50. Jalan Terbaik

Minal aidin wal faizin, mohon maaf atas keterlambatan update ya.

Tolong baca author's note kalau udah selesai ya, karena gue ngungkapin unek2 gue, tp kalau memang gak mau gapapa, gue gak mau maksa:)

Vote yuk, supaya Naif casts bahagia

Untuk part ini, gue harap kalian bisa berpikir jernih ya:)

Billie Eilish - I Love You

Geriska Cantika: can i talk to you?

Tidak sampai lima menit, balasan muncul.

Respati Widura: kapan?

Geriska Cantika: today, after school. Bisa?

Respati Widura: ok, gue ke rumah lo nanti pulang sekolah

Geriska Cantika: kok ke rumah gue? Emang lo tau?

Respati Widura: lo gak lupa kan posisi gue di sekolah itu apa?

Giska memutar matanya. Mulai ngesok deh!

Geriska Cantika: ok. I'll see u

"Everybody has a past, Gis,"

Kalimat itu terus berputar di kepala Giska saat ia memasukkan ponselnya ke saku, ia bahkan masih ingat persis bagaimana ekspresi Estrella saat mengatakan itu. Giska mengusap tengkuknya yang mendingin.

Giska tidak ingin melepaskan seseorang yang telah membuatnya nyaman dan mengorbankan orang lain untuk melampiaskan perasaan bahagia di dadanya yang belum pernah lagi ia rasakan.

Dibalik seragam kemeja putih dan rok abunya, Giska yang sejak tadi melangkah menuju pintu kelas, melirik arolji pink-nya. Waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, bel sekolah masih lama. Seperti biasa, gadis itu selalu datang ke sekolah setengah jam sebelum bel.

Namun, yang membuat langkah Giska mendadak kaku karena tatapannya terhenti pada seseorang.

Hari ini, orang itu mengenakan seragam ber-badge Kievlan Gautama.

"Gis," Laki-laki itu duduk di tepi meja dengan keresahan menyelimuti dadanya.

Terlebih, tidak ada nama Giska sama sekali pada notifikasi ponselnya sejak semalam, laki-laki yang baru saja melangkah menuju tempat duduk kekasihnya itu menghirup napas panjang.

Ia sudah tidak bisa menghitung berapa kali dirinya mengecewakan gadis itu. Namun sampai terakhir kali ia mencoba untuk menghubungi Giska, kontak yang dituju tetap tidak aktif.

Mungkinkah Giska memblokir kontak Kievlan?

"Kenapa?" tanyanya malas, tanpa pedulikan wajah pias di hadapannya.

"We need to talk," ujar Kievlan.

"Nggak. Gue udah gak mau denger pembualan lagi," alis Giska tertarik sebelah, ekspresinya berubah sinis.

"Gue gak membual, Giska." Kievlan refleks bergerak dari tempatnya dan menghadang Giska. Posisi mereka begitu dekat, bahkan terlalu dekat sampai Kievlan bisa melihat kelopak mata yang membengkak di mata hazel itu.

Helaan napas berat kembali lolos dari laki-laki itu, ia memejamkan kedua matanya bersamaan, lalu ia memutar bangku di depan Giska, dan duduk berhadapan dengan gadis itu. Laki-laki itu mengusap permukaan meja dengan telunjuk dan ibu jarinya, berusaha mengabaikan kegugupan dan ketakutannya.

Saat mata mereka bertemu, Kievlan berkata, "Lo abis nangis ya?"

Bodoh.

Giska menggeleng kuat. "Nggak,"

Kievlan memejamkan kedua matanya.

"Gue minta maaf, Gis."

"Maaf?" Bisik Giska. "Harusnya maaf lo itu untuk Widura dan kakaknya, bukan gue."

"Gue udah minta maaf sama mereka berdua juga, dari lama." Kievlan memajukan kepalanya, berusaha meyakinkan gadis di depannya.

"Terus?"

"Sekarang gue mau minta maaf juga ke lo."

"Kenapa gue?"

"Karna lo cewek gue," kata Kievlan. "Gue tau lo shock dan marah. Gue paham. Pasti lo juga udah kecewa sama gue kan?"

