45. Kamu
Eh, ada yg masih bangun? Wkwkw maaf telat Dan maaf juga kemalaman:(
Seperti biasa, untuk kesejahteraan geng Naif yuk kita tekan si pattrick!❤️
Btw, jgn lupa baca author's note yaa
Alok ft. Selva - I Miss U
X
Nadin Amizah - Star
"Hot chocolate lo nanti keburu dingin, mending lo minum sekarang, deh."
Diperingati begitu, Giska menyeruput sedikit hot chocolate-nya sebelum akhirnya ia kembali menyandarkan punggungnya di sofa. Pandangan nanarnya tertuju pada cup hot chocolate di depannya. Ghazi memerhatikan. Dari tempatnya duduk, mata laki-laki itu tertuju pada sosok yang dua puluh menit yang lalu terisak di halte.
"Gue mau tanya boleh nggak?" ujarnya tiba-tiba.
Ghazi langsung memajukan tubuhnya, dan menatap Giska sepenuhnya. "Nanya apa?"
Giska menghela napasnya. "Lo pernah gak ngerasain suka sama dua orang? Bedanya, yang satu beneran cinta dan yang satunya lagi nggak jelas suka atau apa, masih abu-abu. But," Giska terdiam sebentar. "You know." Lanjutnya sambil mengangkat kedua bahunya.
Mendengar Giska melontarkan pernyataan itu, fokus Ghazi semakin menajam, ia meremas kelima jemarinya yang menghangat karena americano di depannya. Ia diam sejenak, memandang Giska yang sedang menunggu responnya.
"Kenapa emang?"
"Lo tau lah kenapa."
Ghazi menutup mulutnya lagi selama beberapa detik, tidak langsung memberi tahu. Bola matanya bergerak ke arah lain, ke display cake, ke jalanan luar, ke jejeran kursi, walau akhirnya terhenti pada ekspresi wajah gadis tak bisa diprediksi.
"Gue gak pernah tau rasanya jatuh cinta sama dua orang," jawabnya, jujur. "Sekalipun lo lagi alamin hal itu, lo bisa share ke gue sampe lo bener-bener ngerasa lega, barangkali ada solusi yang bisa gue kasih."
Laki-laki yang kini menopang dagunya itu menghela napas melihat Giska menggigiti bawah bibirnya, seolah menunjukkan respon atas jawaban yang telah ia berikan.
Setelah itu, ia kembali menyeruput americano-nya.
"Gue sayang Kievlan," Giska lalu menelan ludahnya. "Tapi gue juga suka sama Widura, gue berengsek banget gak, sih, Zi?"
Ghazi menurunkan tangannya, ia mengerjap. Ia dapat merasakan kegetiran di kalimat itu. Mengingat bagaimana sifat Giska yang keras kepala dan ambisius, Ghazi tahu jika hubungan antara Giska dan Kievlan sedang di ambang jurang.
"Sejak kapan?"
"Gue gak tau," kata Giska. "Dan kalo lo tanya kenapa bisa, jawabannya juga sama, gue gak tau."
"Widuranya ke lo gimana?"
"Tadi dia ngungkapin perasaannya ke gue, and he almost... hug me. Instead." Giska mulai berkaca, perempuan itu langsung memejamkan matanya erat-erat. "Gue gak tau gue tadi langsung dorong dia, seketika perasaan takut itu langsung nyerang diri gue sendiri. Gue se-takut itu."
"Rasa takut itu muncul karna lo takut Kievlan tau?"
"Bukan itu aja."
"Terus?"
"Gue sedihnya itu kenapa dia harus ada pas gue lagi break sama Kievlan?"
Ghazi cukup terkejut setelah mendengar pernyataan Giska barusan. Laki-laki itu langsung menurunkan tangannya, dan memajukan kursinya. Ia malah bertanya dalam diri sendiri, kenapa Widura bisa melakukan hal sefatal itu? Dan jelas-jelas kasusnya hampir sama dengan kejadian yang lama.
"Kalian break?"
