53. Bila

Haiii! Naif update nih wkwkw

Gimana gimana? Ada yg masih deg-degan atau takut?

Insha Allah kok ini gak se-kejam yg kemarin-kemarin (eh wkwkwkw)

Seperti biasa, mari kita pencet petrik di pojok kiri bawah:)

Kodaline - All I Want

X

Cigarettes After Sex - K

"Pli?"

Suara  itu  membuat  mata  Kievlan terbuka. Ia terduduk perlahan saat melihat ketiga temannya yang sudah berseragam rapi  duduk  di sisi ranjang.  Kemudian, samar-samar kedua alis Kievlan tertaut,  membentuk kernyitan seolah menunjukkan bahwa ia bingung ketika melihat nuansa kamar berwarna abu-abu navy memenuhi penglihatannya.

Fyi, kamar ini kamarnya Rajas.

Justru yang ketiga temannya lihat laki-laki berambut pirang itu seperti orang linglung. Apalagi setelah beberapa jam lalu Rajas menemukannya dalam keadaan mabuk di night club, berkat laporan Ipang— salah satu teman tongkrongan mereka yang juga menghabiskan waktu di sana semalam.

Dan saat itu juga Rajas langsung menghubungi Tamam dan Eja, dan membawa Kievlan ke rumahnya.

Kievlan memejamkan matanya, dan menekan batang  hidungnya untuk menghilangkan tekanan yang dirasa.  Banyak kejadian yang tidak mengenakan di minggu-minggu ini.  Untuk  yang  pertama  kalinya  sejak  sekian  lama,  ia kembali  merasa  tidak  tenang  seperti  ini. Pernapasannya terasa lebih sesak dibandingkan biasanya  dan kepalanya  mulai  terasa  penuh.

"Lu hangover apa tadi?" Tanya Rajas. "Ipang tadi nemuin lo tepar di Lucy in The Sky, untung dia langsung kasih tau gue."

Kievlan tidak menjawab, pikirannya belum fokus. "Hh?" Ia mengernyit, nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. "Mobil? Kunci mobil gue?"

"Aman," kata Tamam.

"Udah, lah lu istirahat aja, nanti jangan sekolah dulu." Ini suara Eja.

"Tau ntar surat ijin tinggal minta nyokap gue," kata Rajas.

"Nggak lah. Males gue ntar Sandra ribet lagi."

"Ribet kenapa?"

Kievlan tidak menjawab, ia menelan ludahnya. Tenggorokannya terasa begitu kering. "Aus nih gue, air mana, si?"

Rajas mengambil segelas mineral yang sejak tadi tergeletak di meja lampu tidur, dan menyodorkannya ke Kievlan.

"Lu yakin masuk hari ini?"

Setelah menjauhkan gelasnya, Kievlan mengangguk kecil dengan pipi mengembung. Eja berpindah di sebelah Kievlan dan menempelkan tangannya di kening laki-laki itu.

"Badan lu panas, gila."

"Yaudah ntar gua ademin di kulkas," sahut Kievlan, enteng. Laki-laki itu melepas tangan Eja di keningnya.

"Jayus lu makin sampah, ege."

"Tau. Sempet-sempetnya ngejayus lu."

Kievlan menghela napasnya dan kembali tiduran. "Udah lah sana lu pada tidur, kenapa masih di sini?"

"Kan kita mau sekolah, bego."

Kievlan langsung duduk lagi. "Lah emang sekarang jam berapa?"

"Setengah tujuh."

"Anjir." Kievlan melotot kaget, ia langsung menyibak selimutnya, dan beranjak dari kasur. "Yaudah ayo, lah cabut!"

"Dih lu gila ya gak ganti baju?" Eja refleks menatap temannya dengan raut tak percaya.

"Gampang si tinggal ganti di mobil." Kievlan menurunkan kakinya, dan mulai memasang sepatu. "Gue pinjem seragam lu, Tang. Sama buku kosong satu."