"Gimana gue bisa untuk gak kecewa?" Giska memundurkan kepalanya sembari membelah rambutnya. Ia mengembuskan napasnya perlahan, melihat Kievlan yang terdiam.

Hening.

"Tapi gue bukan Gama, Gis," ujar Kievlan, sabar.

"Kenapa jadi malah bawa-bawa Gama?"

"Aci udah ceritain ke gue tentang curhatan lo semalem," katanya. "Lo gak perlu marah ke dia, dia gak salah, dia cuma pengen kita baikan."

Giska menatap Kievlan langsung ke matanya. "Sekarang apa yang bisa menjamin kalo lo bukan Gama?"

Kedua tangan Kievlan yang terkepal di bawah meja mengerat ketika degup jantungnya tak kunjung kembali normal. Ia begitu gugup, takut jika apa yang akan dikatakannya tidak berjalan sesuai dengan harapan.

"Karna gue gak bakal lakuin hal yang Gama lakuin,"

"Jangan ngomong gak bakal! Lo gak tau kedepannya kita gimana!" seru Giska.

"Ya okay— gue gak lagi janjiin lo atau apa, tapi tolong, kasih gue kesempatan," Kievlan masih berusaha sabar, intonasinya lebih lemah dibanding sebelum-sebelumnya.

"Gak cuma sekali lo kecewain gue, Kiev,"

Kievlan mengangguk. "Gue tau."

"Tapi gue perlu waktu," kata Giska.

"Ok. Terserah." Kievlan akhirnya pasrah, sebab ia juga takut hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. "Seengaknya gue cuma mau klarifikasi,"

"Klarifikasi apa lagi? Klarifikasi kalo itu semua cuma—"

"Masa lalu." Potong Kievlan. "Itu masa lalu gue, dan kalo lo emang gak bisa nerima, gue gak bisa apa-apa."

Setelah berkata seperti itu, Kievlan bangkit dan keluar dari ruang kelas dengan perasaan yang bercampur aduk.

Entah sudah berapa lama Widura berdiri di samping motornya menunggu sosok Giska. Langit sudah mulai mendung ketika ia melihat sosok yang ditunggunya baru keluar dari mobil, setelah melihat sopir pribadinya pamit masuk duluan ke dalam rumah, Widura menghampiri gadis yang rambutnya digulung jedai itu.

Langkah laki-laki itu selalu mantap, seperti biasa. Tenang dengan wibawa thrilling-nya, Giska mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai. Kedua tangannya yang terlipat di depan dada mengerat ketika degup jantungnya tak kunjung kembali normal. Ia begitu gugup, takut jika apa yang akan terjadi tidak berjalan sesuai dengan harapan.

"Udah lama nunggu gue?"

"Lumayan," kata Widura. Ia lalu berbalik, membelakangi Giska.

"Jadi, apa yang mau lo omongin?" Lanjutnya, menutupi rasa cemas yang tiba-tiba saja hadir di dalam dirinya.

Giska tidak langsung menjawab.

"Gue mau minta maaf tentang dia," ujar yang perempuan setelah jeda tujuh detik.

Widura terperangah, tapi ia belum berbalik.

"Jadi, lo ngajak gue ngomong cuma mau ngomongin kata-kata sesampah itu?"

Widura berbalik, menatap Giska yang berdiri dengan deru napas yang begitu kentara. Sebentar lagi Giska pasti akan marah, Widura tahu itu. Widura mulai memahami Giska.

"Kok lo marah?"

"Bukan marah, tapi gue gak ngerti lo kenapa sebucin ini."

"I'm his girl—"

"Oke stop." "Potong Widura. "Lo adalah cewek tertolol yang pernah gue temuin,"

"Apa-apaan sih lo! Niat gue tuh baik! Gue cuma mau selesaiin ini semua dengan baik! Emangnya lo gak sakit hidup dengan perasaan benci kayak gini?!" Giska jadi tersulut emosi

"Lo ngerti apa soal sakit?!" Seru Widura. "Lo enak! Hidup lo dikelilingin orang-orang baik!"

Giska terkesiap. Ia terkejut bukan main saat dibentak seperti itu dan merasa tubuhnya mulai gemetaran. Air matanya mulai turun membasahi pipinya.

