Epilog
Part ini ampe ga divote kebangetan:(
Maaf ya gais aku udh bikin kzl di part sebelumnya, semoga kekesalan kalian terobati😗
Btw minal aidzin wal faizin yaa! Selamat hari raya idul adha😗
DAAAANN PART INI TIDAK DIANJURKAN UNTUK DIBACA SENDIRIAN APALAGI MALAM MINGGU YA😗
Jgn lupa vote ya guys, karna vote itu gratis😗
Sandy Canester - Be My Lady
Widura: go get her
"Bener kata dia," kata Eja yang diam-diam mengintipi ponsel Kievlan.
"Anjing!" Kievlan langsung gelagapan menjauh.
"Nih ya, daripada lo ikutin ego lo," sambung Eja.
Kievlan mengatupkan rahangnya perlahan, lalu menarik napas dalam-dalam. Sekilas ia melihat ke arah tempat tidur. Mendengar suara kedua temannya, Tamam dan Rajas yang hampir tidur, membuka matanya lagi.
Namun keduanya masih merebahkan tubuh di atas kasur dengan posisi berbeda. Rajas melipat kedua tangannya dibalik kepala, dengan satu selimut utuh menutupi tubuhnya dan Tamam memiringkan tubuhnya, menghadap Eja yang masih kini duduk di sofa kamarnya.
"Apaan si apaan?" Rajas mengubah posisinya, satu tangannya menyangga kepalanya, berusaha melihat wajah Kievlan yang sempat kehalangan Tamam.
"Giska," kata Eja. "Si Widura nyuruh Kipli samperin doi."
"Apaan, si lu, Ja!"
"Serius, anjing. Bener kata Widura." Eja menggaruk pelipisnya. "Gak inget apa kemaren gimana?" Lanjutnya, mengingat kejadian saat Kievlan kepergok Pak Mukti tengah mencuri pandang ke Giska.
"Yaelah, satu kelas juga tau, lo sama Giska sama-sama masih suka."
"Tai ah lu semua kayak cewek!"
"Dih?" Rajas ikutan ngegas, tapi ia tetap tiduran. "Lu yang ada. Ngadat mulu, giliran mantannya disosor orang lain panik sendiri!"
"Apa?" Kievlan langsung menoleh. "Kata siapa?"
"Berak."
"Udah, jelasin aja ke dia." Tamam mengambil ponselnya di meja lampu tidur.
"Ya gue ngapain samperin dia?"
Eja beranjak daru tempatnya, lalu merebahkan diri di sebelah Tamam. "Mam, tampol dia, Mam."
"Ngapa jadi pada marah-marah dah?"
"Ya lagian bego mulu!"
Kievlan reflek melihat ke jam tangan berwarna hitam yang melingkari pergelangan tangan kirinya, dan waktu ternyata sudah menunjukkan pukul empat subuh.
"Ini aja masih jam berapa," sahut Kievlan. "Masa iya subuh-subuh gue ngegedor-gedor rumah dia?"
Eja kemudian duduk di kursi, menghadap Kievlan. Ia bersandar, tangannya terlipat di depan dada dan kedua matanya memerhatikan Kievlan yang entah sedang menatap ke arah mana.
"ALLAHURRAB!"
"Kakak!"
Sosok perempuan yang baru saja mengetuk pintu kamarnya membuar Giska berhenti memetikkan senar gitarnya, menatap Gita yang baru saja mendorong kenop pintu kamarnya. Giska hanya merespon sapaan adiknya dengan menoleh, tanpa bergerak sama sekali dari kasur.
"Liat dong aku bawa apa!" Gita memamerkan kantong plastik putih bertuliskan 'Burger King' dihenggamannya.
"Gak takut dimarahin mama makan junkies terus?"
"Ini kan dari Kak Burger tau!"
Fokus Giska otomatis buyar. Kakinya yang tadinya berselonjor, langsung terlipat. Gadis itu refleks meletakkan gitarnya ke pinggir kasur. "Kievlan maksud kamu?"
"Iya."
Dengan mata membulat, bibir gadis itu membeku. Ia masih tercengang atas ucapan adiknya barusan.
"Orangnya nungguin kakak tuh di bawah."
Seketika ia membeku di tempat selama beberapa detik sampai akhirnya Gita mendesak kakaknya untuk turun. Giska perlahan membenarkan kaos merah tumblr-nya yang sempat lusuh lalu beranjak dari kasur dengan debaran jantung yang begitu hebat.