Rajas menghela napasnya, ia lalu berjalan menuju lemari

"Lu gak mandi dulu, Pli?"

"Ntar aja di sekolah." Kievlan mengangkat wajahnya. "Keran sekolah kan ada water heater-nya. Bisa lah mandi pake air anget."

"Gila. Sarap banget lu."

"Ngegampangin banget, anjir..."

"Ngomul lu kayak neneknya Galang," sahut Kievlan, kalem.

Sejak bel masuk belum berbunyi, Giska terus mengunci mulutnya rapat-rapat. Ia menikmati kesedihannya sendiri, ditambah lagi melihat fakta; perempuan yang duduk di sampingnya itu terus berdiam diri, wajahnya sendu dan tatapan matanya meredup. Bagaimana Giska tidak merasa paling jahat di sini?

Ditambah lagi bangku di belakangnya diisi oleh dua anak perempuan. Tempat duduk Kievlan sudah tak lagi di belakangnya. Laki-laki itu berkumpul di pojok kiri belakang bersama keempat temannya.

Giska menghela napasnya. Kecanggungan ini benar-benar menyiksanya.

Bel pergantian istirahat berbunyi. Tak lama Estrella bangkit, dan menggeser sedikit meja di belakang kursinya agar lebih leluasa untuknya melewati celah bangku Giska dan meja di belakangnya.

Estrella bahkan tidak lagi mengajaknya keluar atau sekedar mengatakan permisi.

Lalu, perempuan berparas imut itu berjalan keluar kelas begitu saja, meninggalkan Giska yang memandangi kepergiannya dengan sorot luka. Giska mengembuskan napasnya, mengembuskan kepedihan di hatinya.

"Estrella kok tumben gak bareng Giska?" Tanya Ghazi begitu berpapasan dengan Estrella.

Namanya disebut, beberapa orang yang masih di dalam kelas kontan menoleh ke Giska. Sementara, gadis itu hanya memainkan ponselnya meski ia tak tahu ingin membuka aplikasi apa. Ponsellah penyelamatnya kali ini.

Estrella menyengir lebar. "Iya. Ella kebelet banget soalnya."

"Biasanya ke toilet bareng,"

"Paling ntar dia nyusul."

Dia? Ok.

Giska diam-diam mengembuskan napas berat. Untuk menyebutkan namanya saja Estrella tidak mau. Getaran di ponsel menyadarkan lamunan gadis itu, ia langsung membuka grup chat-nya. Namun kali ini bukan dari grup Anti Gibahin Orang Club, tetapi dari grup Jangan Invite Ella— yang beberapa waktu lalu Giska bentuk.

Anika Rizkyana: Gis

Anika Rizkyana: @Geriska Cantika

Giska mengernyit heran, padahal grup ini gak pernah aktif lagi semenjak beberapa minggu lalu.

Geriska Cantika: oii

Anika Rizkyana: nggak ke kantin?

Geriska Cantika: duluan aja

Rahisya Mentari: yakin?

Geriska Cantika: gue nggak jajan dulu deh guys, gue bawa bekal kok wkwk

Anika Rizkyana: ah serius deh?

Rahisya Mentari: tau, Gis. Ngapain coba lo ngalem di kelas sendokiran?

Geriska Cantika: nggak sendiri kok masih ada banyak orang

Rahisya Mentari: tp kan

Rahisya Mentari: gak ada yg lo deket

Anika Rizkyana: tau ih udah lah sini gue sama Aci nunggu lo di tangga nih

Kernyitan Giska semakin dalam dibanding sebelumnya.

Geriska Cantika: Ella?

Anika Rizkyana: gak tau. Tadi papasan padahal pas mau ke tangga

Anika Rizkyana: kayaknya dia juga marah sama kita deh

Rahisya Mentari: parah dah gue jd ngerasa bersalah sama Ella

Geriska Cantika: lah?

Geriska Cantika: gue kira dia nyamper kalian tadi?