Giska hanya mengangguk dua kali.
"Sejak kapan?"
"Nyaris seminggu," ujar yang perempuan, lesu.
"Siapa yang minta?"
"Gue."
Kalimat yang baru keluar dari mulut Giska membuat Ghazi ikut merasakan kepiluan gadis itu. Ia dapat mendengar dengan jelas penyesalan di kalimat itu.
"Terus sekarang lo nyesel?"
Giska cukup terkejut setelah mendengar pertanyaan itu diajukan kepadanya. Namun sebisa mungkin, ia menyembunyikan hal tersebut di balik ekspresi wajahnya yang tetap tenang. Ia malah bertanya dalam diri sendiri, kenapa Ghazi bisa membaca pikirannya?
"Misalkan, Kievlan yang punya perasaan ke cewek lain, perasaan lo bakal kayak apa?" Tambah Ghazi.
"Sakit, lah," ujar Giska, getir.
"That's what he felt, kalo gitu."
"Gue bingung gue harus apa, gue mendadak kayak orang tolol gini, Zi, gue gak tau harus bersikap kayak apa ke Kievlan."
"Coba ceritain kayak gimana kronologinya."
Giska tidak langsung besuara. Ghazi juga masih diam, menunggu kalimat yang akan Giska lontarkan. Kepala gadis itu seketika dipenuhi pertimbangan untuk bercerita atau tidak, dan yang laki-laki masih sabar menanti. Meski sebenarnya, Ghazi mulai merasa kalau ada yang tidak beres. Entah itu terhadap apa yang akan diceritakan oleh Giska, atau pada perasaan Giska.
"Gue kecewa liat foto Kievlan sama Ella," kata Giska pelan.
Ghazi mengerjap dua kali, berusaha tidak menampakkan kecanggungan atas kalimat yang baru saja masuk ke kedua telinganya.
"Sori, gue tau lo juga bakal sakit dengernya. Kayaknya lebih baik gak perlu gue ceritain," ujar Giska, seolah dapat mengetahui perasaan Ghazi.
"Gak papa. Ceritain aja." Ghazi menghela napas. "Gue udah tau kok soal mereka dari lama," lanjutnya, jujur.
Keduanya terdiam. Mata mereka beradu, namun tersirat sebuah rasa di sana; —pain.
They were painful.
"Intinya saat gue liat foto mereka, gue ngerasa kayak diboongin. Gue marah, gue kecewa, tapi gue bener-bener ngerasa kayak gak dipercaya sama mereka," kata Giska, akhirny. "Gue gak tau apa aja yang udah mereka lewatin selama ini, tapi kan posisinya gue itu pacar Kievlan, dan gue juga sahabat Estrella, kenapa gak ada yang bilang ke gue?"
Ghazi mengangguk samar, mencoba memahami perasaan perempuan di depannya.
"Dan, sebelum gue break sama Kievlan, Widura sering banget bikin gue mikirin tentang tingkahnya itu selalu aja bikin gue apa ya? Kayak gue ngerasa kalo dia itu beda."
Ghazi mengernyit. "Bedanya?"
"Bukannya gue geer atau apa. Tingkah Widura ke gue itu beda, gak kayak ke cewek lain. Kedengerannya geli, but really. Dari cara dia ngeliat mata gue, dia nge-chat gue, dia luangin waktu buat gue— dan dari cara dia megang tangan gue. Itu beda."
Ghazi mengangguk, memberi respon ucapan Giska.
"Setahu gue dia gak pernah pegangan tangan sama cewek di sekolah sih, paling cuma Estrella yang pernah."
"Lo pasti nganggep gue sialan banget ya, Zi, mauan aja dipegang tangannya sama cowok lain?"
"Itu normal kok, Gis. Karna posisi lo lagi patah, dan lo ngerasa butuh seseorang yang bener-bener ada buat lo. Dan siapa sangka kalo orang itu Widura? Itu wajar, Gis. Lo cuma kebawa suasana."
Giliran Giska yang diam, mendengarkan.
