52. Utuh

Ada yg seneng liat notif naif? Atau barangkali deg2an? Wkwkwk

Teruntuk part ini, jgn lupa bahagia ya

Dan jangan lupa vote juga wkwkw

Part ini panjang bgt dan banyak mulmed maaf ya kl bosen

Dan... part ini tolong siapin air supaya ga kering tenggorokan kalian;)

Cokelat - Jauh

X

Finding Hope - Without You

Kepala Widura masih pusing, laki-laki itu melepas  sepatunya dengan kakinya secara bergantian. Lalu menyingkirkan benda itu  jauh-jauh. Mata laki-laki itu menjelajahi sekeliling, refleks ia membelalak.

Laki-laki itu merutuki kebodohannya yang lost control setelah mabuk semalam. Sambil menyibak selimutnya, ia langsung terduduk di ranjangnya king size-nya. Ia tak menyangka bila malam tadi ia berakhir di kamar bernuansa hitam putih ini yang merupakan kamarnya.

Alih-alih mencari ponselnya di sekitar ranjang, ia dikejutkan oleh suara deritan pintu. Terlihat seorang perempuan berkaos 'Girl Power' membawa nampan yang ditiban dua gelas susu.

"Oh udah bangun," kata perempuan yang kini berjalan menuju ranjang. "Ada bagusnya juga ya lo mabok kayak gini."

"Mana handphone gue?" Tukas Widura, tanpa basa basi. Laki-laki berbaju hitam itu memain-mainkan jemarinya, tertutup dan terbuka, seolah ponsel adalah nyawanya.

"Minum nih." Mayang tidak menjawab, ia malah menyodorkan segelas susu segar full cream ke adiknya.

"Kak."

Perempuan berusia 21 tahun itu tidak menanggapi, ia malah meneguk susu itu.

"Mana gak?"

Widura mengusap wajahnya. Lengan panjang yang ia pakai menutupi tangan.

"Kak, please lah?"

Kali ini Mayang menjauhkan gelasnya, sebelum ia berniat untuk menjawab pertanyaan dari Widura, matanya terkunci dengan mata laki-laki yang duduk di sampingnya.

Yang laki-laki diam, menunggu jawaban karena ia tahu persis hobi kakaknya yang suka menyembunyikan ponselnya.

"Jangan kayak tai kenapa sih, kak!"

Mayang langsung menoleh, tatapannya tertuju lurus ke laki-laki berambut gondrong di dekatnya.

"How could you be that stupid?" ujar Mayang. "Don't be a fool for someone that you can't be with."

Widura menghela napasnya. Ia tahu siapa yang sudah membocorkan hal ini.

"Lo pikir dengan ngerusak hubungan orang lo merasa keren? Harusnya kalo lo merasa 'laku' lo bisa cari cewek lain, tanpa harus ngerebut cewek orang." Lanjutnya, sebelum ia meninggalkan ruang kamar dan turun ke lantai satu, menuju dapur.

"Gue gak tau lagi harus apa. Sumpah."

Entah sudah berapa gumpalan tissue yang Giska lempar ke tempat sampah di bawah ranjangnya. Giska tak peduli. Gadis itu tetap duduk meringkuk, memeluk kedua lututnya di atas ranjang.

"Kamu udah coba jelasin ke dia?" Estrella bertanya dengan nada sehati-hati mungkin. Gadis itu memilin ujung sweater ungunya, terus terang ia dapat merasakan apa yang Giska rasakan.

Estrella kan mantan Kievlan.

"Gimana gue mau jelasin ke dia? Dia ngeliat muka gue aja kayak udah males, gitu."

"Kalo gue jadi Kipli juga gitu, sih..." ini suara Aci. Perempuan berkaos garis-garis itu mengubah posisi tidurannya menjadi tengkurap.

Anika yang sejak awal hanya menyimak, hanya menatap ketiga temannya bergantian dengan ponsel di genggaman.

"Kamu masih mau berjuang kan, Gis? Kamu gak mau nyerah gitu aja kan?"

Anika membuka kancing teratas kemeja kotak-kotaknya. Entah mengapa, kalimat Estrella barusan membuatnya gerah sendiri.

"Tapi gue tuh masih sayang sama dia. Gue harus apa lagi ini?" Giska kali ini mengusap air matanya dengan ujung jaket maroon. Jaket ini— milik Kievlan.