Rahisya Mentari: anni

Rahisya Mentari: ya kan harusnya dia gausah marah gitu aja, mending ngomong gt bentak2 kita biar enak. Jadi gaperlu diem2an kayak gini

Rahisya Mentari: kan gue jd ngerasa bersalah bgt

Kernyitan Giska perlahan hilang, ia menghela napasnya. Mungkin kalo gue gak ada diantara kalian, hal ini gak bakal kejadian.

Anika Rizkyana: ih ayo deh Gis ntar gak kebagian nasi bakar

Geriska Cantika: serius deh

Geriska Cantika: kalian gapapa kok ke kantin aja duluan, kalo bisa ajak ngobrol Ella ya jangan biarin dia sendirian

Geriska Cantika: i'll be okay. Gue bener2 bawa makanan kok

Anika Rizkyana: yaudah kalo gt, selamat menyendiri

Namun saat ia hendak menutup kolom obrolan, muncullah satu notifikasi dari sosok yang tak pernah ia harapkan muncul lagi.

Respati Widura: where have you been?

Giska menghela napasnya. Mau apa lagi, sih lo?

Selang beberapa detik kemudian, Giska berpaling ke rombongan cowok-cowok rusuh di pojok kiri belakang. Dan yang membuat Giska menahan napasnya adalah saat Kievlan malah membuang muka saat tatapan mereka sempat bertemu.

Seandainya saja Kievlan tahu, bagaimana pengabaian ini mampu mencabik hatinya begitu dalam. Namun, Giska tahu diri. Kenyataan terpahitnya; Giska merasa pantas mendapatkan itu semua.

Estrella dan Kievlan— dua orang terpenting dalam hidupnya— mengabaikannya.

Alih-alih memainkan ponselnya, Giska juga mendengar jelas sekali tawa Kievlan dan bagaimana laki-laki itu mengutarakan lelucon jayusnya sama seperti yang Kievlan katakan saat bersamanya.

Yang anehnya, tidak lagi terdengar seru di telinga gadis itu.

"Lama dah, lama dah." Rajas menoleh ke arah belakang. Menemukan Eja yang masih belum berdiri, menyelesaikan satu nomor soal matematika.

"Ayo woi, laper ini perut gue!" Kali ini suara Tamam yang terdengar.

"Tau cepetan napa, Ja." Kievlan ikut-ikutan mendesak Eja.

Eja mendongak, berhenti menulis. "Udah si, Pli. Lo ke UKS aja mending."

Dan diam-diam dari sudut matanya, Giska memperhatikan Kievlan. Kievlan sakit?

"Tau lo."

"Badan lu panas, gila." Sengaja saat mengatakan kata 'gila', Rajas menoleh sejenak ke arah Giska yang diam-diam masih memperhatikan mereka dari ujung matanya.

"Bang Jefri udah WA nih buruan!" Kievlan tidak menjawab celotehan teman-temannya.

"UKS lu. Malah Bang Jefri..." Eja menatap sahabat sejak kecilnya dengan raut lelah.

"Tau, bandel banget kalo dikasih tau. Heran mama."

"Udah jangan nongkrong dulu, peak."

"Bacot dah lu pada kayak neneknya Galang."

"Lu dari tadi neneknya Galang mulu. Galang tuh siapa, bego?"

"Gak tau." Kievlan tertawa.

"Peak!"

"Cepetan, Ja!"

Penasaran sekaligus khawatir, Giska berinisiatif menge-chat seseorang yang sepertinya bisa ia ajak kompromi.

Geriska Cantika: Mam?

Geriska Cantika: p

Merasakan ponsel di sakunya bergetar, Tamam mengeluarkan benda itu. Sontak ia menoleh ke arah perempuan yang kini mengubah posisi kepalanya menempel di meja.

MHK Tamam: uiii?

Geriska Cantika: jangan liat ke gue

Geriska Cantika: jangan ada yg tau gue chat lo

MHK Tamam: kenaps nih

Geriska Cantika: Kievlan sakit?

