44 (a). Rahasia Hati

Mohon maaf atas ketelatan, dan mohon maaf juga parah bgt part ini

Btw ada yg seneng ga dapet notif dari aku? Wkwkwkw

Dan part ini sengaja dinamain 44 a, karna nanti ada 44 b nya dan insha Allah kalo aku ga sibuk2 bgt bisa gercep hehe

Jgn lupa vomment yaaa aku mau tau antusiasme kalian!❤️

Maroon 5 - She Will Be Loved

Sekalian berteduh, Giska dan Widura kini berada di ministop aneka jajanan di kawasan Puncak. Beruntung, mereka terselamatkan dari hujan, dan berakhir di angkringan. Giska memandang pemukiman sekitar. Menikmati suasana Puncak yang damai dan tentram. Jauh dari hiruk pikuk ibukota.

Mata gadis itu tertuju pada pepohonan besar dan perkebunan teh di arah luar jendela. Kepalanya menoleh ke samping saat ada suara orang bernyanyi pelan di sebelahnya.

Dan benar saja, Widura tengah bernyanyi.

"Cause our home's a wreck, look at this mess, you blame it all—"

"Hericane." Suara Giska otomatis membuat Widura berhenti menyanyi.

"Yeah." Widura mengangkat kedua bahunya. "I like LANY."

"I like Paul."

"Ini, A, bandreknya. Sama teh tariknya, Teh." Suara pria paruh baya dari belakang refleks membuat keduanya menoleh.

"Makasih ya, Pak."

Setelah melihat kepergian pria itu, Giska meniupkan teh tariknya. Begitu pula Widura yang menyesap bandreknya lamat-lamat.

"Paling jauh jalan ke mana sama Kievlan?" Ujar Widura.

Giska langsung menoleh. "Gue sama dia nggak pernah main jauh."

"Masa sih?" Widura mengerutkan keningnya. "Payah."

"Kievlan tuh tau gue anak rumahan, makanya dia males mungkin ajak gue."

"Lagian ribet banget jadi cewek."

"Lo sadar gak sih kalo sifat lo sama dia hampir sebelas dua belas?"

"Masa sih?" Widura menarik satu alisnya ke atas. "Nggak, perasaan."

"Makanya jangan pake perasaan. Pake logika."

Padahal nada bicara Giska barusan terdengar sangat dingin, namun anehnya hal ini malah membuat Widura tersenyum. Widura juga tidak mengerti kenapa. Yang jelas...

He'd like to being around her.

Meskipun—

"Lo sendiri paling jauh sama Ella jalan kemana?" Giska balik bertanya.

—ia tahu gadis ini takkan pernah jadi miliknya.

"Ada deh."

"Ih, curang banget tadi lo nanya gue jawab. Giliran gue yang nanya malah kayak gitu..."

Widura mengulum bibirnya, menyamarkan senyumnya. "Pertanyaan lo retoris, buat apa gue jawab?"

"Kok retoris? Retoris apa coba definisinya? Pertanyaan yang mutlak udah tau apa jawabannya."

"Terus?"

"Ya, karna gak ada jawaban yang mutlak di pertanyaan gue tadi."

"Jelas ada. Lo nya aja yang bego, gak paham."

Giska terdiam sesaat, sakit hati pada kata-kata Widura barusan.

"Anjir sih lo kasar banget."

"Gue gak pernah ajak dia jalan, anjir."

Giska langsung mengubah posisi duduknya, dan menatap Widura dengan sorot tak percaya. "Lah? Terus selama kalian pacaran lo gak pernah ajak dia kemana-mana?"

"Apa— pacaran?" Ekspresi Widura terlihat datar, namun intonasi kagetnya tidak dapat disembunyikan. "Kata siapa gue pacar dia?"

"Kata anak-anak,"

"Anak-anak mana?"

"Ya banyak lah pokoknya yang ngomong, cuma Ghazi doang yang nggak."

"Terus Estrella ngakuin gue pacarnya ke lo gitu?"