Nampak tak tahan dengan kebisuannya sendiri, Anika langsung membuka mulutnya.

"Gis, don't push your heart to getting hurt," ujarnya. "Lo perempuan. Lo punya harga diri. Jaga pride lo."

Estrella langsung menoleh dengan tatapan tak setuju. "Nik, sekarang tuh bukan masalah pride atau apa. This is about effort. Maybe Kievlan needs to see her effort for this relationship."

"El.. situasi lagi emosi, masa lo mau Giska terus-terusan ngejar Kievlan yang ngejauhin dia terus sih?"

"Kan peluang Giska dan Kievlan getting back masih besar, Nik," ujar Estrella masih bersabar.

Besar?

Ah, Estrella seandainya saja dia tahu ceritanya.

"Tapi kan semuanya butuh waktu, Estrella Rivera."

"Terus mau sampe kapan, Anika Rizkyana?"

Tidak ingin ikutan mendebat, Aci memilih menyimak, mengamati satu persatu temannya. Melihat Giska kini melepas pelukan di lututnya, Aci mengusap punggung sahabatnya, yang diusap menoleh, dan memberikan senyum tulusnya dengan wajah yang sudah lengket akibat air mata.

Dalam hati, Aci meringis. She looks so awful.

"Seenggaknya after their feeling better, especially for pihak yang tersakiti itu."

Melihat Giska menegang, Aci refleks menghentikan usapannya.

"Tapi gue setuju juga sih sama lo, Nik. Karna kalo dipikir-pikir kan Kipli bukan yang tipikal cowok yang gampang suka sama orang gitu. Pasti dia juga berat lah ninggalin Giska gitu aja." Aci akhirnya bersuara. "Mungkin butuh tarik ulur kecil paling nggak."

Ketiga perempuan di ranjang itu langsung menoleh, dan menatap Aci tak percaya.

"Tumben, Ci?" Anika langsung nyengir lebar. "Abis makan apa lu?"

"Pete."

Dalam kepala Giska, semua usaha sepertinya akan sia-sia. Ia ingat bagaimana ekspresi Kievlan saat berhadapan dengannya. Bukannya Giska mudah menyerah, tapi Giska juga memberikan Kievlan waktu. Waktu untuk berpikir, introkspeksi—setidaknya ruang sendiri.

Terlebih, Giska tak ingin lagi terluka oleh ekspektasinya sendiri.

"Bukan gitu, ya maaf nih sebelumnya," kata Estrella. "Aku mau buat pengakuan kalo soal dulu aku emang pernah pacaran sama Kievlan, cuma sebulan."

Seolah mulai punya firasat yang kurang baik, Aci dan Anika langsung bertatapan.

"Aku belum pernah ngomong kan?"

Giska memasang wajah terkejut, perempuan itu pura-pura kaget. Ia tidak bergerak sama sekali di tempatnya.

"Aku ngomongin hal ini bukan berarti aku masih ada rasa sama dia atau apa ya. Ini pure karna aku cuma mau ceritain Kievlan itu kayak gimana."

Ketiga perempuan itu diam, membiarkan Estrella bercerita.

"Jadi dulu tuh... kita putusnya juga gitu aja. Tanpa kata putus," Estrella mulai bercerita. "Jadi sama-sama kayak 'yaudah, gue bukan milik lo. Lo bukan milik lo lagi'— kayak se-yaudah itu."

Giska menyelipkan rambutnya di belakang telinga.

"Dan ya akhirnya aku sama Kievlan sama-sama bisa nerima itu semua, kita bahkan masih berteman. Walaupun gak deket-deket banget. Dia baik. Jujur dia orang baik, dan pastilah ada penyesalan udah sakitin dia."

Estrella menelan ludahnya, menelan kesalahannya.

"Aku akui posisinya tuh saat itu aku yang salah. Aku yang udah ninggalin dia demi hal yang gak jelas."

Ketiga perempuan itu tetap diam, membiarkan Estrella meluapkan semuanya.

"Dan, yaudah. Dia sempet kayak yang jauhin aku sebulanan, abis itu baik lagi kayak temen biasa. Walaupun kalo ketemu sebatas say hi atau obrolan formalitas aku ya sama dia udah se-biasa itu."

Giska mengangguk samar, memberi respons ke Estrella.

"Jadi yang aku tau dia itu orang baik dan setia. Dan, agak aneh aja tau kamu putus sama dia," lanjut Estrella.

