25 (a). "Sebentar"
Part ini full momen Giska-Kievlan. dikit sih cuma 700an words. kuharap kalian suka yaa!^^
Vomment yaa untuk part ini. Aku mau tau respon kalian!^^
Francois Klark - Please Stay
"It's over."
Helaan napas super besar itu lolos dari bibir Giska. Kedua tangannya memeluk ukulele berstiker ombak laut, ia meletakkan ukulelenya di kaki ranjang, setidaknya ia perlu merasa lega atas berakhirnya drama di masa lalunya.
Perempuan berkaos putih itu merebahkan tubuhnya di tengah-tengah kasur, merentangkan kedua tangannya sebelum akhirnya ia memutar lagu Pelangi milik Jamrud. Namun lagi-lagi ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
Ah, ini bukan persoalan yang drama. Tetapi seperti ada sesuatu yang janggal...
Tapi apa?
Tatapan Giska tertuju pada langit-langit putih di atasnya, Tiba-tiba ia teringat kejadian di lorong loker tadi pagi. Saat Kievlan membantunya membawa gitar. Kemudian itu dibawa oleh Kievlan saat istirahat.
"AH!" serunya, refleks. "Gitar gue!"
Perempuan itu langsung duduk, dan mengeluarkan ponselnya, mencoba menelepon Kievlan.
"Kievlan mah recet, dah!"
Giska menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga, sambil berjalan mondar-mandir kamarnya. Panggilan tersambung, namun selalu berakhir di kotak suara.
"Kiev, ayo, dong angkat!"
Giska kembali mondar-mandir gelisah di kamarnya sambil terus menghubungi Kievlan. Panggilannya tak kunjung dijawab oleh laki-laki itu, akhirnya ia putuskan menge-chat Tamam.
Geriska Cantika: Mam? Lagi sama Kievlan ga?
MHK Tamam: nggak. kenapa, Gis?
Geriska Cantika: gitar gue di dia
MHK Tamam: oh kalo gak salah dia masukin mobil dah tadi, pas di warning ga dia keluarin si
Dan, Giska menghubungi Rajas dan Eja, nyatanya jawaban mereka juga sama; tidak. Kemudian gadis itu beralih ke grup chat kelas, nyatanya nihil. Tidak ada satupun yang bersama Kievlan.
Tentu Giska tidak mau menyerah begitu saja. Itu gitar akustik yang baru dibelinya. Pokoknya dia harus menemui Kievlan dan mengambil gitarnya. Kievlan memang jahilnya keterlaluan, sih. Giska kan jadi ribet kalau begini.
"Halo, Gis?"
"Iya, Mam. Kenapa?" Giska Giska menjepit ponselnya di bahu kanan.
"Kipli kayaknya di apartemennya, dah. Soalnya dia gue hubungin daritadi susah banget, terus dia gak read group chat, gue rasa dia lagi di apartemennya."
"Yah! Terus gitar gue gimana?"
"Lo samperin aja ke apartemennya, ada pasti."
"Yaudah, share loc sama nomor apartemennya ya. Gue kesana sekarang." Giska memindahkan ponselnya seraya menegakkan kepalanya.
"Oke oke."
"Oke, kalo gitu makasih, ya, Mam."
"Yoo, sama-sama..."
Setelah memastikan jika tujuannya benar, ia mendongak menatap pintu apartemen berukuran besar berwarna putih dengan biru navy. Giska menekan bel dan menunggu. Tapi pada bel ketiga yang ia tekan, Kievlan tak jua keluar.
Pintu yang agak terbuka membuat Giska ragu masuk ke dalam. Giska kemudian beralih menelpon Kievlan. Berharap jika panggilannya dijawab, nyatanya sebaliknya.
Antara panik dan setengah gugup, ragu-ragu tangan Giska meraih handle dan terkejut mendapati pintu tidak terkunci. Mata Giska langsung tertuju pada tas gitar yang tergeletak di atas meja ruang tengah. Pandangannya lalu tertuju pada tubuh yang terbaring di sofa black mettalic.
Maka dihampirinya sosok itu, bermaksud mendekati kepala Kievlan. Kemudian ia duduk di sisi sofa sebelum akhirnya memutuskan menunggu Kievlan bangun.
Tatapan Giska menyapu sekeliling. Anehnya, tidak ada satupun foto keluarga di sini.
Masa iya dia tinggal sendirian di sini?
Suara rintihan pelan memicu Giska menoleh. Ia baru menyadari jika rambut Kievlan basah, dipenuhi keringat. Gerakan tubuh laki-laki itu juga gelisah, kepalanya bergoyang ke kanan-kiri.
Hal ini mendorong tangan Giska menyibak beberapa helai rambut Kievlan yang menutupi kening, kontan ia terperangah karena tak sengaja menyentuh kening Kievlan yang ternyata panas.
"Kiev?" Lirihnya, panik. "Lo sakit?"
Gadis itu mendekatkan tubuhnya ke Kievlan. Sementara kepala Kievlan semakin bergerak gelisah. Seolah adayang buruk tengah mengganggu tidurnya.
Giska menelan ludah, masih belum mengerti keadaan Kievlan, merasa tidak nyaman dalam waktu singkat dan tiba-tiba saja jantungnya berdegup cepat sekali, ia merasa khawatir.
Maka, disentuhnya bahu Kievlan, mencoba membangunkan laki-laki itu. Tapi kepala Kievlan bergerak dari satu sisi dan ke sisi yang lain, Seolah ada hantu di mimpinya, membuat ia merasa tidak nyaman dan gelisah.
Rasa panas di seluruh tubuh Kievlan juga semakin membuat Giska panik, lalu ia memberanikan diri menyentuh sisi wajah Kievlan. Ajaibnya, sentuhan kecilnya membuat kedua mata Kievlan terbuka. Menatapnya dengan sorot panik.
Kievlan diam.
Giska diam.
Pandangan mereka masih beradu.
Saat Giska hendak mengangkat tangannya, Kievlan lebih dulu bangun dan menariknya ke dalam pelukan, rasa panas menguasai tubuhnya.
Gadis itu terkejut sekaligus bingung dipeluk tiba-tiba begini, namun bibirnya terlalu kaku untuk dibuka, isi kepalanya juga mendadak buyar seperti baru bangun tidur.
Giska menarik napas dalam-dalam saat kepalanya berada di bahu Kievlan, ia dapat merasakan debaran jantungnya dan Kievlan seirama.
"Kiev? Lo kenapa?"
KIevlan tidak menjawab, deru napasnya bersahut-sahutan dengan gadis di pelukannya. Mendadak rasa gelisah yang menghantuinya selama setahun belakangan ini lenyap oleh rasa hangat yang menjalari jiwa dan raganya.
"S--sebentar---" Hanya itu yang keluar dari mulut Kievlan.
Butuh waktu enam detik bagi Giska untuk membalas pelukan itu.
SEGINI DULU OKE WKWKKWKW INI GUE NAMAIN 25(a) SENGAJA NEXT CHAP 25(b)
Kira2 Kievlan kenapa ya bisa gitu? wkwkkw:(((
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top