"Dari yang gue tangkap, lo itu cuma emosi. Sounds cheesy, but really. Gue pikir lo cuma butuh pelarian— ya entah, lo anggep Widura pelarian atau apa. Karna yang gue denger dari cerita lo, gue bisa nyimpulin kalo perasaan lo ke Widura kayak emosi sesaat, not for something."
Tahu, Ghazi masih akan bersuara, dirinya tetap diam.
"Dan untuk Kievlan, menurut gue gak ada gunanya lo ikutin gengsi atau emosi, justru itu semua yang bikin lo sengsara nantinya. Gak mungkin kan lo rela posisi lo di hidup Kievlan digantiin perempuan lain? Coba, deh,"
"Terus gue harus apa?"
"Kalo lo nggak maafin Kievlan lalu dia pergi, apakah lo akan nyesel nantinya?"
Mata Giska kembali berkaca, hingga tiga kemudian butiran air itu membasahi pipinya.
"If it's a yes, then you know what to do, right?"
Malam ini udara terasa lebih sejuk dibandingkan biasanya, Kievlan duduk sendirian di balkon apartemennya. Tidak banyak yang laki-laki itu lakukan selain menghalau kepuluan asap yang keluar dari mulutnya, lalu tangan kirinya meletakkan botol coke 2 Liter yang baru saja ia tuang ke dalam gelas yang dipenuhi es batu. Ia lalu membuang puntung rokoknya ke sembarang arah.
Dan ia menenggak coke-nya tanpa jeda, lalu menjilati bibirnya yang masih menyisakan rasa manis dari minuman bersoda itu.
Lalu laki-laki itu meraih sebungkus Doritos berukuran jumbo yang telah ia buka. Ia memakannya satu demi satu. Perpaduan rasa asin dan gurih memenuhi lidahnya.
Namun semua rasa itu terasa hambar.
Ia tidak sakit, lidahnya tidak pahit. Tetapi rasa hambar itu masih memenuhi lidahnya.
Kievlan berdiri, telapak kakinya terasa mendingin saat ia menumpukannya di pagar pembatas. Kelima jemarinya menyisiri rambutnya. Perlahan bibirnya membentuk senyuman kecut, tersadar jika dirinya terlalu bodoh dalam bersikap.
Jalanan di kawasan apartemennya yang berada di pusat kota ini memang tidak pernah sepi. Kievlan memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana. Ia kemudian menarik napas panjang. Terpaan angin ia rasakan berkali-kali. Lalu, ia kembali merogoh sakunya, hendak mencari rokok.
Jakarta ramai.
Tak seperti hatinya yang hampa dan sepi.
Kievlan mengeluarkan ponselnya, laki-laki itu membuka Instagram, awalnya ia hanya ingin iseng, namun melihat Instastory sebuah akun yang baru saja muncul di sebelah foto profilnya, ia langsung mengerjap.
Itu akun Giska.
Jantung Kievlan berdebar, laki-laki itu tidak langsung memutar Instastory Giska, ia malah berpikir sedang apa pacarnya saat ini? Biasanya kalau sudah jam segini, Kievlan menemani Giska tidur lewat video call di laptop sambil bermain PUBG. Ya, walau terkadang Giska terbangun karna Kievlan yang tiba-tiba mengumpat kencang saat zonanya diserang musuh.
Kievlan kembali tersenyum, ia merindukan momen itu.
Ia merindukan Giska.
Teramat rindu.
Namun ia sadar jika rindunya saja tak cukup untuk membawa Giska kembali.
Diembuskanya napas berat. Kievlan benci sekali saat merasakan hal seperti ini. Rasa rindu yang tak dapat diungkapkan, dan hanya ia sendiri yang merasakan. Rintikkan gerimis yang baru turun menyadarkannya. Ia mengerjap, dan mengeklik langsung Instastory itu.
Ternyata gadis itu menge-share lagu yang sedang didengarkannya di Sportify, dan siapa sangka jika lagu yang dishare itu Yellow milik Coldplay?
