulma

Vote/komennya kutunggu ya gais🌜

Mark Diamond - You're My Girl
X
Cigarettes After Sex - Sweet

"Mas, kok kita malah ke arah lain—bukannya langsung balik?"

Estrella menoleh ke sosok bermata sipit di sampingnya yang tengah mengemudi ke jalur yang bukan ke arah rumahnya.

"Mas pengen ke The Joures ketemu sama Danang dulu," sahut Alan.

"Oh, kakaknya Aci?"

"Iyaaa... mas mau jadiin band dia guest star di event minggu depan."

"Oh. Yaudah kalo gitu."

"Tenang. Gak lewat dari jam sembilan, biar mami nggak rewel."

Setelah  kurang  lebih dua puluh menit perjalanan  dari rumah sakit, akhirnya mereka tiba di kafe bernuansa industrial yang furniture-nya didominasi kayu jati, dan aneka dekorasi alam yang meneduhkan mata.

Gadis berseragam SMA itu turun dari mobil, matanya tak juga lepas dari  ponsel digenggamannya, harap-harap cemas menunggu balasan pesan dari sosok yang masih berbaring di ranjang RS.

Langkahnya terkesan santai begitu melewati papan tulisan OPEN-CLOSE dibalik pintu. Bait akhir lagu How Deep is Your Love milik Calvin Haris menyambut kedatangannya.

Seperti biasa, sofa terpojoklah yang selalu menjadi pilihannya. Sambil menunggu balasan chat Widura, Estrella membuka kolom chat-nya dengan Aci, mengabari keberadaannya ke sang pemilik.

"Mau pesen apa nih, Kak El?" Tanya salah satu staff ber-name tag Putri. Meski tidak begitu sering bertemu Estrella, tak seperti Giska, dan Anika yang sering berkumpul di kafe. Tetapi, ia ingat bila sosok ini bagian dari Aci cs.

"Mm... kayaknya aku gak pengen makan deh."

"Mau minum aja, Kak?"

"Bentar, deh," kata Estrella. Tangannya menyelipkan helaian rambut dibalik daun telinga, matanya menyapu sekeliling. "Acinya mana ya, Mbak?"

"Oh, Kak Aci tadi sore sih ke sini, Kak. Terus udah pergi lagi," sahut Putri.

"Oh, kemana, Mbak?"

"Kayaknya bimbel PTN, deh."

Estrella mengangguk samar. "Oh, yaudah deh kalo gitu.

Dibalik arah barat, ia melihat seorang laki-laki  dengan berkemeja putih tengah menyemprot kaca display cake. Laki-laki itu tidak menyadari  kedatangan Estrella sama sekali.

Pada saat laki-laki itu hendak berbalik melihat sekeliling, matanya tidak sengaja bertemu dengan Estrella. Gadis itu langsung membalas senyum Ghazi.  

"Jadi minumnya mau yang mana, Kak?" Suara Putri yang kembali terdengar otomatis menyadarkan Estrella.

"Ah— sori sori, minumnya.. yang baru ada apa?"

"Twin smoothies. Mau coba, Kak?"

"Oh,boleh deh. Ghazi kan yang buat?" Tangan kiri Estrella kembali menyelipkan rambut, sedangkan yang kanan menggenggam ponsel.

"Kayaknya bukan deh, karna jam kerja dia tinggal sepuluh menit lagi, Kak."

"Hm gitu..."

"Topping-nya mau apa, Kak?"

"Apa aja deh yang sekiranya favorit orang-orang."

"Oke, Kak."

Selepas kepergian Putri, Estrella menyalakan ponselnya. Setelah hampir lima belas menit melihat-lihat feeds Instagram, gadis itu membuka aplikasi LINE, mendapati status pesan terakhir yang ia kirimkan untuk Widura berganti read membuatnya tersenyum lega.

"Twin smoothie-nya, Kak." Suara bariton dari samping membuatnya menoleh.

