34. Sebuah Tanya
baca Author's note ya kalau udah selesai heho, love ya!<3
jgn lupa divote yaaa! <3
Pink Floyd - Wish You Were Here
Mobil yang dikendarai sudah berhenti di tempat parkir sebuah rumah mewah di kawasan Darmawangsa. Kievlan langsung mematikan mesin dan menoleh ke gadis yang duduk di sebelahnya tengah melamun.
"Gis," panggil Kievlan, serak. Mata laki-laki itu sesaat mengerjap, ia menggaruk kepalanya. "Mereka baik, kok." tambahnya, seolah dapat membaca isi kepala pacarnya.
Giska terdiam, menatap Kievlan dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebenarnya, bukan hanya penampilannya yang membuatnya ragu untuk masuk ke rumah itu, tetapi Widura. Gadis itu tidak bisa memikirkan apa yang akan terjadi nanti jika ia bertemu dengan sosok itu. Ia terlalu takut untuk membayangkan pertemuannya dengan Widura dan Kievlan sekaligus.
"Ntar ada Anika," kata Kievlan. "Lo tau sendiri lah gaya dia metal-nya kayak apa,"
"Udah, ah yok turun!"
Giska memerhatikan laki-laki berkemeja hijau yang baru saja keluar dari mobilnya dan merunduk tiga detik kemudian. Dan, butuh waktu lima detik bagi Giska untuk turun dari mobil.
Suasana luar rumah sudah dipenuhi berbagai kalangan. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Mata Giska tertuju pada anak-anak yang berlari-larian sekeliling halaman, seolah tidak pedulikan orang-orang dewasa yang fokus pada obrolan masing-masing.
Langkah Giska dan Kievlan terhenti di halaman belakang yang berfasilitas kolam renang, gazebo, dan fire pit untuk memanggang makanan atau sekadar BBQ-an. Suasana halaman begitu fun karena dipenuhi anak-anak remaja seusianya.
"Giska!" seru perempuan berkaos pop-art yang melambaikan tangan ke arah Giska.
"Anika!"
Tepat saat Giska menyapa balik Anika, Kievlan menggandengnya berjalan menuju Anika dan segerombolan anak muda, mata mereka semua tertuju pada gadis yang digandeng Kievlan.
Kievlan langsung mengangkat satu tanganya, berhigh five dengan para perempuan dan laki-laki di hadapannya.
"Mantul, bawa cewek sekarang. Bukan maen emang nih si master!"
Meski grogi, Giska melemparkan senyumannya sebagai sapan non-verbal terhadap mereka.
"Ketinggalan kabar banget nih kita?"
"Boleh juga selera lo, Ki." komentar Elsa.
"Wehehehe," Kievlan menyenggol lengan Giska. "Eh, ini kenalin Si Jawir."
Azzam mengernyit. "Kok namanya Jawir, deh?"
"Hahaha, nama gue Giska. Dianya aja yang bikin panggilan sendiri." Ralat Giska, cengengesan.
"Gue Azzam."
"Rafa."
"Hasan."
"Tiara."
"Elsa."
Giska bersalaman dengan kelima anak itu bergantian.
Elsa menoleh ke arah Widura yang diam saja di tempatnya. Iseng, gadis berkaos abu itu menyenggol bahunya agak kencang. "Wid? Diem aja?" ujarnya, membuat semuanya menoleh ke sosok laki-laki gondrong berkaos Supreme.
Widura memutar matanya. "Kita kan satu sekolah.
Hasan di sebelah Azzam langsung menimpali, "Mantep dong ya satu sekolah sama mereka," ujarnya. "Rame."
"Iya, tapi gue sama Anika gak sekelas," kata Giska.
"Tapi kita satu geng."
"Najis, Nik." Celetuk Tiara, geleng-geleng kepala.
Kievlan berjinjit, celingak-celinguk sekitar. "Eh, eh, nenek gue mana yak? Ada yang liat gak?"
"Ada di dalem paling," kata Rafa.
"Yaudah gue ke nenek gue dulu ya," ujar Kievlan. "Have fun, men!"
