37. City of Stars
Ryan Gosling ft. Emma Stone - City of Stars
X
Billie Ellish - Bury A Friend
Satu jam sudah lima orang anak berseragam SMA La Verna berada di studio musik. Pentas seni akan diselenggarakan dua minggu lagi. Latihan hari ini berjalan lancar, setidaknya aransemen yang dibentuk oleh Ghazi terdengar pas dan tidak menyeleweng dari genre.
Waktu menunjuk pukul tiga sore, dan kelima anak itu kini duduk di karpet. Latihan musik telah selesai. Mereka membuka ponsel masing-masing. Tidak ada tanda-tanda dari mereka akan pulang.
Kievlan malah menggulingkan tubuhnya menjadi tengkurap di atas karpet, mabar Mobile Legends dengan Ghazi di sebelahnya.
Sedangkan yang lainnya membuka Instagram. Kecuali Widura, tangannya memang menggenggam ponsel. Namun, matanya terfokus pada sosok gadis yang menyandarkan kepalanya di bahu Estrella.
Widura bergeser dalam diam, sengaja ia menyandarkan punggungnya ke tembok di belakang Giska dan Estrella. Diam-diam ia melongokkan kepalanya, mengintipi layar ponsel kedua perempuan di depannya.
Merasakan posisi duduknya tak nyaman, Estrella mendorong pelan kepala Giska, sebelum akhirnya ia memundurkan tubuhnya ke belakang. Telapak tangannya yang tidak sengaja menghantam perban luka di tangan Widura yang masih basah, dan..
"AH!" Suara Widura yang tiba-tiba memenuhi studio, membuat keempat orang lainnya terlonjak kaget.
Seisi studio sontak menoleh.
"Eh-- sori, kirain aku gak ada orang."
Estrella langsung berbalik, menghadap Widura. "Maaf yah maaf banget." Estrella jadi panik.
Widura tidak menjawab, ia mengelusi tangannya. Tidak ada yang bersuara sama sekali. Baik Estrella maupun Widura masih jadi sorotan.
"Kamu lukanya masih parah?"
Hening.
Alih-alih ingin menoleh ke ponsel, perhatian Ghazi langsung tercuri saat melihat Estrella meraih tangan Widura, sebuah senyum pahit muncul di bibir laki-laki itu. Namun, berkat tepukan dari Kievlan, ia langsung fokus lagi pada ponselnya.
Awalnya, Widura hendak mengelak, namun melihat pandangan Giska terfokus padanya, ia memilih bergeming, membiarkan Estrella melakukan ini.
Sementara Giska yang menyaksikan adegan ini, refleks menahan napas, ia bahkan langsung mengubah posisi duduknya sambil berusaha mengusir debaran jantungnya dan mengatur napasnya yang terasa sesak.
Kenapa?
Kenapa pemandangan ini begitu mengganggunya?
Tribun penonton hanya berisikan beberapa anak. Tanpa menyelinap, Giska duduk leluasa di baris ketiga bersama ketiga temannya. Matanya memperhatikan Kievlan yang mengenakan jersey N&B putih emas tanpa lengan.
Sebenarnya, ini hanya sparing antar kelas saja. Bukan sparing yang memang diselenggarakan sekolah. Jadi, ya iseng-iseng saja...
Tim lawan terlihat sudah siap, beberapa di antaranya bahkan sudah berlaga di sudut lapangan untuk melakukan pemanasan. Menonton Kievlan bermain basket seperti ini merupakan hal baru bagi Giska.
Kievlan masih fokus pada teman-teman regunya yang tengah mengerubunginya—bisa dipastikan mereka sedang menyusun taktik bermain.
Giska tak dapat menahan diri untuk tidak mendengus saat Kievlan menyisiri rambutnya yang terlihat berantakkan dengan jari-jarinya ke belakang, plus dengan senyuman. Dih? Malah tepe-tepe.
Sontak kakak dan adik kelas yang juga melihat ke arah Kievlan cekikan. Selang beberapa detik, Kievlan melihat ke arah Giska juga, laki-laki itu menarik kedua alisnya, tak lupa dengan senyum jahilnya. Giska sadar sejak awal Kievlan adalah salah satu cowok famous di sekolah ini—dan Giska merasa beruntung dipacarinya.
Yah, meskipun Giska tahu sendiri sifat Kievlan seperti apa, banyak yang tidak ia sukai. Tetap saja selalu ada hal yang membuat Giska bisa memakluminya. Apakah perasaannya terhadap Kievlan sekuat ini?