"Hey!" Sapa Estrella, semringah.

"Kok sendirian?" tanyanya ketika duduk berhadapan dengan perempuan berambut ikal itu.

"Nggak, kok," Estrella menunjuk kerumunan empat orang laki-laki yang berdiri di dekat panggung dengan dagu. "Tuh sama Mas Alan.

"Mandi orang mah, ganti baju," ujar Ghazi begitu menatap Estrella lagi. Meskipun ia terlihat begitu datar, namun debaran di balik dadanya tidak bisa dibohongi. Ia merasa senang  sekali melihat Estrella di depannya sekarang.

"Iya belum sempet pulang nih."

"Abis darimana emang?"

"Rumah sakit," sahut Estrella.

Ghazi mengangguk samar, berusaha biasa saja mendengar kata-kata Estrella barusan. Setidaknya, rasa bahagia itu masih bertahan selagi otaknya tak membayangkan hal-hal yang membuat kebahagiaannya memudar.

"Udah mendingan dia?"

"Lumayan, bantuin doa ya."

Estrella tersenyum kecut, mengingat saat-saat terakhirnya di rumah sakit tadi. Ketika ia berpamit, Widura terkesan masa bodoh, dan malah cenderung lebih asyik dengan Abel. Sehingga ia tidak heran mengapa Estrella takut jika Widura 'kembali'.

Kembali mengabaikannya, dan memilih yang lain.

"Kenapa lo? Kok mendadak bengong?"

Estrella mendadak salah tingkah.

"Nggak."

Ghazi tidak lagi bersuara, laki-laki itu membuka ponselnya. Estrella memerhatikan. Detik demi detik merasa tak ada tanda-tanda jika laki-laki itu akan bersuara lagi, gadis itu akhirnya ikut membuka ponselnya. Dahinya mengerut karena tiba-tiba saja ada notifikasi DM Instagram dari laki-laki di hadapannya.

"Kamu nge-DM aku?"

"Iya. Buka, deh."

"Aneh banget, kita duduk berhadapan tapi malah DM-DMan," ujar Estrella.

"Yaudah buka aja dulu DM gue."

Estrella mengernyit melihat Ghazi share salah satu postingan akun nyeleneh.

awkencrotone MELANCARKAN PENCERNAAN PAGI INI

view all 2.567 comments

MHKTamam BAWAANNYA JADI PEN GELAR SEJADAH. PENGEN BGT SOLAT MAYIT GUA ANYINK

"Apaan sih, Zi!" Mau tak mau tawa Estrella lepas begitu saja. Tak sadar jika laki-laki di depannya menikmatinya.

"Sumpah gue ngakak banget liat itu sampe sekarang."

Laki-laki berkemeja putih itu menghela napas, jauh di lubuk hatinya merasa puas dengan tindakan yang ia yakini benar. Terbukti dengan bermodal share foto meme membuat tawa gadis di depannya pecah. Meski tidak ngakak, sebatas tawa ringan, hal tersebut membuat Ghazi merasa lega.

Lekukan bibir itu lebih berarti dibandingkan apapun.

"Apa banget sumpah."

"Buktinya lo ketawa."

"Hahaha iya sih, makasih ya." Estrella menatap foto meme itu lagi, dan ia langsung menge-tag ketiga sahabatnya di kolom komentar.

"Gue ngebayangin itu lo sama geng lo selfie kayak gitu."

"Mending gak usah dibayangin, karna itu gak bakal kejadian."

"Loh? Everything is possible."

Senyum Estrella sempat memudar sebentar, namun ia berusaha tersenyum lagi.

"No. You're wrong," kata Estrella, kalem.

"Tell me the point, then," ujar Ghazi, menantang.

"Ya... dari hal seklise cinta gak harus memiliki aja kali ya?"

