18. Minggu Pagi
This part full Giska-Kievlan wkwkw. Jangan lupa vote ya❤
Chris Brown - With You
Minggu pagi. Pukul 08:18.
Hal yang Giska lakukan hanya memetikkan gitar di pangkuannya, dengan kedua telinga disumpal headset. Tatapannya tertuju pada lemari bercermin di depannya.
Mendengar lagu Can't Take My Eyes Off of You tiba-tiba berputar, posisi duduk Giska seketika menegang. Tiba-tiba saja adegan Kievlan menyanyi di depan kelas terlintas di benaknya.
Sejak kejadian itu Giska selalu merasa canggung setiap bertemu dengan Kievlan di sekolah. Ada keinginan untuk menghindar daripada harus bertatap langsung dengan laki-laki itu.
Ah, konyol.
"Don't be stupid, okay?"
Berusaha menetralkan pikiran, Giska menghembuskan napasnya lantas melepas headsetnya. Kembali ia memetikkan senar gitarnya dan menyanyikan lagu lain agar pikirannya tidak lagi teringat pada momen yang membuat jantungnya berdegup tak karuan.
Giska berhenti memetik gitar ketika pintu kamarnya diketuk dua kali. Pasti Gita. Hanya adiknya yang punya kebiasaan itu; orangtuanya selalu menerobos masuk kamar Giska tanpa merasa perlu mengetuk dulu.
"Kak, tadi ada yang nelepon." ujar anak perempuan berambut bob, dengan cheeseburger digenggamannya.
"Siapa?" Giska menoleh dan meletakkan gitarnya di lantai. Bisa dirasakan jantung Giska langsung berdegup cepat. Padahal dia belum tau siapa yang mencarinya.
"Katanya Ghazi."
Kini, degupan jantung Giska normal kembali. "Dia nelepon ke rumah?" ujarnya, dijawab anggukan oleh Gita. "Dia bilang apa?"
"Katanya bales LINE." Gita yang tadinya hendak menutup pintu, langsung membuka kenopnya lebar-lebar. "Oh," Gita menjeda sesaat. "Ada yang nyariin juga tuh, kak di bawah. Baru dateng."
"Siapa?" Anika kali ya? Atau Aci?
"Gak tau. Alay banget, masa." Gita terkekeh. "Tapi baik, sih dia bawain Gita cheeseburger."
"Alay?" Giska mengernyit, bingung. "Kamu gak nanya nama dia siapa?"
"Nggak," kata Gita. "Abisnya pake softlens biru gitu, masa. Idih!"
"Kievlan?!" Giska terlonjak kaget. Sontak ia berdiri dengan degupan jantung yang menggila. Rasanya Giska ingin tenggelam di rawa-rawa sekarang.
"Gita gak tau namanya siapa, katanya buruan turun," ujar Gita, masih menggenggam kenop pintu. "Oh ya, tadi mama papa bilang pulang malem. Mereka lagi ke Garut."
Setelah pintu kamarnya tertutup, Giska langsung menyambar ponselnya, menelepon Kievlan dengan debaran jantung yang abnormal. Dan sialnya, panggilan tersebut tak kunjung dijawab oleh laki-laki itu.
"Anjir, dah nih anak. Gak diangkat-angkat!" Giska jadi mendumel sendiri.
Geriska Cantika: p
Geriska Cantika: p
Geriska Cantika: p
Geriska Cantika: p
Geriska Cantika: p
Geriska Cantika: p
Kievlan G: berisik
Geriska Cantika: KOK GA DIANGKAT?!
Kievlan G: apaan
Geriska Cantika: Lo ngapain ke rumah gue, gila?!
Kievlan G: maen
"Maen?!" Serunya, diluar kendali.
Geriska Cantika: ASTAGA. GUE BELOM MANDI
Kievlan G: terus biar apa ngadu ke gua? Biar gua mandiin?
Geriska Cantika: IH!
Kievlan G: Buru turun jawir!
Geriska Cantika: KENAPA GA BILANG DULU SI?!
Kievlan G: wkwkwk
Kievlan G: gc napa gua bawain BK nih ntar digondol kucing bodo si
Hampir tiga menit sudah Giska mematung berdiri menatap laki-laki berjaket baseball maroon tengah duduk anteng di sofa ruang tamu.
"Kenapa malah lu yang kayak tamu?" Kievlan menatap perempuan berkaos Hotline Bling 1800 biru di hadapannya. "Sini, dong duduk sama papa, Kikah." Lanjutnya, sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya. Tentu dengan senyum jahilnya.
"Apaan si, Kiev!"
"Apaan si, Kiev!" Kievlan mengolok ucapan Giska. "Nih." Lanjutnya sambil menyodorkan plastik berlabel Burger King ke Giska.
"Ini apa?" tanya Giska, belum menerima sodoran Kievlan.
"Budi." Kievlan memutar matanya. "Ya, burger, lah."
"Ya, gue tau itu burger." Giska ikut memutar matanya, lantas menerima sodorannya. "Maksudnya isinya apa? Beef atau chicken?" lanjutnya, seraya duduk di ujung sofa.
"Udah, sih. Makan aja, ngomong mulu lu kayak tukang obat."
Tadinya Giska ingin membalas cibiran Kievlan, namun kalau dipikir-pikir Kievlan punya iktikad baik juga, sih datang ke rumahnya membawa makanan. Apalagi ia juga membelikan adiknya. Ya sudah lah...
"Mari makan," kata Kievlan, membuyarkan lamunan Giska.
"Makasih," kata Giska. "Kebetulan Mbak Ipah belom dateng."
"Mbak Ipah?" Kievlan mengubah posisi duduknya menghadap Giska. Tumit kanannya ditumpukan di atas paha kirinya.