Hingga pluit berbunyi, barulah mereka beraksi. Sementara di tempatnya duduk, Giska merasa seperti ada yang kurang, ia lalu membuka ransel pink-nya. Ada sapu tangan dan tissue untuk Kievlan.
Oh iya.
Giska baru ingat. Tadinya kan ia hendak membelikan Kievlan minum. Tapi dia lupa. Pertandingan masih sekitar setengah jam lagi.
"Guys, gue keluar dulu ya." Giska langsung mengubah posisi dudukya.
"Mau ke mana?" Ujar Estrella.
"Kantin."
"Mau beli apa?"
"Minum."
"Ih, nitip dong!" Aci langsung berhenti mengunyah basrengnya, ia buru-buru merogoh saku kemejanya.
"Ih, ikut aja yuk? Temenin gue."
"Ih, gue mau nontonin Eja!"
"Gis, sama aku aja yuk." Estrella langsung ikut berdiri. "Aku kayaknya nunggu Mas Alan deh di gerbang."
"Ih, Gis. Nitip sih?" Aci kembali merengek.
"Udah lah..." ujar Estrella ke Giska. "Kan aku temenin?"
"Yaudah yaudah."
Melihat teman sebelahnya sejak tadi terdiam, Estrella menegur gadis itu. "Anika?"
"Hm?" Anika mengalihkan perhatiannya dari lapangan ke Estrella.
"Gak sekalian?"
Anika mengernyit. "Sekalian apa?"
"Nitip buat Otang?"
Otomatis gadis berbody sexy itu mendengus.
"Tau lu, Nik!" Aci langsung tertawa. "Hahahahaa tapi gak usah deng. Otang mah gebetannya banyak jadi gak perlu takut keausan."
Dan, Giska tidak kuasa menahan kekehannya.
"Bacot." Anika memutar matanya, jengkel.
"Kasar dih, kayak keset welcome-nya Giska."
"Yaudah, jadi nih sekarang?"
"Ya, ayo." Giska akhirnya berdiri.
"Yaudah, duluan ya, guys."
Mereka berdua melambaikan tangan ke Anika dan Aci sambil berjalan keluar lapangan.
"Dadah! Hati-hati ya!"
"Kamu hari ini balik sama Pak Bahar apa Kievlan, Gis?" Ujar Estrella begitu mereka melewati koridor.
"Sama Kievlan. Kenapa, gitu, El?"
"Nanya aja, hehe." Estrella menggandeng lengan Giska, menyamakan langkah dengan gadis itu. "Aku udah lama gak ngerasain dianter jemput cowok."
"Lagian nolak terus lonya." Giska mennyikut pelan temannya. "Padahal banyak banget fans-nya."
"Aku pengennya pulang sama Widura," kata Estrella. "Tapi kayaknya gak bakalan terjadi deh."
"Loh? Kok?"
Respon yang diberikan oleh Giska sontak membuat Estrella melepas gandengannya.
"Emang kalian gak pernah pulang bareng sama sekali apa?" Lanjut Giska.
"Pernah, sih tapi dia anternya cuma sampe post security kompleksku. Gak sampe rumah." Estrella berdeham, seketika ia mengenang masa-masa indahnya bersama Widura. "Itu juga udah lamaaaaa banget."
"Seenggaknya perasaan senengnya masih membekas, dong?"
Mereka berdua menuruni tangga menuju kantin. Senyum bahagia Estrella kembali terlihat, gadis itu langsung berjengit antusias dan kembali menggandeng lengan Giska.
"Tapi aku seneng banget tadi megang tangan dia!" Estrella nampak tersipu. "Serius. Aku masih deg-degan tau!"
"Semoga aja ya, El." Giska menepuk tangan Estrella lembut.
"Semoga apa?"
Giska tersenyum, meski seperbagian hatinya tidak bahagia. "Lo bisa megang tangan dia lagi."
"Aku gak mau megang tangan dia aja," ujar Estrella. "Aku maunya happy ending sama dia."
Usai membeli minuman, Giska berjalan melewati koridor loker. Suara notifikasi bertubi-tubi dari ponselnya membuat Giska menghentikan langkahnya. Ia merogoh sakunya, merasa jengkel terhadap si pengirim pesan. Pasti Kievlan!
"Gak sabaran banget, sih!" gerutu Giska begitu mengeluarkan ponsel.
Loh, ternyata pesan masuk dari Tamam. Otomatis Giska mengernyit.
