3. Malam Biru

Sandy Sandoro - Malam Biru

"GOAL!!!!!" Suara cempreng Rajas menggema seisi ruangan. Lelaki yang duduk di atas karpet itu mengangkat joystick PS lalu menyikuti Tamam berulang kali.

"Enaknya diapain nih si behel?" Eja tiba-tiba bersuara, cowok itu mengeluarkan sebungkus mie dari lemari dapur.

Tamam langsung mendelik sinis ke Eja, memang dasar pengkhianat!

"Oh! Gue ada edi!" Seru Kievlan diikuti senyum iblisnya, tentu ia tidak pernah kehabisan cara untuk membully Tamam. (Edi: ide)

"Gue gak kalah, men. Gue ngalah."

Padahal, Permainan Winning Eleven ini Tamam lah yang mengusulkan, tetapi dia yang kini kalah. Laki-laki berbehel itu menyilangkan tangannya, masih gak mau ngaku kalah.

Peka terhadap kode yang Kievlan berikan, Rajas langsung merogoh sakunya mengambil benda ajaib, yakni lipstick milik kakaknya--- yang ia curi. Dengan bibir dipenuhi lipstick, Rajas tersenyum jahat ke arah Tamam.

Secepat kilat ia menangkupkan wajah Tamam. Sontak Tamam memberontak, saat bibirnya dipolesi lipstick, bahkan mengenai behelnya. "Tang! Bracket gue, anj-"

Romantis sekaligus menajiskan.

"Cocok deh kalian!"

"Komuk juga mendukung!"

"Bracket gue kena nih pasti!" Tamam menggosok bracket behelnya dengan ibu jari. "Sumpah lu ya, Tang!"

"Kan lo kalah?"

"Bukan kalah, tapi ngalah!" Masih juga si Tamam gak terima.

"Dih? Dia kalah gak nih, men?" Rajas mengibaskan kedua tangannya ke arah Eja dan Kievlan, seolah dia minta dukungan, tapi dua anak itu hanya menyumbang tawa di tempatnya.

Kievlan kembali duduk di sofa black metallicnya sambil menyesap kopi luwaknya. Bisa dibilang, malam ini cukup menyenangkan baginya lantaran ketiga sahabatnya menginap di apartemennya.

Setidaknya Kievlan tidak perlu menghabiskan malamnya di tempat hiburan malam. Karena, ia memang menyukai keramaian, dia merasa begitu hidup di tengah keramaian.

Sudah setahun lebih, dia hidup seperti ini. Sendirian. Kievlan tidak suka sepi, hening, atau apapun itulah tetek bengeknya.

Setiap kali Kievlan dirundung rasa sepi, muncullah sebuah rasa yang tidak mengenakkan itu. Rasa hampa itu. Hampa yang tidak bisa ia deskrispsikan secara detail, yang jelas sangatlah menyebalkan.

Kievlan mengambil ponselnya, dan membuka aplikasi LINE. Awalnya, dia ingin menghapus spam chat tidak jelas, tapi begitu melihat list chat, laki-laki itu langsung membuka kolom groupchat kelas.

Chat terakhir dari grup kelas itu berasal dari Ghazi. Namun, di atasnya dari perempuan yang belum menambahkan kontaknya. Kievlan meleletkan lidahnya, iseng.

Dia ingat persis ekspresi gadis itu saat ia jegal kakinya. Kievlan senang aja membuat Giska kaget dan kesal seperti tadi. Seperti hiburan tersendiri baginya. Tapi, bukan berarti Kievlan suka pada Giska. Sama sekali bukan.

Tapi dia melihat sisi lain Giska.

Terlebih, ketika mengingat pertemuan pertama mereka, Giska yang takut menyeberang dan tidak berani menyerobot antrean bakso. Hal itu membuat Kievlan sempat berpikir jika Giska itu tipikal anak culun yang kuper dan kaku, gitu.

Ah ternyata, tidak juga. Dia biasa saja. Dia bahkan berani membentak Kievlan, tentu hal itu cukup membuatnya impressed.

Alih-alih iseng, dia menambahkan kontak gadis itu. Diluar kesadarannya, kedua ujung bibirnya tertarik. Otak liarnya berpikir pasti Giska akan mencak-mencak pada layar ponselnya setelah tahu dirinya diadd oleh Kievlan.