"Ya nggak, sih tapi kan... tetep aja." Giska menarik napas panjang sambil mencari kata-kata yang pas. "Katanya, waktu itu—"

"Waktu itu apa?" Widura gak sabar.

"Nggak. Lupakan."

Keduanya terdiam.

Meskipun rasa hangat dan manis memenuhi mulutnya, lain halnya dengan yang di dadanya. Seketika perasaan asing muncul di dadanya. Entah, semacam sesak yang tak beralasan, namun juga getaran yang mendebarkan.

Rasa ini, rasa yang selalu muncul di dada Giska setiap kali ia bersama Widura.

"Kenapa lo ngeliatin itu orang terus?"

Giska sontak menoleh, mendapati Widura yabg kini memandang ke arah laki-laki di pojok kanan yang tengah bermain game di ponselnya.

"Tuh orang main game segitunya banget," kayak Kievlan. Lidah Giska bahkan terasa kelu untuk mengeluarkan kedua kata itu.

"Mendadak keinget Kievlan?" Tembak Widura langsung.

"Ih?" Giska langsung mengubah posisi duduknya. "Apaan, sih."

Perubahan  air  muka  pada  wajah  Giska  membuat  Widura mengernyit. Meski dari tempatnya  duduk  ia  bisa melihat dengan jelas bahwa Giska sedang berusaha untuk menahan emosinya.  Seolah gadis itu sedang mati-matian menyembunyikan sesuatu.   Kemudian  Widura meletakkan cangkirnya, dan bertanya.

"Dia tau lo pergi sama gue?"

"Nggak."

"Lo nggak bilang?"

Giska menghirup napas panjang.

"Belom."

"Kenapa belom bilang?"

Giska langsung menoleh sewot. "Gimana gue mau bilang anjir tadi aja lo main maksa gue ikut gitu aja."

"Buktinya lo mau kan ikut?"

"Ya anggep aja gue trapped."

Widura tidak mengatakan apa-apa, karena ia yakin jika Giska akan bersuara lagi.

"Iya ntar gue bilang."

"Lo adalah cewek pertama yang gue ajak ke sini selain Mayang," ungkap Widura.

"Mayang?"

Widura menghela napasnya, dan menarik kursinya maju. "My sister."

"Hm, lo punya kakak berapa emang?"

Widura mengacungkan satu telunjuknya, dan kembali menopang dagunya.

"Adek punya?"

Laki-laki itu menggeleng.

"Kalo gue satu-satunya selain kakak lo, berarti Estrella gak pernah lo ajak ke sini?"

"Estrella?" Widura tertawa sarkas. "Ngapain anjir."

Airmuka Giska mendadak berubah.

"Kok gitu sih?"

"Gitu apa?" Widura menurunkan tangannya.

"Lo nyakitin dia, padahal dia kan baik."

"Berapa lama sih lo kenal dia gue tanya? Jangan gampangan kalo nilai orang."

Giska langsung melotot. "Sinis banget, sih. Salah apa coba Ella sampe-sampe lo gituin banget?"

"Estrella gak salah, cuma gue risih aja sama cewek agresif kayak dia."

Giska melotot, bersiap menyemprot laki-laki itu. "Eh apaan ya yang naksir dia tuh banyak, gak cuma satu dua orang. Bahkan tiap angkatan kelas aja ada yang naksir dia, banyak banget yang deketin dia. Dan, lo dengan tengilnya campakkin dia gitu aja. Sok ganteng dasar."

"Kok jadi lo yang emosi, dah? Emang apa aja yang lo tau tentang gue sama dia?" Sahut Widura, dingin.

Giska terdiam, tenggorokannya terasa kering.

"Kalo gak tau apa-apa mending lo diem. Lo tuh orang baru."

Giska menelan ludahnya.

"Yaudah, sih," cetusnnya. "Kejam banget."

"Nggak.. gue gondok aja tiap kali orang nasehatin gue tentang Estrella, seolah-olah gue yang salah."