Meksi Estrella mengutarakannya tak serius, Ghazi merasa jika ada sesuatu yang terselubung di sana. Ia langsung menebak jika gadis itu memang sedang mengalami hal tersebut. Wah, perasaan gue kenapa jadi nggak enak nih?

"Wow, berat ya. Mulai dalem." Ghazi mencoba santai, otaknya mencari pembahasan yang seru.

"Itu cuma perumpamaan," Estrella membela diri.

"Perumpamaan sekalian curhat. Sabi, sabi..."

"Lah?"

Dari ekspresi Estrella, Ghazi paham jika gadis di depannya itu memang sedang butuh pertolongan. Ekspresi Ghazi berubah serius.

"Lagian gak papa juga sih, El kalo mau curhat," kata Ghazi. "Curhat tuh gak harus sama temen cewek mulu, kali. Walaupun gue selalu curhat sama anak cowok. Tapi faktanya curhat sama lawan jenis tuh memberi efek yang beda."

"Bedanya apa?" sahut Estrella. Gadis itu mencolek float smoothie-nya dengan sedotan untuk dicamili.

"Ya, yang selama ini lo rasain aja gimana rasanya curhat sama cowok?"

"Mungkin karena aku belum pernah curhat panjang lebar sama cowok, jadi aku nggak tau kali ya?"

"Nah ini masalah lo."

Estrella mengerutkan keningnya sebagai respon.

"Lo terlalu menutup diri,"

Kali ini gadis itu mendengus.

"Deep conversation sama cowok masa lo belom pernah?" Ghazi bersuara lagi, dengan lidah yang ditiban permen mint.

"Hm... sama Mas Alan aku selalu ngomongin keluarga atau hal-hal aneh doang, gak pernah curhat serius. Karna aku kalo yang kayak gitu curhatnya ke cewek-cewek. Emang penting ya?"

"Penting. Paling gak lo jadi tahu pemikiran cowok tuh gimana, lo gak terbuai quotes-quotes instagram. Karena, kalo bicara langsung lo jadi tau lo harus apa, karena advice yang dikasih pasti lebih ngena, itu sih yang gue rasain selama ini."

Estrella menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Sedih sekali mengingat lagi ketika Widura membiarkannya pulang, mengatakan ada Abel di dekatnya.

Rasanya seperti mengalaminya lagi-lagi, terbayang lagi wajah Widura yang begitu semringah saat bicara dengan gadis itu dan mereka terkesan begitu akrab.

Tak seperti saat bersamanya.

Estrella sadar, bisa saja mereka memang hanya berteman, atau lebih tepatnya Widura mungkin berusaha untuk lebih friendly dibandingkan dulu. Terlebih, adik kelas tadi orangnya sok akrab. Tetapi Estrella harus sadar. Ia juga kan tak berhak untuk itu.

Memang siapa dirinya?

Pacar?

Gebetan?

Orang spesialnya Widura?

Bukan semua kan?

"Aku mau nanya deh."

"Nanya apa tuh?" Secepat kilat, rasa senang di diri Ghazi tadi berganti jadi khawatir. Meski ia tak mengetarakan lewat ekspresi wajah, ia tidak  bisa  menebak  apa  yang akan dikatakan Estrella, ia takut bila ada hal buruk yang menimpa diri gadis itu.

Keduanya terdiam, lagu 2002 Anne Marie memenuhi kafe yang tidak nyambung dengan situasi mereka, nyatanya tak dapat mengusir ketegangan di diri Estrella. Gadis itu menarik napas dalam-dalam.  Berusaha sekuat tenaga untuk tidak overthinking akan interaksi dua orang tadi.

"Menurut kamu salah gak sih kalo risih ngeliat orang yang kita suka lagi asik sama lawan jenisnya? Ya walaupun kita gak ada hubungan apa-apa, dan mereka just friends... i guess," Ada jeda tiga detik. "Even statusku sama dia tuh just friends juga," lanjutnya.

Helaan napas Ghazi melambat seiring otaknya mulai paham arah pembicaraan ini.