"Siapa bilang?! Jangan sok tau! Lo tuh gak tau apa-apa ya!"

"Apa bedanya sama lo?!" Seru Widura, lagi. "Tau apa lo tentang perasaan gue?!"

Air mata Giska semakin deras.

"Bisa gak lo mikirin perasaan kakak gue?" Napas Widura berubah tak beraturan. "Hidup dia ancur gara-gara cowok lu!"

Teramat sakit mengingat kejadian di Puncak saat itu. Meski Mayang terlihat tegar dan tidak pernah memperihatkan kekecewaannya. Meski tak banyak yang tahu soal kasus ini, tetap saja. Bagi Widura, keperawanan adalah reputasi seorang perempuan yang harus dijaga, dan siapa sangka bila harga diri kakaknya yang telah direnggut sahabatnya sendiri.

Bagaimanapun aib ini lebih berat di Mayang, bukan Kievlan.

Sampai kapanpun.

"Gue terlalu percaya Kievlan, dan gue gak nyangka dia bakal se-anjing itu." Widura akhirnya menatap Giska dengan tatapan sendunya.

"Wid—" Giska mendekati laki-laki berambut gondrong itu.

"Lo paham gak, Ger?"

"Iya gue gak tau apa-apa, tapi gue mau minta maaf," kata Giska di tengah isakannya.

"Maaf?" Suara Widura melemah. "Lo pikir maaf lo bisa kembaliin keperawanan kakak gue? Nggak, Ger."

"I'm really sorry..." Giska memegang tangan Widura  yang tak ditepis oleh laki-laki itu.

"Gue udah salah nilai  lo."

Wajah  Giska  pias  seketika.  "Wid, posisi gue juga serba salah, di sini."

"Bukan serba salah, tapi emang lo terus bertahan di posisi yang salah. Jelas-jelas yang salah di sini Kievlan! Dan lo malah tetap perjuangin orang yang salah!"

Giska  mengusap air mata yang tanpa sadar terus  mengalir bebas.

"Tapi sumpah, Wid, gue sama sekali gak ada niatan untuk nyakitin orang di sini. "

"Lo naif, Gis." Widura membalas tatapan Giska yang sejak tadi terarah padanya.

Giska mengangguk. "Gue tau."

Alih-alih hendak mengutarakan ungkapan isi hatinya, lidah Giska mendadak terasa kelu. Perempuan itu mengangkat tangannya, mengusap kepala laki-laki itu sampai laki-laki itu akhirnya menghentikan gerakan tangannya.

Dan menggenggam, tangan itu erat-erat sebelum mengecupnya.

Ia tidak tahu apa arti kecupan tangan ini, ungkapan maaf kah?

Iba kah?

Sayang kah?

Giska tidak tahu.

Deru mobil Peugeot berwarna oranye yang baru saja melaju di belakangnya sontak merampas kembali kesadaran gadis itu.

Giska langsung melepas tangannya begitu berbalik, melihat mobil itu berhenti di depan pagar rumahnya, tepat di sebelah motor Widura.

Melihat Kievlan yang membanting kasar pintu mobilnya, mata gadis itu langsung membelalak. Widura sama kagetnya, ia langsung berbalik melihat wajah tegang Kievlan.

"Demi apa lo, Wid?" Kievlan menatap Widura tak percaya. Jantungnya berdegup begitu kencang. Apakah kejadian tahun lalu terulang lagi?

Posisi berdiri Widura berubah.

"Demi apa?" Kievlan mundur, tatapannya berpindah ke Giska yang mulai terlihat ketakutan. Hati gadis itu terlalu sakit saat ia melihat mata Kievlan mulai berair.

"Kiev..." Giska baru mampu bersuara.

Bukan hanya kesedihan yang terpancar di mata Kievlan, tapi juga amarah. Karena terlalu marah, Kievlan sampai tidak bisa meluapkannya.

Giska mematung memandangi Kievlan masuk ke dalam mobilnya, dan melajukan benda itu

Kaki Giska terasa begitu lemas saat ia mematikan mode pesawat terbang ponselnya. Gadis itu berjongkok, ia sudah tak sanggup berdiri.