Giska memakai sandal berwarna pink-nya dan berjalan gontai ke luar menuruni anak tangga sambil memerhatikan suasana rumahnya yang sepi. Orangtuanya tengah ke acara pernikahan sahabat Puspa, dan Gita sepertinya balik lagi ke kamarnya untuk melanjutkan makannya.
Menghirup udara sekeras apapun sepertinya tak bisa mengusir kegugupan di dirinya. Sebetulnya ia tak hanya merasa gugup, tetapi juga takut dan heran. Gugup karena berhadapan dengan Kievlan lagi. Takut kalau ada kesalahan lagi. Juga, heran kenapa Kievlan ke rumahnya tiba-tiba begini.
Degupan jantung Giska kini melebihi yang tadi. Bibirnya terbuka sedikit dengan wajah sedikit pias saat dengan jelas ia melihat sosok laki-laki berkaos biru laut di depannya.
"Hey." Sapa, yang laki-laki duluan.
"... Hey."
"Gita mana?"
Giska menengok ke belakang, matanya tak menemukan Gita di seluruh sudut rumah. "Udah ke kamarnya lagi kayaknya," ujarnya, begitu menatap Kievlan.
"Udah dimakan burger-nya?"
"Burger?"
"Iya tadi gue nitip ke Gita, satu buat lo, gitu si." Kievlan nyengir.
"Oh, dia nggak ngasih tadi." Giska ikut nyengir.
Setelah itu, tidak ada lagi suara. Masing-masing daru mereka sama-sama diam, namun pandangan beradu. Dan, kontak mata ini hanya bertahan beberapa detik, karna pada akhirnya Giska menyerah dan kembali menunduk.
"Besok jalan yuk," ajak Kievlan, laki-laki itu melipat kedua tangannya di depan dada.
"Um— kemana?"
"Ke— Taman Safari?" Ujarnya, seperti tengah bertanya pada dirinya sendiri.
"Oh, sama siapa aja?"
"Berdua aja," sahutnya, mantap.
Giska terdiam.
"Gue kangen, Gis."
Bibir Giska masih terkatup rapat, ia masih tercengang atas pengakuan Kievlan tadi. Kedua matanya menatap mata Kievlan, mulai mencari kebenaran di sana. Giska menelan ludahnya, karena ia telah menemukannya.
"Gue tau ini naif banget," kata Kievlan. "Tapi beneran. Gue kangen. Gue ke sini bukan cuma karna kangen, tapi everything still feel the same."
Air mata pertama Giska jatuh di tangannya sendiri. Ia tak tahu kenapa air matanya jatuh. Berbagai gejolak emosi menguasai dirinya. Kata-kata Kievlan tadi ternyata berefek sedahsyat ini. Sejujurnya, hati Giska memberontak berteriak; bahwa ia juga.
Selama ini ia lelah menahan pedih ini sendirian.
"Hahaha I'm sorry— i just being too emotional," Giska buru-buru mengapus air matanya.
Kievlan maju selangkah, berhadapan dengan Giska. Harap-harap cemas bersiap mendengar kalimat yang akan keluar dari mulut gadis itu.
"I was so stupid okay, I'm going to tell you right now." Gadis itu membasahi bawah bibirnya. Ia mengusap tengkuknya, kepalanya sudah tak bisa lagi mencari kalimat apa yang tepat untuk diungkapkan.
Kievlan masih diam.
"You, know, Kiev. Sometimes i just feel—" Sebenarnya Giska sudah tak tahu harus berkata apa lagi.
"Apa?" Kievlan mendekat.
"I just—"
"Apa?" Tanpa disangka-sangka, Kievlan mencuri kecupan di bibir gadis itu sekali.
Kievlan masih bisa melihat tatapan terkejut Giska atas perbuatannya yang tiba-tiba begitu. Terlihat begitu jelas di jarak sedekat ini.
Sementara Giska terdiam. Sekujur tubuhnya mendadak lemas dan kaku. Seolah kehilangan power untuk berdiri, gadis itu bergeser, hendak bersandar pada pintu. Namun, tangan Kievlan sudah lebih dulu menahan tangan gadis itu, tetap dekat.
"Gue kangen." Kievlan menelan ludahnya. "Gue kangen kita. Gue mau kita."
"Maafin aku ya, Kiev."