Kievlan merasakan debaran jantungnya kembali. Lagu ini. Lagu darinya untuk Giska.
Sebelum Kievlan memasukkan ponselnya ke dalam saku, benda itu berdering.
Laki-laki itu langsung berbalik menghadap jendela besar. Layar ponselnya menyala dan memunculkan satu nama di sana. Nama yang tidak disangka akan muncul lagi sebagai nama pemanggil. Nama yang membuat ia tertegun sebentar sampai ia butuh waktu empat detik untuk menerimanya.
"Kiev?"
"Eh—hey," Sahut Kievlan dengan debaran jantung luar biasa. Perasaan kaget dan takut seketika bergerumul di dadanya.
Lalu keduanya diam. Namun, ia dapat mendengar suara napas perempuan di seberang, sesekali
"Still there?"
"Ya iyalah, emang mau kemana lagi gue?" Kievlan terbatuk, berusaha menyembunyikan kecanggungan di dirinya. "Btw, kok tumben nelfon malem-malem?"
"Besok pake baju apa?"
Kievlan mengernyit. "Besok?"
"Kan ulang tahun Ella,"
"Kayaknya sih gue gak dateng. Gue nitip salam aja yak buat dia sama yang lain."
"Kok gitu sih?" Giska terdengar merajuk. "Nanti gue kesananya sama siapa?"
Laki-laki itu langsung kaget mendengar jawaban yang ia terima. Padahal, gadis itu melontarkannya dengan nada yang biasa saja.
"Loh? Lo mau kesana sama gue?" Kievlan tidak mengedip selama lima detik.
"Iyalah, kan lo cowok gue. Gak lucu kalo gue ke sana sama cowok lain atau cowok orang."
Kievlan langsung terduduk di lantai, saking kagetnya, sampai-sampai ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya.
"Apa? Apa lu bilang tadi?"
"Gak ada reka ulang," tegas perempuan di seberang, sok diplomatis khasnya.
Kata-kata itu berhasil membuat debaran jantung Kievlan semakin menggila.
"Anjir sampe gue duduk loh, Gis lo ngomong kayak gitu." Kievlan masih tersenyum. "Adem banget ini kuping."
"Gak lucu."
Namun, laki-laki itu yakin jika pacarnya tengah tersenyum sekarang. Dan, ia juga begitu yakin jika Giska tengah meremas bantal atau barang apapun di dekatnya.
Pasti.
"Terus itu tadi kenapa tadi nanyain gue mau pake baju apa?"
"Gue pengen kita matching aja."
"Hah?" Kievlan tertawa renyah. "Maksudnya?"
"Gue pengen yang matching sama lo, ya ampun, Kiev."
Laki-laki itu cukup kaget mendengar jawaban yang ia terima. Padahal, kalimat yang Giska lontarkan terdengar biasa saja. Tapi Kievlan merasa ini bukan sesuatu yang biasa saja. Atau karena Giska yang mengatakan ini efeknya jadi tidak biasa saja kali ya?
"Oooh... lo mau couple-an sama gue gitu?"
"Iya."
Kievlan kembali tertawa. "Ooooh..."
"Jangan ketawa, ih!"
"Lo juga jangan ikutan ketawa, ih!"
"Siapa yang ikutan ketawa?" Sekuat apapun Giska berusaha sembunyikan tawanya, Kievlan dapat mendengar perubahan suara Giska yang diselingi cekikikan kecil.
"Lama ya gak ketawa bareng di telfon kayak gini." Kievlan malah mengabaikan pertanyaan Giska.
"Oke, terus ini gimana jadinya?"
"Ye, gue kan gak ikut."
"Ih! Terus gue ke sana sama cowok lain gitu?"
Kievlan berhenti tertawa, ia memutar matanya. "Ya nggak lah, lu gue anter sampe sana. Terus yaudah gue gak ikut party-nya. Terus baliknya ntar gue jemput."
"Masa gitu?"
Kievlan tertawa lagi. "Emang harusnya gimana, Wir?"
"Jangan mulai, deh."