"Maksud lo crush lo kayak flirting sama cewek lain gitu?"

"Ih! Mereka nggak flirting!" Seru Estrella, benar-benar terganggu akan kata flirting.

"Nah kan, belom apa-apa udah cemburu."

Estrella menghirup napas panjang.

"Aku bukan cemburu, Zi. Aku cuma ngerasa aneh gitu."

"Siapa si emang yang lagi deket sama Widura?" Ujar Ghazi, kedua tangannya ia letakkan di  atas meja  sebelum ia menopang dagu dengan salah satunya.

"Ih, Zi!"

"Sekalipun dia deket sama cewek lain paling ya biasa aja. Karena gak mungkin aja Widura nolak lo." Ghazi  menurunkan tangannya.

"Kata siapa kamu?"

Ghazi menunjuk wajahnya sendiri dengan telunjuk. "Barusan."

"Kalo dia suka aku, nggak mungkin lah aku sama dia bakalan begini."

"Begini gimana tuh?"

"Gak mungkin, Zi dia nggak tau kalo aku suka dia. Sedingin apapun dia, dia manusia biasa juga yang punya perasaan. Pasti dia taulah kalo aku mendem rasa, nggak mungkin nggak."

Gadis yang kemejanya dibalut kardingan ungu itu  menggeser twin smoothie-nya dengan kedua tangan tanpa menyeruputnya sedikitpun.

"Jadi menurut lo... dia hanya pura-pura gak tau selama ini?"

Pertanyaannya barusan sebenarnya tak sepenuhnya basa-basi, karena  Ghazi  tahu  bahwa  perubahan mood gadis itu mungkin adalah alasan mengapa tatapan Estrella terus menerus berhenti padanya.

"Mungkin?"

"Kok lo bisa bilang gitu? Emang dari pihak dia nggak ada respons apa-apa?"

Senyum terpaksa Estrella tersungging dua detik. "Nggak tau, Zi. Masih abu-abu."

"Kok gitu?"

"Cause I didn't see that coming." Suara Estrella terdengar lebih pelan dibanding sebelum-sebelumnya.

"Belum aja kali, maybe later? Who knows?"

"Salah nggak sih kalo aku cuma pengen perasaan aku dibales?"

Ghazi terkekeh. Dibalik kekehan singkatnya, kata-kata  itu  berhasil membuat  perubahan pada mood-nya. Posisi  duduknya berubah, dan tatapan matanya juga  jadi berbeda.  Ia melihat Estrella di  hadapannya dengan sorot mata yang tak terbaca dari sebelumnya,  dan hal itu membuat Ghazi tambah khawatir.  

"Gue tau mungkin ini omong kosong banget, dan mungkin juga kata-kata ini udah bertebaran di sosmed. But, nothing last forever itu benar adanya."

Tanpa sadar, Estrella menahan napasnya.

"Untuk segala yang terjadi sekarang. Entah yah... perasaan dia ke elo, atau perasaan lo ke dia. Semua bisa berubah kapan aja. Atau bahkan status lo bisa aja berubah besok, mana tau kan?"

Yang dinasehati hanya bisa menatap balik laki-laki  di  hadapannya tanpa  membuka mulut sama sekali.  Ia mencoba menafsirkan yang ada di mata yang warnanya menyerupai biji kopi itu, karena ia merasa banyak sekali pesan yang disampaikan dari sana.

"Aneh ah filosofi kamu." Estrella akhirnya berpaling.

Ghazi mengernyit. "Loh kok aneh?"

"Ya iya, masa tiba-tiba besok ada yang nembak aku, terus langsung aku terima gitu?"

"Biasa aja, mungkin aja besok lo kepikiran buat lupain Widura atau sekedar pengen panas-panasin dia?"

Estrella menatap Ghazi tak percaya, lalu memutar matanya.

"Aku gak setega itu kali."