Seolah tidak tahu harus mengomentari apa, Giska menatap sekeliling kamarnya. Matanya lalu berhenti pada Anika yang seolah berkata, 'This is the right time'. Giska langsung menoleh lagi ke Estrella.

"Emang kalian kenapa bisa putus, sih?" ujar Estrella, lugu. "Kita belum tau kronologinya gimana."

Giska menghela napasnya.

Kita.

"Ya, tapi.. don't take it too much, kalau kamu memang belum siap ceritain kita gak maksa," lanjut gadis itu hati-hati.

"Geummanhae-geummanhae, bahas yang lain aja," kata Aci. "Kalo bahas ini terus makin galau yang ada." (Geummanhae: sudah)

"Gue yang salah," kata Giska, enam detik setelahnya.

Refleks, ketiga perempuan itu menoleh tak percaya. Kedua diantaranya mulai tegang, karena mereka tahu persis kronologinya seperti apa. Lain halnya dengan yang satu lagi, ia benar-benar terkejut.

"Gue nyaris ngeduain dia."

"Wh—what?" Estrella refleks memundurkan kepalanya, keterkejutannya tak dapat disembunyikan lagi.

"Hampir sama kisahnya kayak yang lo alami."

Setelah kata-kata itu meluncur dari mulut Giska, bukan hanya Estrella yang merasa tegang. Anika dan Aci bertukar pandang, mulai takut membayangkan kejadian selanjutnya.

"Wait— s—so you're cheated behind him?"

Here we go.

Giska menghela napasnya dalam-dalam seraya mengangguk. "Hampir sama kayak kisah lo."

"Jadi—" Estrella mulai tercekat. "Hhh.. kkkhh—seriously?"

"Dan kejadian ini juga dengan orang yang sama."

Ucapan Giska kontan membuat detak jantungnya sendiri berdegup kencang. Termasuk jantung ketiga sahabatnya. Ia tidak tahu harus sampai kapan menyembunyikan kebohongan ini. Ia tidak tahu harus caranya berpura-pura lagi.

Namun Estrella—ia langsung mengubah posisi duduknya. Bibir gadis itu mendadak kaku untuk dibuka, napasnya mendadak lebih sesak dibanding sebelumnya. Eskpresi terkejut bercampur terluka tak dapat ia sembunyikan lagi.

"M—maksud kamu?" Wajah Estrella mendadak pucat. Suhu AC di ruangan kamar ini mendadak lebih dingin divanding sebelumnya. "Are you—"

Giska mengangguk kaku, merespon ucapan Estrella yang tertahan. Tatapan Estrella mendadak kosong. Konsentrasinya langsung buyar. Seketika, aura mendung menyelimuti ruangan ini.

"El..." tangan Giska refleks menarik lengan Estrella sebelum gadis itu menjauh. Nada kefrustasian terdengar jelas dari suaranya. "Gue minta maaf—"

"Don't—"Estrella refleks melepas tangan Giska. "Don't you just kidding me right now?"

Satu detik.

Dua detik.

Tiga.

Empat—

Embusan napas kasar lolos dari bibir mungil Estrella.

"Are you kidding me?" Estrella menatap ketiga sahabatnya bergantian. Ia langsung menepis tangan Aci yang baru saja meraih lengannya.

🌻

Mata Kievlan memang tertuju pada ponsel, namun pikirannya melayang jauh ke perempuan yang baru saja ia tolak panggilannya. Dalam kepalanya, semua jawaban tersedia; bagaimana kecurigaannya selama ini benar.

Kecurigaan tentang kedekatan Giska-Widura yang pada saat ulang tahun Estrella tidak sengaja memergoki Widura menatap perempuan itu dengan tatapan yang berbeda, meski saat itu ia mengelak. Pun, mengapa ia mengintai mobil Giska dari belakang sepulang sekolah, dan kenapa ia bisa memergoki kejadian tiga hari yang lalu di momen yang begitu pas.

Namun semakin Kievlan telisik dengan jelas alasannya satu persatu, ia semakin merasa enggan untuk mengucapkan kata kembali. Ia hanya ingin memberi tahu Giska satu hal; bahwa ia juga manusia biasa— secara alamiah bisa menangis juga, dan kisah cinta segitiga dengan Widura termasuk trauma terbesarnya.