Mendengar perempuan di hadapannya berucap demikian, Kievlan pun mendekat lagi. Ditatapnya dalam-dalam mata hazel yang penuh dengan penyesalan. Tapi Kievlan menepis memorinya tentang kejadian itu.
"Gue juga minta maaf, gak seharusnya gue main putusin lo gitu aja."
Susah, senang, dan kecewa telah mereka lewati. Sekarang mereka berdiri berhadapan. Kedua mata saling mengunci satu sama lain. Sama seperti hati mereka. Karena bagi mereka tak ada yang salah dengan memulai yang baru dengan masa lalu.
"Can I?" Tanyanya, pelan.
Terpaan angin pelan membuat beberapa helaian rambut Giska ikut bergoyang. Kievlan memegang kedua pipi Giska. Dan dikecupnya dahi gadis itu, lalu beralih ke kelopak matanya yang terpejam rapat, dan berhenti di bibir.
Hangat dan lembut.
Seperti dulu.
Mereka tetap pada posisi demikian sampai Giska merasakan sentuhan lembut tangan Kievlan di kedua pipinya. Dan, Giska hanya bisa mengalungkan kedua tangannya di leher laki-laki itu. Air mata gadis itu menetes, dan senyum Kievlan mengembang seiring mereka perlahan melepas ciuman.
"No more pissed off, I don't wanna mess this up again," ungkap yang perempuan, membiarkan laki-laki itu kini memeluk erat tubuhnya.
"Me neither, let's just we're done being stupid, okay?" Kievlan menumpukan dagunya di puncak kepala gadis itu, dan mengusapnya lembut.
"We cool now?"
Keduanya tidak tahu kata-kata apa yang bisa mewakili perasaan mereka malam ini. Yang jelas, mereka bahagia. Setidaknya untuk saat ini.
"I hope so."
"Ini gue gak dibuatin minuman apa? Gue tamu loh, yang," ujarnya, tanpa melepas pelukan.
"Belum ada sejam balikan gak usah manggil kayak gitu!" Giska mendongak, melototi laki-laki yang kini menunduk sedikit, menatapnya.
"Terus mau apa? Baby? Bunda? Apa Marni? Atau Ndut ala mas-mas Depok?" Kievlan menjeda sesaat, teringat sesuatu. "Oh ya. Kan lo Jawirnya gue ya? Lupa gue."
Tawa pelan Giska terdengar, ia kembali menempelkan pipinya di dada Kievlan. Panggilan itu. Panggilan yang selalu ia rindukan, dan kini menjadi panggilan favoritnya.
"Yaudah lepas. Lo mau apa? Gue buatin," Giska menurunkan tangannya.
"Kalo gitu ntaran aja lah," kata Kievlan, kedua tangannya mengeratkan pelukan.
"Ih, kenapa?"
"Masih kangen," sahutnya, lugu.
Giska tak menjawab, ia tetap menempelkan pipinya di dada Kievlan. Kedua tangannya kembali melingkari pinggang laki-laki itu.
"Wir," suara Kievlan lagi-lagi terdengar, laki-laki itu mengecup puncak kepala Giska.
"Hm?"
"Jawir!" Kievlan lagi-lagi memanggil kekasihnya.
"Apa?"
Tidak ada sahutan dari yang laki-laki, Giska memundurkan tubuhnya. Namun, kekasihnya menahan tubuhnya lagi.
"Gak jelas ih manggil doang."
Di tengah pelukan, Kievlan tertawa kecil. Memorinya teringat satu hal. Sejak sepuluh detik yang lalu kata-kata itu terus berputar di kepalanya. Meski kata-katanya mungkin akan terkesan krusial, tapi Kievlan tetap merasa perlu mengatakannya.
"Sama gue terus ya, Gis?" ujar Kievlan, empat detik kemudian.
Omg kebanyakan kisseu kisseu
DAN NAIF BENER2 TAMAT GAIS AIGSJDJEKQLAL AKU GA RELAA😭😭😭😭
btw aku udh nulis extra chap si sbnrnya tapi ragu, takut kepanjangan. gmn menurut kalian?😭😭😭
Dadah kipli, dadah giska. Sehat selalu ya gbu wytab (lah😭😭)
Terima kasih sudah bertahan sejauh ini!❤️❤️
Sekali lagi, Gue ada extra chap, menurut kalian up/jangan nih?
HAHAHAHA MAAP YA INI MAKSA BGT TP YAUDAH LAH YAA WKWKWKWKWKW
Aku sedih pisah sm mereka😭😭😭😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top