"Loh kan emang iya?"

"Harusnya lo denger dari dua sisi, jangan versi Estrella aja."

"Yaudah sih, sorry!"

Keduanya terdiam.

Giska bergerak dari tempatnya, ia memundurkan kursinya. Pikirannya melayang ke Kievlan. Ia sadar kalau apa yang dilakukannya sekarang ini salah. Dan entah kenapa, di sisi lain ia juga merasa senang bersama Widura di tempat ini.

Entahlah, Giska bimbang.

"Sounds cheesy, tapi cowok manapun gak ada yang suka dikejar." Tiba-tiba suara Widura kembali terdengar.

Sebelum menjawab pernyataan Widura, Giska menoleh ke laki-laki itu dengan raut jengkel.

Giska memutar matanya. "Ya, kalo gitu kenapa lo tanggepin?"

"Tanggepin gimana?"

"Ya— waktu itu kan posisinya Estrella lagi sama Kievlan, tapi malah lo ada di antara mereka."

"Lo pernah denger ibarat kucing dikasih ikan?" Tanya Widura, Giska terdiam dua detik sebelum akhirnya ia menaikkan kedua alisnya. "Yaudah. Makanya jangan pernah main-main sama cowok."

Giska mematung,  mencoba  memahami  perkataan  Widura yang  entah  mengapa terdengar  sangat mengerikan di  telinganya.  Perempuan itu langsung berpaling dan kembali menyeruput teh tariknya.

Dari jarak yang  begitu dekat, ia memerhatikan  bagaimana  Giska menyesap teh tariknya. Sesekali ia mengulum bibirnya lalu meniupkan minuman itu,  matanya fokus pada isi cangkir yang ia genggam dan rambutnya dibiarkan tergerai hingga beberapa helaiannya bergoyang lantaran tertiup angin. Tanpa disadari oleh laki-laki  itu,  sebuah  senyum  tipis  tersungging  di bibirnya.

Dia indah.

Sadar diperhatikan, tanpa membalas tatapan laki-laki di sebelahnya, Giska berpaling ke arah lain. Anggaplah Giska lemah atau apa, yang jelas ia tidak memiliki keberania untuk membalas tatapan laki-laki itu.

Dan, selang beberapa detik berikutnya, tanpa bisa dielakkan oleh dirinya sendiri, ia dapat merasakan kelima jemari kekar dari sebelah menautkan diantara kelima jemari miliknya.

Gadis itu menoleh, ke jari-jari kanannya yang tertaut oleh kelima jemari kiri Widura.

Hingga akhirnya pandangannya juga jatuh ke pandangan sepasang bola mata kemerahan itu.

Kontak mata itu berdurasi tujuh detik.

Giska terdiam, ia tidak membalas tautan jemari Widura namun tidak juga melepas. Seketika hal-hal yang belakangan ini berputar di kepalanya mendadak hilang. Semua mendadak buyar sampai-sampai ia tidak bisa berkata apa-apa.

Napas perempuan itu tertahan, paru-parunya terasa begitu sesak.

Sesak ini sesak yang menyiksa namun— memberikan getaran yang tidak biasa.

Auto muter lagu Fiersa Besari - Di Waktu Yang Salah :(

Wkwkwkw gimana part ini guys seperti biasa?

EH APA CUMA GUE YA YANG KANGEN MOMEN GISKA KIEVLAN?!

Btw ada request adegan barangkali? Supaya gue bisa turutin keinginan wkwkwk biar ga nyesek2 amat

Dan apa cuma gue yg sedih liat part ini hiks, tp gue seneng jg si karna Widura agak cute gt buat gue disini gatau ya buat kalian gmn wkwkwkw

Insha Allah next part lebih gregetin dari ini dan insha Allah juga part2 selanjutnya lebih negangin wkwkwkw

Thank u udah setia sm mereka! Kutunggu komennya yaaa! ILYSB!❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top