Bukannya Kievlan laki-laki cengeng, ia hanya terlalu naif dan ceroboh dalam bersikap. Ia tak menyangka jika dirinya akan menangis begitu melihat kejadian itu. Ia bahkan tak menyangka bila Giska juga dapat melakukan apa yang Estrella lakukan.

Getaran bercampur suara dari ponsel menyadarkan lamunan Kievlan. Laki-laki itu mengerjap dan membaca 56 pesan masuk dari grup SOP Squad.

Rajasa Sihotang: kalo yg ini gimana menurut lu?

Rajasa Sihotang sents a picture.

MHK Tamam: menurut gue sih cakepan yang ini, Tang.

MHK Tamam sents a picture.

Rajasa Sihotang: tai

Rajasa Sihotang: mulai dah

Afreza: wkwkwk tp emang Anika cakep bego sayang aja galak aowkwowkwokwo

MHK Tamam: dengerin tuh coeg :v

MHK Tamam: dasar lu

MHK Tamam: sok2an

MHK Tamam: dih

Afreza: tp kalo kata gue sih cakepan yg waktu itu lu anter pulang, Tang?

MHK Tamam: yg mana? Hari apa? Kan beda2

Afreza: yg anak Purnama itu

MHK Tamam: gebetan dia anak Purnama jg ga satu doang anyienk, apa lagi di sekolah byk banget udh kayak basis:(

Afreza: wkwkwk anjing basis dong :(

MHK Tamam: lu lupa kalo temen lu itu jamet? :(

Afreza: lupa si nggak, cuma..

MHK Tamam: cuma...

Afreza: .. sempet ga inget

Kievlan tak sadar alisnya mengernyit saat membaca pesan dari Eja. Kekehan ringannya perlahan terdengar.

Rajasa Sihotang: lu berdua pengen bgt gua solatin ya?

Tawa Kievlan terdengar, laki-laki itu bisa membayangkan bagaimana hidung Rajas yang tengah mengembang sekarang.

Rajasa Sihotang: wah.. *remukkin jari*

MHK Tamam: cot lu *nyambit lu pake bajaj*

MHK Tamam: eh eh

MHK Tamam: tp gue heran deh

MHK Tamam: gue kan termasuk bejat ya sholat
jarang, ngaji jarang, tapi nilai agama gua kok di atas KKM mulu ya dari taun ke taun?

Rajasa Sihotang: mungkinkah ini awalan kisah hijrah Cak Tamam?

Afreza: dari sekian banyak pelajaran. Cuma itu sama penjas doang kan yg di atas KKM, Mam? :(

MHK Tamam: coba aja ya... nilai rapot agama bisa jadi syarat masuk surga

Kievlan tertawa lagi, benar-benar tidak mengerti dengan kelakuan teman-temannya. Terutama Tamam yang 11-12 absurd-nya persis dengannya.

Afreza: sayangnya...

Rajasa Sihotang: sayangnya klean bajingan:')

MHK Tamam: ngaca km, jablay:)

Tawa Kievlan terdengar lebih geli dibandingkan yang tadi.

Rajasa Sihotang: tuh kan tuhkan

Rajasa Sihotang: blm apa apa akunya udh dikasarin:(

Afreza: Kipli mana nih Kipli sider aja?

MHK Tamam: berak sambil ML paling

Rajasa Sihotang: loh loh? Emang bisa ya?

Gelak tawa Kievlan kembali pecah, salah fokus membaca chat Rajas. Ia langsung antusias dengan arah pembicaraan ini.

Rajasa Sihotang: gak jijik emang? Kan bau jg bego

Afreza: WKWKWKWK GBLK DIH LU NAJIS

MHK Tamam: apa ini? saya tidak mengerti? tolong diperjelas

Kievlan G: WKWKWKW PANTATNYA NTAR LEDES WOI

MHK Tamam: anjing

MHK Tamam: tololnya dateng2

Afreza: diperjelas dong:')

Afreza: menjijikan sekali km, nak:)

Rajasa Sihotang: sumpah ya lu, Pli

Afreza: sampah

Afreza: emang cuma lu kok yg dateng2 minta dihujat:)

Kievlan G: bentar bentar

MHK Tamam: pasti otw toilet. Pengen berak kan lu?

Afreza: berak apa berak nih wkwkwk

Rajasa Sihotang: jangan-jangan bermain sabun?

Masih tertawa, Kievlan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengetikkan pesan lagi.