MHK Tamam: iya. Semalem dia mabok sampe tepar di club wkwkwk goblok ya mantan lu

Giska mengigit bawah bibirnya, merasakan denyutan nyeri di dadanya.

MHK Tamam: udah dua kali si dia begini. Tapi semalem yg parah

Pasti gara-gara gue. Gue lagi, gue lagi.

Geriska Cantika: tolong bawa dia ke UKS ya, Mam

Geriska Cantika: jangan sampe ngga

Geriska Cantika: im begging at you

"Mam!" Seruan Eja sontak membuat Tamam langsung menurunkan ponselnya, takut ada yang melihat chat-nya. "Hp mulu, tadi ayo-ayoin gue!"

Melihat gerombolan Kievlan keluar kelas, Giska menghela napasnya. Gadis itu menumpukan kepalanya di lipatan tangan. Lalu ia membuka galeri, membuka album khusus yang ia beri nama, K.

Samar-samar pandangannta memburam, ia mengamati foto-foto itu di album tersebut. Dalam hati, ia selalu berjanji takkan pernah menghapus foto-foto di album itu apapun kondisinya.

"Nggak ke kantin, Gis?" Suara laki-laki di samping membuat Giska refleks mengapus airmatanya sebelum mengangkat wajahnya.

"Lagi nggak pengen jajan,"

"Gue duduk di sini boleh?"

Giska mengangguk.

Foto yang tertampil di ponsel gadis itu mencuri perhatian Ghazi sesaat sebelum ia beranjak dan memfokuskan pandangannya, otomatis kernyitan muncul di dahi Ghazi. Terlihat, Giska dan Kievlan berpelukan dengan senyum lebar. Giska menghela napasnya dalam-dalam, ia lalu menggeser ke slide lain. Mungkin gadis itu tak sadar jika yang duduk di sebelahnya tengah mengamatinya dalam diam.

"Are you okay?"

Giska mengangguk, "Mhm,"

"Yakin?"

Kali ini Giska tidak menanggapi. Gadis itu hanya menghela napasnya sambil mengangguk kecil.

"But your eyes told me no."

"Apaan, sih, Zi." Giska terkekeh. Dan, Ghazi cukup peka. Ia tahu jenis kekehan ini, jenis kekehan yang dipaksakan.

"Stop being fake." Ghazi berujar lembut. "I know you we're in upsets."

Ruang kelas semakin sepi, hanya menyisakan satu orang selain Giska dan Ghazi. Dan saat ini pula, Giska tak dapat menahan gejolak emosi di hatinya, tangis gadis itu pecah. Otomatis Ghazi yang terkejut mengubah posisi duduknya.

"Hey—" Ghazi memegang bahu Giska. "Kenapa?"

Giska tidak menjawab, namun isakannya tak dapat dibendung lagi.

"Gis." Ghazi mengusap pelan kedua bahu Giska, sejujurnya ia tak tahu harus berbuat apa lagi. Setidaknya ia ingin Giska feel better by this. "We good friends aren't we?"

"Gue—putus sama Kievlan," kata Giska, terbata.

"Kok bisa?" Ekspresi kaget Ghazi semakin jelas. "Dari kapan?"

"Udah mau seminggu,"

Ghazi diam. Membiarkan perempuan di sebelahnya menangis, suara tangisan itu membuat Vina— satu-satunya juga yang masih di kelas menoleh dengan raut iba. Namun, ia buru-buru keluar saat tatapannya dan Ghazi bertemu.

Ruang kelas hanya ada mereka berdua. Saat itulah Giska menceritakan semuanya. Dan, selama bercerita Ghazi tidak memotong sama sekali atau barangkali melontarkan pertanyaan tidak penting.

Laki-laki itu tetap diam, menyimak.

Ekspresi Ghazi berubah-ubah selama mendengar cerita Giska. Mulai dari; terkejut, prihatin, hingga khawatir. Terutama saat Giska menceritakan poin tentang Widura.