Kievlan G: eh

Lagi-lagi jailnya kumat, dan diluar perkiraannya, perempuan itu membalas chatnya.

Geriska Cantika: apa

Kievlan G: eh

Geriska Cantika: apa sih

Kievlan G: kok gitu sih?

Geriska Cantika: lah?

Kievlan G: loh kok marah?

Geriska Cantika: dih? Siapa yg marah?

Kievlan G: jangan gitu sayang (read)

Kievlan G: orang gua nyanyi lagunya Indra Bekti yang Kok Gitu Sih (read)

Kievlan G: AHAHAHA UDAH GEER LU YA?

Dan lagi perempuan itu tidak membalas, bahkan status chat terakhir dari Kievlan tidak berganti read. Saking betenya sampai malas read, mungkin?

"Dih! Malah nyengir. Ngapa lu?"

Celetukan Rajas membuat Kievlan menoleh, tangan laki-laki itu merogoh keripik singkongnya dari toples di atas meja.

"Kepo," Kievlan berhenti mengunyah. Teringat sesuatu. "Eh, malem ini Juventus-Barca ya?"

"Yee halu. Malem ini Arsenal-Chelsea," koreksi Rajas. "Lusa baru Juventus-Barca."

Bingung ingin buka aplikasi apa lagi, Kievlan akhirnya membuka Instagramnya. Awalnya hanya ingin melihat-lihat feeds. Tiba-tiba otaknya langsung terpekur pada satu hal. Segera dia mengeklik logo pencarian dan mengetikkan sebuah nama.

"NAH! SIP!" Seru Kievlan saat menemukan akun sasarannya.

Seruan barusan membuat ketiga temannya menoleh, dan beradu pandang. Alih-alih kepo, mereka langsung menggerubungi Kievlan dan mengintipi ponsel cowok itu. Hanya Eja yang tidak berpindah dari tempatnya.

"Oh! Ngincer dia nih sekarang?" Rajas menonjok bahu Kievlan, diam-diam bersyukur juga sih mengetahui temannya mulai memikirkan perempuan.

"Kemaren bilangnya b aja," sahut Tamam. "Emang dasar si tai."

"Pasti si anak baru?" Tebak Eja dijawab tarikan kedua alis oleh Tamam.

252 likes

Geriskacantika no more hidden feelings

View all comments 15

"Comment dong, Pli!" Tamam menyikut Kievlan, bermaksud jahil sekaligus mengetest nyali Kievlan.

"Oke." Tanpa berpikir, Kievlan langsung menyanggupi ucapan Tamam.

KievlanGautama Subur! Saya tau nama kamu Kusnan, Kusnanu, Kung Pu, Subur alias Ki Ireng. SUBUR!!! LIAT MUKA SAYA!!! SAYA TIDAK TAKUT!! SAYA TAU DI BELAKANG KAMU SIAPA!!! DEMI TUHAN!!!

"Hahaha! Si tolol... si tolol..." Tamam menggeleng geli sambil tertawa. "Kelakuan sobat kencrotan lo caur banget, Ja!"

"Lu serius ngincer dia?" Tanya Rajas di sela tawa.

"Kaga, tai." Kievlan jadi ikutan ketawa. "Kenal aja cuma gitu doang."

"Oh, kalo kata playboy alay mah cinta butuh waktu." Tamam meluruskan kakinya, berselonjor di atas meja. "Eh, Pli, gue laper, nih." tambahnya.

"Ja," panggil Kievlan.

"Yot?"

"Masak mie jangan sebungkus doang, dong. Tujuh gitu kek, kan temen lo badak semua."

Eja mendengus, "Mager, ah. Bikin sendiri, napa."

Sembari menunggu air mendidih, Eja berjalan menuju kursi panjang dapur kembali chattingan dengab Aci. Hampir lima menit gebetannya itu belum ia kabari, Eja berpikir pasti Aci mencarinya.

Rajas yang juga tiba-tiba lapar malah menuju dapur dan membuka kulkas Kievlan. Ketahuilah sodara, kulkas Kievlan adalah definisi 'surga dunia'. Jangan ragukan isinya. Tak heran jika ketiga temannya selalu sejahtera bila menginap di sini.