"Estrella, namanya perasaan tuh bisa tumbuh dan runtuh kapan aja,"

"Runtuh, emang rumah!" Seru Estrella, berusaha lari dari pembicaraan.

"Ya udah lah goyah, reyot atau apalah itu."

Estrella terkekeh lagi. "Tapi, Zi aku jadi inget kata-kata Giska soal kamu, loh."

"Apa?"

"Kata dia kamu itu orang yang paling enak buat diajak curhat, ternyata bener juga."

"Gue jadi inget waktu dia berantem sama Kievlan,"

Estrella tertawa lagi. Ingat curhatan Giska kemarin, Giska marah besar karena Aufar— adik Kievlan mengadu ke gadis itu bila sang kakak meneraktir teman-teman tongkrongannya pakai uang SPP. Dan, sepertinya perdebatan kedua insan itu masih on going hingga sekarang.

"Masih sering berantem mereka, heran aku."

"Tapi gue liat mereka berdua kadang sampe ngebatin, 'where can i buy love like this?'"

"Kok gitu?"

"Buat gue mereka kayak saling melengkapi, gitu. Giska yang tegas tapi kadang plin plan, Kievlan yang slengean tapi setia. Kombinasi yang seru."

"Makanya cari pacar!" Seru Estrella, geli.

"Lo aja duluan."

"Loh kok jadi aku duluan?"

"Yaudah skip. Gue ntar yang duluan." Seolah malas mendebati hal yang tak penting, Ghazi mengalah.

"Tapi jujur nih ya, aku tuh sebenernya heran loh kenapa sampe sekarang kamu tuh masih jomblo."

"Kok gitu?"

"Karena, ya— yang suka kamu tuh banyak!"

"Bukannya lo juga begitu ya?" Timpal Ghazi.

"Ah. Mereka kan cuma suka tampang aja, bukan dalemnya."

"Nah kan. Problem kita sama."

"Gimana ya? Aku paliiiiing bete tuh kalo aku berbuat salah gitu ya, terus kayak dimaklumin sama orang. Dan, dia langsung ngomong "untung lo cantik."" Estrella memutar matanya. "Like, everyone why...?"

"Ah, i know right."

"Sampe kadang mikir, berarti orang cantik itu berhak untuk apatis dong ya?"

"Kalo gue paling inget itu pas momen pemilihan OSIS. Lo inget nggak kabar tentang gue yang hampir dicalonin jadi ketua?"

"Oh, inget! Eh iya itu kenapa kamu malah gak jadi nyalonin deh?"

"Gue dibilang, "Kan lo cakep. Otomatis cewek-cewek pada milih lo." Jadi, seolah-olah gue hanya bermodal tampang. Gak ada prestasi atau kontribusi apa-apa untuk sekolah. Disitu gue ngerasa sedih hahaha."

"Padahal kamu kan pinter, Zi..."

"Orang-orang emang pada inget itu? Kan enggak. Fisik nomor satu, Estrella."

"Kan," Estrella menghela napas sebelum melanjuti, "Karena hal ini pula kita jadi susah untuk tau mana yang tulus mana yang cuma modus. Ya nggak sih?"

Ghazi mengangguk pelan. "Makanya, gue sampe mikir kayaknya percuma deh gue pacaran sekarang. Karena gue males kalo cuma dijadiin pajangan untuk feeds Instagram cewek gue nanti."

"AH! SAMA BANGET!" Seru Estrella. Gadis itu langsung menunduk dan menutup mulutnya ketika sadar dilirik beberapa orang di kafe.

"Santai santai," Ghazi tertawa.

"Kayak dulu aja," Estrella langsung memelankan suaranya. "Kievlan kenalin aku ke temen-temen tongkrongannya, ya walaupun aku tau dia beneran sayang sama aku, tapi aku bete aja gitu sama tatapan cowok-cowok tongkrongan itu. Bahkan salah satu dari mereka ada yang ngomong, "bening juga cewek lo kayak guci!" Aku langsung kayak... bad mood banget gitu," lanjutnya panjang lebar.