Agak kesal, Giska mengekori Kievlan yang berjalan mendahuluinya ke dalam rumah melewati para tamu. Tak jarang gadis itu kesal terhadap kelakuan Kievlan yang super santai dan bodo amatan begini.
Mungkin, Kievlan ingin Giska lebih santai, tetapi kan posisinya ia tidak mengenali siapapun di dalam rumah ini.
Kekesalan Giska mereda ketika melihat sosok wanita lansia berjubah maroon tengah mencicip aneka makanan yang telah disajikan oleh para pekerja rumah.
"Nenek..."
"Eh!" seru Ainun semringah. "Kamu udah daritadi?
Aura kebahagiaan terpancar jelas di mata wanita lansia berambut bob bermake up elegan di hadapan mereka.
"Nggak juga si, Nek, kalem."
Giska menoleh heran ke laki-laki di sebelahnya
"Kenalin nih, nek, Giska."
"Oh, ini!" Ainun tersenyum ke gadis yang rambutnya tergerai. Jelas sekali ia bahagia melihat keberadaan Giska. "Jadi, kamu pacarnya Kiki?"
Bila Kievlan menanggapinya dengan anggukan antusias, Giska hanya tertawa kikuk.
"Hayuk makan dulu, yuk!" Tanpa diduga oleh siapapun, Ainun menggandeng Giska.
"Nanti aja, Nek, bareng sama yang laen,"
"Loh? Kalian udah pada makan?" Ainun langsung melepas gandengannya.
"Udah, Nek... woles,"
Boong, Nek! Cucu nenek main bawa lari aku gitu aja tadi!
"Woles?" Ainun mengerutkan dahinya, nampak bingung. "Makanan daerah mana itu?"
Refleks Giska menahan tawanya.
"Bukan, Nek," Kievlan tertawa. "Woles itu kebalikan dari kata selow,"
"Selow?" Ainun masih memasang ekspresi bingung. "Ah, nenek gak ngerti bahasa kamu." Lalu wanita itu menoleh ke Giska. "Suka pake bahasa aneh-aneh ya dia?"
"Emang gitu dia, Nek. Namaku aja diganti-ganti,"
"Tapi pinter juga ya kamu pilih cewek, Ki."
Tersipu, Giska hanya cengengesan canggung, tidak tahu sama sekali harus memberi respon apa.
"Kalian satu sekolah atau gimana?"
"Sekelas, Nek."
Setelah berbincang tentang hal-hal formalitas, Giska dan Kievlan akhirnya keluar dari rumah. Tapi kali ini, Kievlan tidak mendahului Giska seperti tadi, tapi tidak juga menggandeng pacarnya, ia malah berjalan di belakang Giska yang sebenarnya kebingungan harus ke mana.
Merasakan usapan ringan di kepalanya, Giska langsung menoleh. Gadis itu tahu jika Kievlan lah yang barusan mengusap kepalanya.
"Apa?" Giska berbalik.
"Kenapa?"
Kievlan meletakkan kedua tangannya di kedua pundak Giska dan memutarnya ke depan lagi.
"Kita mau ke mana, sih?"
"Ya, serah lo." Kievlan menurunkan tangannya. "Eh-Aufar!" Serunya begitu melihat adiknya yang tengah duduk di tepi kolam bersama teman-temannya.
Bocah laki-laki berkaos polo hijau menoleh ke sumber suara. ekspresi wajahnya langsung berubah, dan tak butuh waktu lama bagi anak itu menghampiri kakaknya.
"Far, kenalin, nih," kata Kievlan. "Giska."
Bocah berusia delapan tahun itu tersenyum canggung. "Aufar," lalu ia berpaling ke arah anak-anak yang berlarian di sekitar taman. "Yaudah, aku pengen main lagi ya sama gengnya Bayu."
Anak itu kemudian berjalan ke arah taman. Merasakan getaran ponsel di saku celana, Giska mengeluarkan benda itu.
Anika Rizkyana: Demi apa gue pen ngakak liat Giska berduaan sama Kipli ke sini
Rahisya Mentari: OMMO OMMO! JINJA?!