"Tapi kangen kan?"
"Gak."
Tawa Kievlan berubah jadi kekehan ringan. "Masih aja..."
Giska tidak menjawab lagi. Dan, Kievlan seratus persen yakin jika gadis itu tengah menutup wajahnya karena malu. Ah, Giska, emang lo doang deh yang paling bisa bikin gue ketar-ketir kayak gini.
"Udah jam dua belas nih, kok belom tidur?" ujar Kievlan dengan nada memperingati.
"Iya ini mau."
"Yaudah sana tidur, jangan sampe gue yang tidurin." celetuknya, asal.
"Kievlan, ih!"
"Apa sayang?"
Lalu, tanpa merespon omongan Kievlan, gadis di seberang langsung memutus sambungan. Senyum Kievlan kembali terulas, ia merasa lega atas apa yang dialaminya malam ini.
Seolah masih ingin menggoda kekasihnya, ia langsung membuka LINE dan mengirimkan pesan singkat untuk pacarnya.
Kievlan G: I'll pick you up at 8 am, gausah dandan cantik-cantik. Awas lu caper.
Semenit dua menit tidak ada balasan, namun status pesan telah dibaca, dan Kievlan tahu pasti gadis itu tidak akan membalasnya entah ia sudah tertidur atau memang malas. Lagipula, Kievlan tidak permasalahkan itu, kok. Yang penting besok Giska dan dirinya sudah membaik. Itu sudah lebih dari apapun.
Alih-alih hendak memasukkan ponsel ke saku, ponsel Kievlan bergetar, menandakan ada pesan masuk.
Laki-laki itu membuka pesannya.
Geriska Cantika: Im sorry about few days, im just too worry.
Belum selesai Kievlan mengetik, pesan baru dari Giska kembali masuk.
Geriska Cantika: I'm sorry for being rude and childish. Gue tau gue salah. Gue jahat. Gue egois. Gak mau dengerin lo. Gue terlalu mikirin diri sendiri. Gue gak bisa pahamin lo, gak tau diri. Karna gak seharusnya, Kiev kita break kayak gitu. Gak seharusnya juga gue main ambil hakim sendiri tanpa mikirin perasaan lo. Gak seharusnya gue marah sama lo hanya karna masa lalu lo. Gue emang kelewatan.
Pesan yang tadi Kievlan ketik, ia hapus lagi.
Geriska Cantika: But really
Geriska Cantika: I'm sorry. I really mean it.
Kievlan menghela napasnya. Dan mengetik lagi.
Geriska Cantika: Urusan lo mau maafin gue atau nggaknya terserah. Yang jelas gue cuma mau lo denger maaf gue.
Percaya atau tidak, jantung Kievlan berdetak kencang selama membaca pesan Giska. Laki-laki itu langsung menghapus tiga kata tadi yang ia ketik, dan menyisakan dua kata.
Kievlan G: It's okay
Tak lama, Kievlan menekan gambar gagang telepon di kanan atas.
"Halo?" ujar Giska, begitu sambungan connect.
"I love you," ungkapnya, untuk yang pertama kali,
Dan, tanpa memberi kesempatan yang perempuan bersuara, sambungan ia putuskan. Setidaknya, ia merasa lega tiga kata yang ia ketik tadi dapat diungkapkan lewat mulutnya langsung, bukan lewat jemarinya.
GIMANA PART INI GUYS WKWKWKW
Semoga nge-feel yaa di kalian huhee wkwkw
aduh aku pengen Kievlan nyata trs jd pacar aku bisa ga ya?😭😭😭
TP AKU JUGA PENGEN PUNYA PACAR KAYAK GHAZI SM WIDURA JUGA😭
Satu kata buat part ini?
Ada yg happy gaaa liat 'Kieska' kembali?🤣
BUAT FANS WIDURA SANTAI SANTAI BSK DIA ADA KOK WKWKW
Btw makasih banyak untuk kalian semua yg bertahan atau baru baca. Maaf updatenya kemaleman huhu ILYSB!❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top