Dadanya terasa ngilu saat membuka rentetan pesan masuk dari Kievlan.

Tanpa mengulur waktu lebih lama, ia langsung menekan logo gagang telepon di pojok kanan kolom chat laki-laki itu.

Panggilan tersambung, namun ditolak.

Gadis itu menghirup napas panjang, ia mencoba sekali lagi.

Masih sama.

Hingga panggilan ke enam, barulah Giska menyerah.

Jemari gadis itu bergetar hebat saat hendak mengetikkan pesan.

Geriska Cantika: Kievlan angkat
Geriska Cantika: please angkat kiev

Di tempat yang berbeda, laki-laki yang sedang mengemudi, memarkirkan mobilnya sembarangan di pinggir jalan. Di sanalah air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya turun.

Tangis laki-laki itu pecah.

Kata luka saja tak cukup untuk mewakili perasaannya.

Di sini bukan hanya dirinya yang terluka, tetapi gadis itu, juga orang lain. Lalu untuk apa bertahan di atas hubungan semacam ini?

Kievlan menempelkan keningnya di stir, dibiarkannya airmata membasahi stir mobilnya, memang salah dirinya yang tidak bisa untuk sekedar menjauh dari seseorang yang telah menyeretnya ke masa di mana ia menunggu, berharap, lalu dihempaskan.

Dirinya pula yang terlalu menggantungkan perasaannya terhadap kekasihnya.

Alih-alih mendengar ponselnya kembali berdering, Kievlan langsung mengeluarkan benda itu. Ia tahu siapa pemanggil itu, maka ditolaknya panggilan itu.

Rangkaian kejadian yang terus berputar di kepalanya,  membuat laki-laki itu baru menyadari kalau  ternyata  alisnya mengerut.  Jantungnya  berdebar-debar,  dan napasnya tersumbat. Bibirnya tidak mengeluarkan apa-apa, sekalipun umpatan.

Selama ini Kievlan menyayangi Giska dengan seluruh hatinya. Berbagai cara sudah Kievlan kerahkan, pendekatan yang dipikirnya unik, dan berbagai pembuktian lainnya selalu ia buktikan tanpa syarat. Kievlan tidak pernah paham apa yang masih kurang darinya sehingga Giska memilih untuk berpaling.

Terlebih, dengan Widura.

Apa-apaan Si Brengsek itu?

Belum puaskah atas kejadian Estrella dulu? Masih berlanjutkah sesi dendamnya?

Bangsat lo semua, anjing!

Dengan degupan jantung yang masih begitu kencang, laki-laki itu mantap dengan keputusannya, dibukanya kolom obrolan teratas di LINE yang memuat nama perempuan yang tidak pernah membalas pesannya selama dua hari tersebut.

Kievlan G: harusnya dari awal gak usah pake acara break2an segala

Laki-laki itu memejamkan matanya sesaat.

Kievlan G: kita putus aja

Karena Kievlan merasa Giska layak dapatkan yang lebih baik dari dirinya. Dan, mungkin memang inilah jalan terbaik bagi mereka.

Guys, gue masa nangis nulisnya gatau knp wkwkw

Btw, gimana guys part ini? Untuk tim kievlan, jgn sedih. Ini bukan akhir..

Untuk tim widura, jangan sedih juga, ini belum tentu gak sesuai yg kalian harapkan..

Alasan kenapa gue update lama bgt, karena konflik. Pokoknya kalo konflik pasti prosesnya panjang (gue ya, gatau kalo penulis lain😄)

Gue menulis cerita ini lama karena gue pakai rasa, gak seperti cerita lama gue. Gue butuh rasa dan logika, semua harus balance, makanya gue gak bisa main asal publish part karena hal itu. Gue harap kalian memaklumi ini ya.

Yg jelas gue minta maaf bgtbgt atas keterlambatan update. Yg jelas gue bakal bertanggung jawab atas cerita ini. Segi ending dan lainnya sudah tuntas walaupun masih bentuk ide, yg jelas gue gak bakal biarin cerita ini berakhir gantung. Tenang aja.. karna gue mencintai tokoh gue sendiri sebagaimana gue mencintai kalian.

And one thing, i love you that much, readers❤️

Be happy always! 🌹

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top