Estrella: anjay! go public nih ya wkwkwk
Geriska Cantika: JGN LEBAY OK :)))
Rahisya Mentari: Ih! Kok jadi pengen ikutan yaaa
"Giska!" seru Anika dari belakang. "Ayo sini, ah main!" lanjutnya, tanpa menoleh ke Kievlan di sebelah Giska terlebih dahulu.
Kievlan mengerutkan alisnya. "Lu kok di sini?"
"Lu kok di sini?" Anika balas mengerutkan alisnya.
"Ini kan rumah nenek gue?"
"Lo ngusir gue nyesel," kata Anika, dingin.
"Lah? Siapa yang mau ngusir lu?" Kievlan terkekeh pelan. Ia lalu berpaling ke Giska. "Eh, gue tinggal dulu ya, gue mau nemuin anak-anak,"
Giska mengangguk.
"Ikut gue yuk," ajak Anika. "Lo tadi pergi dulu atau langsung kemari, Gis?"
Melihat Giska mengangguk lagi, Anika mendekat, mereka berdua berjalan bersebelahan melewati kerumunan anak-anak kecil di halaman.
"Tadi ke makam dulu," kata Giska.
"Oh, dari rumah lo ke makam dulu, baru ke sini gitu ya?"
"Kenapa emang, Nik?"
"Gak papa,"
Mereka berjalan bersebelahan dalam diam, tidak ada obrolan selama mereka berjalan. Keduanya sama-sama diam dan entah mengapa hal itu membuat Giska merasa awkward dan menerka-nerka apa yang ada di dalam kepala Anika.
"Tapi, lo serius, Gis?" sambung Anika, hati-hati.
"Serius apa?"
"You know what i mean, right?"
Giska langsung menghentikan langkahnya, ia seperti sudah paham arah pembicaraan ini.
"Kievlan?" Giska memutar tubuhnya, menghadap Anika.
Anika ikut berhenti sambil menghela napas, seolah hal tersebut bukanlah hal yang perlu ditanyakan lagi. Tetapi, di sisi lain ia juga merasa canggung terhadap Giska.
"Kenapa, sih emang, Nik?" tanya Giska, dingin.
"Bukan gitu--"
"Dia gak baik?" lanjut Giska tanpa memberikan Anika kesempatan membuka mulut. "Nakal? Rusak? Binal?"
Anika menghela napasnya. "Gis--"
Meski tidak ada yang ngeh jika mereka terlihat seperti tengah bertengkar, Giska langsung tahu hal apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Udah ah, gue males ribut," kata Giska. "Have fun!" lanjutnya seraya meninggalkan Anika.
Di sinilah Giska sekarang, duduk di bantalan tepi fire pit sendirian. Sebenarnya Giska tidak menyukai sendirian, tetapi sepertinya menyendiri memang hal yang ia butuhkan untuk saat ini.
Dari tempatnya, ia dapat melihat serunya Kievlan bermain PUBG di ponsel---entahlah game apa yang ia mainkan bersama teman-teman cowoknya sambil merokok di balkon tepi kolam.
Pantulan sinar matahari terlihat berkilauan di air kolam renang. Giska menghela napasnya, sebelum akhirnya ia menyandarkan punggungnya di tembok.
"Ada orang ternyata."
Suara dingin dari samping membuat Giska menoleh ke sosok laki-laki yang tengah mencepol rambutnya. Tatapan mereka berdua sempat bertemu beberapa saat sebelum akhirnya Widura memutuskan untuk sebelum ikut bergabung di fire pit.
"Kok lo di sini?"
Widura mendengus. "Ada larangannya ya emang?"
Giska memutar matanya, apaan sih nih orang? Gue udah pewe malah nimbrung, bikin kesel doang yang ada!
Sempat terbesit di pikiran Giska jika laki-laki itu duduk di sampingnya, ternyata ia salah. Widura malah duduk membelakanginya.
"Gak sama Kievlan lagi?"
Giliran Giska yang mendengus. "Lo liatnya gimana?"
Wow, galak. Alis Widura terangkat sebelah.
"Dia unik ya? Rare, gak kayak orang-orang,"
Giska mengerjap dua kali, ia mulai merasakan ada kejanggalan di kalimat laki-laki itu.