"Does he still bothering you?" ujarnya, setelah Giska selesai bercerita.

Perempuan yang rambutnya digerai itu mengangguk lemah, ia bahkan tak segan memperlihatkan ke Ghazi chat terakhir dari sosok itu.

"Be bold," kata Ghazi, pelan namun tegas. "You must decide, you know what to do, right?"

Geriska Cantika: leave me alone

Setelah pesan terkirim. Giska menatap Ghazi dengan raut tak terbaca, dan Ghazi membalas tatapan itu dengan anggukan kecil. Bismillah, batinnya.

Alih-alih membuat keputusan yang tidak boleh ia sesali nantinya, Giska membuka profil Widura, dan men-scroll terbawah. Dengan helaan napas, ditekannya opsi block di profil terbawah laki-laki itu.

Satu detik kemudian; status Widura menjadi blocked.

"Lo emang temen yang baik," kata Giska. Gadis itu menatap Ghazi dengan raut sendu. "Makasih, Zi."

"Anytime." Ghazi mengusap lembut kepala Giska. Bukan maksudnya ingin mencampuri urusan percintaan temannya, atau mencoba merayu, Ghazi hanya ingin temannya merasa lebih baik. Tidak lebih.

Giska tersenyum merasakan ketulusan di usapan kepala dari laki-laki sebelahnya. Dalam hati Giska berdoa, siapapun yang akan bersama Ghazi nantinya, Giska berharap perempuan itu tidak akan menyia-nyiakannya.

Setelah hampir dua jam terlelap di ranjang UKS, Kievlan membuka matanya. Hampir saja ia pingsan saat di warning tadi. Ia ingat persis bagaimana pandangannya mengabur dan ketika semuanya mulai menggelap. Lalu setelah kejadian itu, ia tak ingat apa-apa lagi.

Apa jangan-jangan tadi gue pingsan ya? Tapi kok gue nggak ngerasain apa-apa?

Kievlan menghela napasnya lalu membuka ponselnya, dilihatnya notifikasi bertumpukan dari grup tongkrongan. Ia terkekeh, melihat hasil foto-foto bersama mereka yang dikirimkan teman-temannya di grup.

Namun, karena notifikasi memorinya kepenuhan. Ada satu foto yang belum tersimpan di galerinya, maka laki-laki itu membuka galerinya.

Ia menekan tombol select, mencentang video-video koleksinya— yang kalian tahu pasti video apa itu.

Akhirnya ia men-download satu foto itu lagi, foto itu berhasil tersimpan. Dengan raut gelinya, ia membuka galeri dan men-swipe ke kanan, melihat-lihat foto yang masih ada.

Namun, setelah foto tongkrongan habis, slide lain memuat fotonya yang tengah menyandarkan kepalanya di bahu Giska— beberapa waktu lalu di mobilnya. Kievlan menekan opsi kembali. Ternyata masih banyak fotonya dengan Giska. Senyum Kievlan memudar sejak awal melihat fotonya dengan Giska, laki-laki itu menghela napasnya dalam-dalam.

Dengan berat hati ia meyakinkan diri bahwa inilah saatnya, akhirnya Kievlan menekan opsi select dan mengeklik satu persatu foto Giska di sana sebelum akhirnya ia mengeklik ikon tempat sampah di pojok kanan bawah.

Dan, foto-foto berhasil terhapus.

Saat kepalanya menoleh ke meja di sebelahnya, ia terduduk, mendapati styrofoam yang berisikan bubur ayam.

"Pak, ini bubur punya siapa?" Tanya Kievlan ke Pak Mukti, yang kebetulan bertugas menjaga UKS hari ini.

"Punyamu." Pak Mukti mengangkat matanya dari ponsel. "Nggak nyangka saya kamu bisa sakit juga."

"Oh, yaudah saya makan ya, Pak." Tanpa basa basi, Kievlan menyuapkan bubur itu ke mulutnya.