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
MHK Tamam: p
Giska yang membaca pesan tersebut dari awal hingga selesai tertegun sejenak sebelum ia kembali berjalan. Alisnya sudah tertaut.
Geriska Cantika: iya? Kenapa, Mam?
MHK Tamam: dimana?
Bisa dirasakan jantung Giska langsung berdegup cepat. Padahal dia belum tau kenapa Tamam menge-chatnya. Seketika, banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.
Apakah ada kaitannya dengan Kievlan? Apakah Kievlan terluka? Ada cidera? Atau apa?
Geriska Cantika: abis beli minum. Ada apa?
MHK Tamam: ini gue, Wir. Hp gue low. Gue pinjem hp Tamam
Giska menghela napas dan geleng-geleng kepala.
MHK Tamam: pantesan gue liatin tempat duduk lo. Lonya gak ada. Cuma ada Anika sama Aci sekarang juga mereka pada pergi
Geriska Cantika: loh? Anika sm Aci kemana?
MHK Tamam: gatau. Tadi ga laporan ke gue si
MHK Tamam: btw gue minum dapet kok dari anak2 slow aja. Gak perlu beliin
Giska mendengus kasar.
Geriska Cantika: tapi gue udah beliin air dingin. Ini juga ada titipannya Aci
MHK Tamam: yaudah thanks. Itu buat ntar pas selesai aja.
MHK Tamam: udh ya. Gue main lagi
Geriska Cantika: iyaa
MHK Tamam: semangatin dong! Gimana sih lu😑
Geriska Cantika: semangat yaaa!!
MHK Tamam: yg ikhlas dong
Giska menghela napas. Kali ini diikuti senyum gelinya.
Geriska Cantika: semangat!❤
MHK Tamam: masih belom. Yg heboh dong. Kalah lo sama supporter
Geriska Cantika: SEMANGAT YA KIEVLAN❗❗❗❗
MHK Tamam: gitu dong. Kan seneng gue bacanya
Dan, Giska tidak dapat menahan diri untuk tidak terkekeh.
Geriska Cantika: oaja, Kiev.
MHK Tamam: ini Tamam. Bukan Kievlan. Bye.
MHK Tamam: mwah
"Apaan sih?" Gerutunya masih dengan sisa senyuman. Akan tetapi, sebelum perempuan itu mengunci layar, tiba-tiba sebuah notifikasi muncul.
Senyum itu perlahan memudar dan tergantikan dengan degup jantung yang tiba-tiba berdebar.
+6281234567xx: autis lo ya main handphone sambil jalan?
Hah? Siapa ini?
Geriska Cantika: ini siapa?
+6281234567xx: arah jam 3. Studio musik
Giska otomatis melanjutkan langkahnya persis di depan jendela studio musik. Ia terdiam mendapati sosok laki-laki berambut gondrong, yang tengah duduk sendirian di kursi piano. Beberapa meter di hadapannya.
Satu tangan Giska mempererat cengkraman pada kresek hitam digenggamannya saat melihat Widura membuka jendela.
"Kok lo punya nomor gue?" Itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Giska.
"Dari grup kelas."
"Loh? Lo daritadi di studio?" Giska mengernyit. "Belom keluar sama sekali?"
"Kenapa emang?"
"Lo gak nontonin anak-anak basket?"
"Boring. Wasting time." Widura membuka penutup piano.
"Sinis banget, sih lo."
"Belom pernah liat sisi melankolis gue lo ya?"
"Emang ada?" Giska menantang balik.
"Oh, lo mau liat?"
Giska tertawa. "Dih, gak ya. Makasih,"
Widura ikut tersenyum melihat Giska tertawa begitu. "Yakin?"
"Yakin banget."
"Oke," ujar Widura dengan tawa ringannya.
Ketika mendengar Widura melepas tawanya untuk yang pertama kali, Giska tak bisa membohongi diri sendiri bahwa ia merasa senang. Ralat, bukan senang, lebih tepatnya gemas.
Sok iye.
Alih-alih meninggalkan tempat, gadis itu langsung berbalik. Baru juga ia mengambil langkah dua kali, sepasang telinganya mendengar tekanan tuts di piano yang Widura mainkan, otomatis ia menghentikan pergerakan kakinya.
Anjir.
Anjir. Sumpah?
Jantung Giska berdebar-debar sendiri. Bulu kuduknya langsung menegang. Giska membuka mulut, namun tidak ada kata yang ke luar. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan, atau apa yang harus ia lakukan. Keterkejutan terlalu kuat hingga tenggorokannya tercekat.