"Anjir guci dong!" Ghazi tertawa.

"Mungkin awal-awal dipuji cantik aku seneng, tapi kalo lama-lama tuh jadi annoying," Estrella menjeda sejenak. "Dulu tuh kamu inget gak sih ada lomba nyanyi pas kelas sepuluh?"

"Oh, yang lo menang itu ya?"

Estrella menghirup udara panjang. "Tapi nggak sedikit dari mereka bilang, "Wajar Estrella yang menang. Dia kan cantik. Sama kasusnya kayak kamu tadi. Seolah-olah aku tuh gak punya skill apapun."

Ghazi mengangguk setuju.

"Sampe aku mikir bener-bener tega loh mereka. Mereka tuh nggak tau gimana gilanya aku dulu les vokal sore sampe malem. They're don't know thousands sleepless night for these voice kayak... selesai les vokal, sebelum tidur aku harus nyanyi minimal sepuluh lagu. Belum lagi kalau depresi denger suara orang lebih bagus. Comparing, tenang, comparing lagi, tenang lagi. They don't even know. They wouldn't understand it."

Mulut Ghazi terkunci rapat-rapat, laki-laki itu dibuat tercengang atas apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak pernah menyangka sama sekali, bahwa orang di depannya punya luka yang hampir mirip dengannya. Dan ia yakin seratus persen jika hal ini tidak pernah Estrella ungkapkan ke siapapun, kecuali dirinya.

"Cantik dan ganteng itu luka sebenernya, Es."

"Couldn't agree more."

"Apalagi soal percintaan. Orang-orang enak banget pada ngomong kita dapetin gebetan mah gampang banget, dia nggak tau aja..." Lo susah banget gue dapetin.

"Bener." Iya kan? Kayak gue ke lo.

"Bentar..." Estrella menggulung lengan kardigannya, memperlihatkan bekas luka sayatan di sana. "Nih. Ini salah satunya."

"Lah— itu kenapa, Estrella?!" Ghazi terkejut. Suaranya terdengar lebih tinggi karena sejujurnya ia juga prihatin dengan bekas sayatan, meski ia sedikit lega jika ini bukan karena pisau.

Tetapi ia tetap khawatir, saking khawatirnya sampai tak sadar jika ia langsung meraih tangan gadis di depannya tanpa basa basi.

"Waktu aku tau Widura suka Giska." Estrella membiarkan Ghazi mengusap bekas sayatan itu.

"Wah gila si. Pake apaan ini?"

"Jarum jangka." Estrella nyengir.

Ghazi refleks melepas tangan Estrella. Matanya membulat sempurna. Ia menggeleng tak percaya, tambah lagi gadis itu bisa-bisanya nyengir dengan kondisi begini.

"Gila lo, Es!"

"Mungkin buat kamu ini lebay, tapi niatku waktu itu aku tuh pengen nyalurin rasa sakit hatiku ke fisik juga. Jadi biar sakitnya gak tanggung-tanggung."

Ghazi menelan ludahnya, menelan kepahitan yang baru saja ia terima.

"Orang-orang yang tau tentang aku sama Widura, kebanyakan bilang Widura pasti bakal luluh lah atau Widura abnormal lah kayak yang kamu bilang tadi. Kalian tuh nggak tau aja gimana aku developing crush dia bertahun-tahun dari jaman masih jelek sampe sekarang. Dan tragisnya gak pernah dilirik sampe di titik ini,"

Tahu jika gadis di depannya akan bersuara lagi, Ghazi tetap diam. Apa bedanya kita?

"Tapi balik lagi, tiap kali aku lagi ngerasa kecil karena orang-orang judge aku nggak lebih dari tampang, aku langsung inget-inget prosesku untuk bisa  tampil seperti sekarang gimana. Mulai dari... diet, ke akupuntur, diet lagi, ke akupuntur lagi."