Mencoba sembunyikan perasaan itu, Giska mendengus pelan. "Apaan, sih lo."
"Somebody feels you, by the way."
Tiba-tiba mendengar pernyataan yang agaknya lebih membingungkan, Giska mengerutkan dahinya.
"Loh? Emang gue kenapa?"
"Dianggurin,"
Refleks Giska mengumpat dalam hati. Sialan emang Kievlan!
Gadis itu memejamkan matanya sejenak, sebelum umpatan langsung meluncur dari mulutnya. "Lo daripada ngebacot gak jelas mending pergi aja, deh."
"Seseorang itu tadi juga tau rasanya kesepian di tengah keramaian," kata Widura tiba-tiba. "Gak enak, kayak gak dianggep, but he don't mind it."
Tawa hambar Giska meledak. Ia yakin seratus persen jika somebody yang Widura maksud adalah dirinya sendiri, dan Giska yakin jika laki-laki itu tersenyum mengejek, meski posisi Widura masih memunggungnya.
"Siapa bilang gue gak dianggap?"
Widura mengangkat kedua bahunya sebagai respons. Ia menumpukan lengannya pada rerumputan di bawah. Pandangannya lurus ke kerumunan orang yang berkumpul di balkon.
"Gue sama Kievlan udah kayak sodara, apapun tentang dia gue tau, begitu juga sebaliknya. Sekalipun mantan dia juga gue tau mereka udah kayak gimana," ujarnya, tanpa difilter.
Giska terdiam seribu bahasa. Mood-nya sekarang berada di level yang paling buruk.
"Mantan?"
Widura mengangguk mantap.
Butuh waktu lima detik untuk menjernihkan pikiran sekaligus mencerna omongan Widura barusan. Setidaknya menenangkan perasaannya. Dadanya berkecamuk dan napasnya terasa berat sekali.
"Emang dia gak pernah cerita sama lo tentang mantannya?"
Tubuh Giska seketika menegang. Ia mengerjapkan matanya dua kali, ia masih berusaha mencerna omongan Widura barusan- karena hal itu benar-benar memancing perhatiannya.
Mantan?
Selama ini Kievlan tidak pernah menceritakan masa lalunya. Tetapi, apakah hal itu penting untuk dibahas? Tetapi kan Giska terbuka tentang Gama dan masa launya.
Tetapi kenapa?
Kenapa Kievlan tidak?
Sementara Widura yang masih duduk di membelakangi Giska menghela napasnya, sudut bibir laki-laki itu kembali tertarik, meski ia tidak melihat ekspresi Giska, ia sudah tahu apa jawabannya.
"So, he never told you yet?"
"Pernah," sahut Giska kelewat cepat.
Widura berbalik, menghadap Giska.
"Terus kenapa lo jawabnya lama?" Widura menegaskan nadanya, dan hal
tersebut sontak membuat Giska menggaruk tengkuknya, terlihat risih.
"Gunanya jawab cepet apa?" Giska masih berusaha diplomatis.
"You seem was thinking."
"I'm not," elak Giska, tak kalah tegas. "Lagipula udah gak penting juga dibahas."
Widura memajukan tubuhnya, duduk berhadapan dengan Giska, dari tempatnya duduk, ia dapat melihat aura kecewa bercampur rasa cemas yang terpancar di mata gadis itu.
"Oh, ya?" Widura menarik satu alisnya. "Kalo gitu lo tau, dong siapa mantannya?"
Detik berikutnya, Widura tidak dapat menahan senyum kemenangannya saat melihat rahang Giska yang samar-samar mengeras.
TP ILL TRY MY BEST, (Lanjut ga nih wkwkwk, aku selalu nunggu komen kalian apapun itu! baik yg kritik atau apalah pokoknya komen kalian penting bgt buatku)
btw ada yang tau atau barangkali inget siapa mantan kipli?
WKWKWK ASLI SI GUE GA SABAR PENGEN PERTEMUKAN MEREKA SEMUA wkwkk atau paling nggak pengen gitu nulis part yang bener2 klimaksnya hehe
/ada yang love sosok ini? wkwkw, dia manly abis ga sih? wkwkw/
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top