"Ya dimakan, masa dibiarin."

"Ini bubur beneran buat saya, Pak?" Tanya Kievlan, tanpa berminat berhenti melahap buburnya.

"Iya."

"Oh, dari siapa, Pak? Kok saya gak tau." Kievlan mengambil satu kerupuk, dan mencocolnya di atas bubur.

"Kan kamu daritadi tidur?"

"Emang siapa yang ngasih, Pak?" Kievlan mengulang pertanyaannya.

"Siapa sih temen sekelasmu itu? Yang tinggi."

"Cewek? Cowok?" ujarnya, kalem. Paling fans gue.

Pintu UKS terbuka, namun suara deritannya tidak terdengar karena mereka terlalu asyik mengobrol. Dan, melihat sosok yang baru saja muncul membuat Kievlan menyuap lagi buburnya.

"Nah. Ini dia yang ngasih! Panjang umur!" Seru Pak Mukti, lansung menunjuk sosok yang baru saja memasuki ruangan tersebut.

Kievlan berhenti mengunyah, tanpa mengubah posisi duduknya. Seketika tenggorokannya terasa seret.

"Maaf, Pak tadi ada yang ketinggalan," kata Giska begitu menyalimi punggung tangan Pak Mukti.

Tatapan dua anak remaja itu bertemu, Kievlan langsung menunduk, dan menutup styrofoam buburnya.

"A— gue mau ambil itu. Tadi ketinggalan." Giska melangkah mendekati ranjang di hadapan Kievlan, dan mengambil dompet berwarna pink— yang tergeletak di meja, sebelah timbangan.

"Saya keluar sebentar ya, daritadi saya kebelet." Pamit Pak Mukti, seraya berdiri, dan keluar.

Seketika, reff lagu I Love You milik Billie Eilish berputar di kepala Giska. Kesunyian di ruang UKS membuat kedua mantan sepasang kekasih itu diserang rasa gugup tak beralasan. Kecanggungan  semakin pekat di antara mereka.  Dari jarak lima meter di sisi kanan,  Giska  berusaha untuk tidak menatap laki-laki  itu  sambil mengusir rasa gugup.

Entah ilham datang dari mana, gadis itu meyakinkan diri  dan sadar bahwa gengsi bukanlah hal yang patut untuk dipertahankan. Dan ia begitu yakin bahwa jika ia melewati hal ini justru ia akan menyesalinya sampai nanti.

Ia yakin; Sang Maha Kuasa tengah berbaik hati padanya.

"Get well soon." ujarnya, pelan namun tulus.

Gadis itu itu mendekati Kievlan sebelum mendaratkan sebuah kecupan singkat di keningnya  dan  pergi, meninggalkan laki-laki yang terkesiap di tempatnya. Lalu gadis itu berjalan lurus keluar pintu tanpa  menoleh  atau  mengeluarkan sepatah katapun.

Bukan karena ia begitu  tidak  peduli terhadap keadaan Kievlan,  namun  karena  ia tidak berani menghadapi penolakan yang akan diberikan laki-laki itu, dan ia tak ingin juga mendengar kalimat yang tak mau ia dengar.

Simpelnya; ia tak mau menyakiti dan tidak mau disakiti.

Giska berani sekali km cium2 nak:)))

Gimana part ini guys? Ayo komen wkwk aku mau tau perasaan kalian wkwkw

Widura diblock, foto2 Giska dihapus. Besok apa?! (Lah kok marah sama diri sendiri?)

Hmmm gimana part ini guys? Btw entah kenapa gue kasian bgt sm Giska

Tp kok Ghazi juga td kayak cute gt ga si?:(

Ada ga si yg shipping Ghazi-Giska di sini? Apa tetep Kievlan-Giska? Atau... Widura-Giska?🤣

/contekan yg belum disalin/

/yang baru aja nyosor/

/my other husband, kenalin/
Makasih udh mampir, ilysb!♥️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top