Mulut Ghazi terkunci rapat-rapat, laki-laki iru tercengang atas apa yang barusan ia dengar. Ia tidak pernah menyangka sama sekali, bahwa perumpamaan no beauty no pain itu benar adanya.

"Demi apa lo ke akupuntur?"

Estrella menghela napas lelah. "Demi Allah."

"Gila. Beneran udah gila."

"Tapi ya gitu, sekeras apapun aku udah berusaha, he never come," ujar Estrella. "Rasanya percuma gitu. Jadi yaudah, aku cuma bisa pasrah."

Seketika ekspresi Estrella berubah sendu. Ia langsung menghirup napas panjang, dadanya seolah terhimpit hingga begitu menyesakkan. Tak menyadari jika sosok di depannya ia sangat membenci pemandangan ini.

"Emang apa sih yang ngebuat lo bener-bener udah stuck di dia?" Ghazi mati-matian mengontrol suaranya.

"Aku juga nggak tau."

"Tapi tolong ya, jangan lagi lakuin hal kayak gini." Ghazi kembali meraih lengan Estrella, dan menggenggamnya.

"Kenapa emang?" Estrella terkekeh.

"Gue gak suka. Gue gak suka liat lo begitu."

Estrella mengigiti bagian dalam pipinya sambil mengalihkan pandangan untuk merespon pernyataan Ghazi, enggan  membahasnya juga mentapnya lebih  dalam.

Ia  sendiri  sebenarnya  semakin  tidak tahan berada  lama-lama  di  hadapan Ghazi  seperti  ini.  Padahal, beberapa waktu yang lalu ia merasa biasa saja setelah meluapkan isi hatinya,  ternyata ia tak dapat mengelak getaran dibalik dadanya.

Meski setiap mereka berpapasan di sekolah biasa-biasa  saja.  Namun  ternyata, dengan balutan  kemeja putih dengan  lengan tergulung  hingga siku dan arolji hitam di  tangan kiri, lama-kelamaan penampilan Ghazi membuat debaran jantung Estrella menggila.  

"Yaudah lah santai aja, udah lama gini." Akhirnya Estrella menatap Ghazi lagi.

"Janji dulu tapi." Suara Ghazi berubah.

"Janji apa?"

"Gak boleh lagi nyayat-nyayat tangan kayak gitu," kata Ghazi. "Love yourself, Estrella. Itu yang terpenting sekarang."

Estrella tidak menjawab.

"Soal Widura, gue nggak bisa komen apa-apa. Tapi, gue cuma mau kasih tau kalo yang suka sama lo bukan karena fisik pasti ada, Estrella." Gue salah satunya. Ghazi menyukuri kata-kata itu dalam hati. Setidaknya, ia sadar jika dirinya tak salah menetapkan hatinya pada sosok di depannya.

"Kalo yang kenal luar dalem lo pasti tau kalo lo itu cantiknya gak sebatas fisik aja," tambahnya.

"Ih?" Estrella refleks memundurkan punggungnya ke jok.

"Beneran."

"Tau darimana kamu?"

Karna gue orangnya!

"Gak tau, gue yakin aja." Ghazi mengedikkan bahunya. "Dan gue yakin itu nggak satu dua orang."

"Yah, walaupun gak satu dua orang tapi akunya nggak klik mau diapain?"

"Makanya coba dibuka dulu. Biarin dia masuk."

Sebelumnya, bolehkah Ghazi meralat kata dia tadi menjadi gue? Atau aku?

Gimana gais part ini? Team Ghazi-Estrella seneng?

Maaf ya Widura sm Abelnya kehide, karna ini panjaaang bgt

Maaf aku super lama updatenya karena banyak hal yg urgent:'

Semoga suka ya :'

Terimakasih juga buat komen, vote sama semangatnya. Bcs itu yg bikin semangat update wkwk <3

/G h a z i/

/E s t r e l l a/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top