"Bener-bener ya kamu." Suara wanita berumur akhir tiga puluhan itu membuat tawa Kievlan mereda sejenak. Laki-laki itu mengangkat matanya sebentar dari ponsel.

Tidak tahu mau merespon apa, Kievlan kembali berkutat pada ponselnya lagi.

Kievlan G: lg ada Tante Sandra

Rajasa Sihotang: mampus busted wkwkwk

MHK Tamam: coba aja ada kita di tkp

Afreza: pasti..

Rajasa Sihotang: pasti?

MHK Tamam: pasti?

Afreza: pasti dia bakal dibilang 'ngaco'

Afreza: WKWKKWK APAL GUA MAH APAL

"Kamu kok bisa-bisanya sih ngaco kayak gitu?!" Perempuan berambut gelombang hitam itu membelah poninya.

Tatapan tajamnya kini tertuju pada anak laki-laki berseragam putih abu yang duduk di sofa sebelahnya.

"Ngaco gimana?"

"Ya ini!" Seru Sandra. Diletakkannya surat panggilan sekolah itu di atas meja.

"Yaelah," Kievlan menghela napasnya. "Namanya juga anak muda, Tan."

"Kalo dibilangin alesannya gitu terus!" Mata Sandra melotot lebar. "Ini bukan pertama kalinya loh!"

"Bukan yang kedua juga," ujar Kievlan dengan nada meralat.

"Kievlan!" Tegurnya, emosi. "Ngejawab terus ya kalo dibilangin!"

Kievlan langsung diam. Ia menutup mulutnya, dan kembali membuka ponselnya."

"Get off the phone!" Perempuan itu kembali berseru. Tak habis pikir dengan kelakuan keponakan tertuanya yang satu ini.

Kievlan menghela napasnya. Alisnya tertaut. "Gak usah pake teriak kenapa, sih."

Malas diribetin lagi, Kievlan memasukkan ponselnya ke saku. Dilihatnya wanita ber-blazer hijau tosca itu membuka retsleting tas Channél-nya, ia mengeluarkan selembaran kertas yang memuat rincian mutasi rekening ATM.

"Dan ini, bisa kamu jelasin ini semua ke tante?" ujarnya, begitu menyodorkan lembaran itu ke Kievlan.

Dengan malas, Kievlan membaca rincian itu.

"Jawab, Ki!"

"Tadi katanya gak suka kalo dijawab?" Kievlan berujar pelan dan kalem.

"Kamu ini!"

"Emang ini kenapa?" Kievlan mengipasi wajahnya dengan rincian mutasi itu.

"Kamu masih bergaul sama dia?"

"Dia siapa?"

"Widura. Anak itu," sengaja Sandra menekankan kata pertamanya. Hal ini justru membuat Kievlan berhenti mengipasi wajahnya.

"Nggak lah, buat apa gaulin dia? Orang Kievlan normal kok, tan." Laki-laki itu meletakkan selembaran itu di meja.

"Kievlan!"

Kievlan tidak merespon, namun ia hanya menatap tantenya dengan raut datar.

"Kamu tau kan gimana pergaulannya dia?" Sandra menatap Kievlan sangsi. "Atau—" Wanita itu terdiam sejenak. "Atau jangan-jangan barang yang waktu itu kamu dapetnya dari dia?"

"Tan."

Jantung Kievlan mendadak berdebar lebih kencang. Ia tidak tahu harus bagaimana agar kegugupannya itu tidak terlalu kentara. Laki-laki itu hanya diam di tempatnya, kikuk, berusaha untuk terlihat normal di hadapan Sandra.

"Iya kan?" Desak Sandra, kekeuh.

"Tante," Kievlan menghela napasnya. "Tante jangan kebanyakan nonton Rumah Kuya kenapa, sih. Kan gini jadinya."

"Nggak sopan banget sih kamu!" Serunya, sewot. "Kalo dibilangin malah main-main terus!"

"Tante, juga jangan ngomel terus. Kievlan kan capek dengernya juga." Kievlan mengambil bantal dibalik punggungnya sebelum memeluk benda itu.

"Kalo kamu gak buat masalah tante gak bakal ngomel. But you. You did this!"

"Yaudah terus apa lagi, Tan salahnya? Kan jatah Kievlan emang segitu sebulan? Kievlan cuma kirimin temen aja tante sampe ngamuk gitu..." Kievlan menggaruk kepalanya, mulai lelah dengan ribetnya Sandra.