Tapi ya itu, selalu saja mie instan yang menjadi pelabuhan terakhir mereka. Seenak apapun cheesecake atau pasta di kulkas, nyatanya masih kalah oleh pesona mie instan. Mie instan memang yang terbaik!

"Tang, lo ngapain?!" Kievlan berteriak. "Tang, kalo mau masak mie masakin gue sekalian."

"Gue juga, Tang." Tamam menambahkan.

Beberapa detik setelahnya, Rajas kembali bergabung di sofa dengan sebotol vodka digenggamannya. "Lu yang ada, Pli tuan rumah, masakin kita."

"Tau lo. Gimane sih?"

Kievlan menarik bawah sweaternya ke atas seraya mengusap perutnya membentuk pola lingkaran, layaknya ibu hamil. "Go food, kek, go food."

"Kelamaan, ege, keburu lebaran Cina."

"Anjir, kok gue makin laper ya?" Rajas kembali mengeluh.

"Ya makanya masak mie sana." Kievlan mengambil alih botol vodka dari tangan Rajas.

"Yaudah, gue yang masak." Jengah, Tamam akhirnya berdiri lantas berjalan menuju dapur.

Tamam tahu betul akal bulus kedua temannya itu. Sengaja, agar Tamam yang memasak. Karena jika Tamam tidak bergerak, keluhan 'laper' itu akan berlanjut hingga dini hari nanti.

"Masakin gue dua, Mam! Kalo perlu tiga!" Kievlan kembali berteriak, lalu menenggak vodkanya.

"Gue juga ye, Mam." Eja menyambung, bercanda.

"Sekalian aja jadiin gue koki pribadi lu pada, setan."

"Astagfirullah... kok gitu sih, Mam, ngomongnya?" Kievlan memasang ekspresi melas, membuat Tamam mencibir. "Lo kan mom-nya kita, Mam."

Tamam tak menjawab, tangan kirinya berkacak pinggang, sedangkan yang kanan menyalakan kompor. Nahas, benda itu tidak menyala, dia kembali mencoba. Sekali, dua kali, tiga kali. Namun, sayang. Benda itu tak kunjung menyala.

"Lah, anjing?!" Seru Tamam. "Kok tai dah?"

"Ngapa lagi si, Mamce? Kasar mulu ngomongnya, sampe kaget kita."

Tamam berjongkok, memastikan kondisi gas. "Gas lo abis, jamet!"

"YEILA." Seru Eja. Sedih sekali, baru saja ia mencelupi mienya sebelas detik yang lalu, kompornya malah mati.

"Yodah gue ke alfa dulu dah." Kievlan merogoh saku sweater Tommy Hilfiger-nya, mencari kunci mobil. "Btw, pada pengen ayam geprek gak? Yang di deket alfa itu, tuh?"

Sepanjang perjalanan menuju tempat bimbel adiknya, Giska yang duduk di jok belakang mobil hanya memainkan ponselnya. Setelah membalas chat ketiga temannya, dia membuka instagram.

Mata hazel Giska menyipit melihat notifikasi teratas. "Dih? Stress kali nih bocah?" Gumamnya begitu membaca komentar dari Kievlan.

Dan, sialnya komentar dari Kievlan disukai followersnya dan menuai kontroversi.

Perempuan berkaos kuning itu membalaskan komentar dari teman-temannya, kecuali Kievlan. Hanya komentar orang itu yang tidak dia balas. Malas sekali Giska berurusan dengan orang itu. Terlebih jika mengingat chat yang cowok tadi kirim.

Tidak. Giska tidak membenci Kievlan. Tapi dia kesal saja... kesal dan benci jelas beda kan?

"Sudah sampai Alfamidi, non." Suara pak Bahar--- sopir pribadinya, membuat Giska mengangkat matanya dari ponsel.

"Kok ke Alfa, Pak?"

"Iya. Ibu nyuruh saya turunin non di sini. Ntar saya jemput lagi."

Mama: Gis, tolong beliin mama minyak. Mereknya sanko yang bisa diminum itu. Jangan sampe salah loh ya.

/a c i/

/k i p l i/

/sop squad/

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top