Tapi Giska ingin berteriak sekarang.
City of Stars, soundtrack lagu La La Land yang sekarang Widura mainkan!
"DEMI APA CITY OF STARS?!" Seru gadis yang tiba-tiba masuk ke studio. Ia bahkan lupa jika kemarin-kemarin sempat keki terhadap laki-laki di yang duduk di bangku piano.
"Apaan sih?" Widura berhenti menekan tuts.
"Lo kok---" Giska menatap Widura tak percaya. Gadis itu tidak dapat menyembunyikan senyum takjubnya. "Demi apa lo suka La La Land juga?"
"Apaan sih? Gak jelas." Desis Widura. "Sini duduk."
Laki-laki itu bergeser, membiarkan Giska mengambil waktu lebih banyak sampai cukup siap untuk duduk di sebelahnya.
Pintu tertutup, Giska duduk menghadap piano dan di sebelah Widura persis. Hingga tubuh mereka saling mendempet. Lengan dan bahu mereka bersentuhan. Dan, Giska tak dapat mengelak getaran hebat di tubuhnya, mengingat mereka hanya berduaan di ruangan ini.
"Tau lagunya kan? Nyanyi lah."
Widura menekan beberapa tuts bersamaan. Sementara Giska termangu, menikmati alunan tuts sambil memandangi Widura. Entahlah, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan laki-laki itu bermain.
Jika ditanya apakah ini yang dinamakan mimpi yang tercapai? Dan, jika ditanya apakah Giska ingin berteriak sekarang? Semua jawabannya adalah ya.
Hal inilah yang sejak dulu Giska dambakan. Menyanyikan lagu favoritnya, sambil membayangkan video klip tersebut. Seolah, Giska adalah Mia Dolan-nya La La Land. Dan siapa sangka suatu saat itu adalah sekarang?
Mungkin terdengar remeh, namun kenyataannya euforianya sebesar ini.
"City of stars... are you shining just for me?" Sambil mendentingkan piano, Widura mulai bersenandung. "City of stars... There's so much that I can't see, Who knows? I felt it from the first embrace I shared with you"
Widura menyenggol Giska, memberi intruksi giliran gadis itu yang bernyanyi. Giska jadi uring-uringan sendiri.
"That now our dreams... they've finally come true," Giska bersenandung gugup, sesekali ia terkekeh. "City of stars... Just one thing everybody wants, there in the bars, and through the smokescreen of the crowded restaurants... It's love, yes, all we're looking for is love from someone else,"
"Langsung ke a look in somebody eyes aja." Ujar Widura di tengah nyanyian.
Dan, untuk lirik ini mereka bernyanyi bersama. "A look in somebody's eyes... to light up the skies, to open the world and send it reeling, a voice that says, I'll be here. And you'll be alright,"
Giska terkekeh, lalu kembali bernyanyi. "I don't care if I know, just where I will go, 'cause all that I need is this crazy feeling, a rat-tat-tat of my heart..."
Widura menoleh ke Giska. Raut wajahnya tak terbaca. Bahkan bagi Giska, belum pernah Widura menatapnya seintens sekarang. Hal itu membuatnya kikuk, dan terlihat jelas karena posisi duduk keduanya nyaris tak berjarak.
"Think I want it to stay..." Widura bersenandung lembut. Matanya tak berpaling dari Giska.
Jantung Giska tetap berdegup kencang setiap pandangannya mendarat kepada sosok di sampingnya. Pikirannya melayang ke momen saat di kereta dan taksi. Menegangkan, tapi menyisakan getaran.
Seolah terbawa suasana, Giska dan Widura tak menyadari keberadaan Aci dan Anika dibalik pintu studio. Kedua perempuan itu bahkan, mengintipi mereka secara sembunyi-sembunyi.
"Tuh kan, Ci. Sekarang lo ngerti kan apa yang gue takutin?" Bisik Anika seraya merangkak di balik tembok.
HEII GIMANA PART INI? wkwkwk kasih tau dong aku mau tsu perasaan kalian:(
Btw, menurut kalian ini selingkuh apa bukan sih?😂
Apa cuma gue yg langsung play Bury a Friend-nya Billie Ellish? :(
Ada request di next chap?
Btw, makasih byk yaaa untuk kalian yg selalu bertahan sm mereka. Mereka syg kalian bgt! ILYSB❤❤
/Widuranya belom aku edit. Gpp lah ya /
Idk why, i feel bad about Kiev hahaha:(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top