Laki-laku itu tidak merasa bersalah pernah mensubsidikan temannya. Niatnya waktu itu hanya untuk membantu teman, urusan uangnya mau dikemanakan urusan orang itu.

"Bukan masalah nominalnya!" Serunya, masih sewot. "Tante gak suka kamu main sama anak begajulan kayak dia!"

"Yaudah besok Kievlan main sama anak yang gak begajulan."

"Ngaku dulu deh ke tante sekarang," kata Sandra. "Tante cuma mau kamu jujur."

Kievlan memejamkan matanya, dan menghela napasnya dalam-dalam.

"Ngaku apa?"

"Bener barang itu dari dia?" Nada Sandra lebih dingin dari yang sebelumnya.

"Nggak." Kievlan menggosok sisi kiri wajahnya, dia ingin Sandra pergi sekarang. Setidaknya ia sedang ingin sendirian dulu.

"Terus dari siapa? Anak-anak itu?"

"Nggak lah."

"Terus siapa?" Sandra masih belum menyerah.

"Ada lah, tante gak kenal juga percuma." Kievlan berusaha tidak emosi, laki-laki itu menyandarkan punggungnya di sandaran sofa

"Terus siapa?" Ulang Sandra. Nadanya lebih geram dibanding yang tadi.

"Tan."

"Jawab dulu. "

Entah sudah ke berapa kalinya Kievlan menghela napasnya. "Itu kan udah lewat kali, yang penting sekarang Kievlan udah gak nyentuh itu lagi..."

"Terus itu matamu kenapa merah? Kamu abis ke mabuk semalem?"

"Nggak."

"Denger ya, dengan kamu nyentuh barang itu tandanya kamu tuh gak ada bedanya sama perempuan itu tau gak."

"Tan—" Kievlan refleks menegakkan punggungnya, jantungnya langsung mencelos, ia tersinggung.

"Iya. Buah yang jatuh gak akan jauh dari pohonnya."

"Tante."

"Memang kenyataannya begitu kok."

"Tante cukup." Tegur Kievlan, pelan namun dingin.

"Tante harap kamu gak lupain perjanjian lama kita."

Kievlan tak sadar jika kedua tangannya sudah terkepal erat, namun ia tidak boleh tersulut begitu saja. Tatapan laki-laki itu menajam.

"Saya gak pernah iyain perjanjian itu. Dan gak akan pernah." Suara Kievlan terdengar pelan namun tegas.

"Loh? Kamu mau membangkang tante?" Sandra memundurkan kepalanya, ekspresinya tak percaya. "Kamu masih membela perempuan itu? Dia itu udah nelantarin kamu, dan semuanya berakhir kayak gini itu karna siapa kalo bukan—"

"Tante!" Kievlan akhirnya berdiri. Kesabarannya hilang. Bertubi-tubi masalah mendatanginya, dan sekarang.. Sandra kembali mengungkit hal yang paling sensitif baginya.

Mendengar suara tinggi Kievlan, Sandra langsung terdiam. Matanya mulai berkaca. Takut, kesal, marah, dan berbagai emosi menyelinap di dadanya sekarang. Tidak menyangka bahwa keponakannya itu berani membentaknya.

Anjing. Batinnya

"Tante boleh marah sama saya! Tapi jangan bawa-bawa mama saya!" Serunya, seraya menyambar kunci mobil dan keluar dari apartemennya.

Duh Pli...

Aduh kok gue ngerasa jahat bgt ya nulis cerita ini wkwk:(

Seperti biasa guys, gimana part ini?

Tante Sandra mungkin emosi kali ya makanya dia bisa bilang gitu

Btw, cast Anika aku ganti guys wkwkwk karna Cindy Kimberly keknya gmn gitu... hehe say hi ke Anika yg baru barangkali?

Btw, ada yg penasaran sm cast Mayang ga? Wkwkwk ga hari ini yaaaaa next chap ajaa wkwk

Btw gue kasian bgt sama Estrella dan Kievlan duh gmn ya

Makasih untuk selalu setia sama mereka, ilysb♥️

/jgn salah fokus/

/sabar sabar/

/sabar jg ya km/

/Banyak cowo kok yg ngantriin kamu:(/

/hi, my ooother halff/

/nigga jakku mandeumaaaannn/

/Tante Sandra otw dulu shay/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top