"Mbak di rumah gue."
"Kok gak tinggal di sini?"
"Rumahnya di gang belakang. Jadi pulang-pergi gitu." Giska membuka bungkus burgernya. "Kerjanya dari jam 10 sampe sore."
Kievlan manggut-manggut, bibirnya membentuk huruf O. Meski berjauhan, posisi duduk keduanya berhadapan. Kedua kaki yang perempuan bersila di atas sofa, sementara yang laki-laki masih menumpukan tumitnya pada paha.
"Sumpah ya Kiev dalam rangka apaan deh lo mendadak ke rumah gue gini?" tentu Giska masih heran, karena sejak dulu ia jarang akrab dengan laki-laki.
"Gak ada rangkanya," kata Kievlan."Gue bosen aja ke rumah temen-temen gue. Sekali-kali lah gue ngapelin cewek."
Nyaris saja Giska tersedak. Nah ini, Giska tidak mengerti kenapa laki-laki yang duduk di ujung itu selalu spontan dalam berucap. Entah memang kepribadiannya yang ceroboh atau memang dia tidak mengerti.
"Lagian kok nggak main sama Anika?"
Kievlan berhenti mengunyah, dan menurunkan kakinya. "Emang kenapa, dah? Lu gak suka gue datengin ya?"
Sontak, burger yang baru Giska lahap mengganjal di ujung tenggorokan dan gadis itu buru-buru menelan makanannya. Sesungguhnya bukan begitu maksud Giska. Apakah laki-laki ini tersinggung dengan ucapannya?
Kievlan yang duduk berjauhan dengannya hanya menyaksikan sambil melahap burger dengan santai. Perempuan itu kemudian beranjak, mengambil segelas mineral kemasan yang di kardus bawah meja ruang tamu.
"Ya nggak gitu. Heran aja gue," jelas Giska. "Nih, minumnya." Tambahnya seraya meletakan mineral itu di atas meja.
"Males gue kalo di rumah Anika, banyak kucingnya."
"Lo gak suka kucing?" Giska melihat Kievlan menggeleng. "Why? They're cute."
Bukannya menjawab, Kievlan malah memanggilnya. "Wir," Giska menoleh. "Free gak hari ini?"
"Kenapa emang?"
"Main yuk," kata Kievlan. "Gue gabut, nih."
"Kemana?"
"Udah abisin aja dulu. Ntar omonginnya."
"Awas loh aneh-aneh." Giska mengigit setengah burgernya, tidak lagi melahapnya utuh-utuh seperti tadi.
"Heh, gak ada minum lain apa ya? Seret, nih gue."
Dasar banyak mau!
Giska balik bertanya. "Lo mau minum apa?"
"Yang simpel aja," kata Kievlan, nyengir. "Sirop melon pake es yang banyak, terus air dingin dispenser."
Gerimis.
Giska menatap buliran air yang turun di kaca seperti titik-titik kecil. Ia menempelkan telunjuknya ke kaca mobil, merasakan sensasi dingin dari rintik-rintik kecil yang membasahi jendela.
"Wir,"
Tidak ada sahutan dari yang perempuan.
"Wir."
Gadis itu masih bergeming.
"Lo ngeliatin sisa air hujan di jendela biar kayak lagi syuting video klip ya?"
Sontak gadis itu tertawa. Hampir saja Giska menoleh. Gadis itu langsung menegangkan kepalanya, dan menghentikan tawanya.
"Dih, budek beneran amin."
Akhirnya Giska menoleh, tawanya sudah hilang. "Nama gue Giska. Bukan Jawir."
"Ya karna lo tinggal di pulau Jawa makanya gue panggil Jawir!" Seru Kievlan. "Kalo lo tinggal di Sumatera gue manggil lo Sum, dong!" Lanjutnya, dengan nada ala orang leyeh-leyeh di pantai.
Sepertinya menuruti ajakan Kievlan hal yang kurang tepat. Kievlan terlalu nyebelin. Mulai dari ekspresi wajahnya, gesture tubuhnya, hingga nada bicaranya. Semuanya serba tengil!
Giska tidak menyahuti laki-laki itu.
"Carpool ala-ala yok!"
"Lo sadar gak sih kalo lo itu apa banget?"
"Masa sih? Apa banget gimana?"
Merasa lebih waras, Giska menarik napasnya dan membuka layar kunci ponselnya.
"Heh, malah diem ditanyain." Kievlan menyikut pelan lengan Giska.
"Diem deh!"
"Aw kesel..." Senyum jahil Kievlan mengembang. Tangannya bergerak menyalakan tape radio. Terdengar One Last Time milik Ariana Grande memenuhi speaker mobil. Saat lagu memasuki reff, Giska mulai menggumamkan lirik lagu.
"One last time I need to be the one who takes you hope. One more time I---"
Tepat saat Giska mulai meninggikan suaranya, tangan Kievlan kembali bergerak, mengganti ke saluran radio lain.
"Menusuk hingga ke dalam sukma dan menjadi tumpuan rindu cinta bersama di sore itu menuju---"
Mendengar Giska mulai bernyanyi, Kievlan mengganti lagi saluran radio. Hal ini, memicu Giska menoleh. Tentu ia agak tersinggung, dan sakit hati. Seolah-olah suaranya jelek sekali...
Enggan baper, Giska memasukkan ponselnya ke saku celana sebelum menyelipkan rambutnya dibalik daun telinga. Di saluran radio lain memutar lagu Dan - Sheila On 7 menuju bait terakhir, Giska langsung bernyanyi lagi.
"Caci maki saja diriku bila itu bisa membuatmu kembali bersinar dan berpijar seperti---"
Kievlan mengganti saluran lagi.
"Kenapa diganti, sih?!" seru Giska, refleks. "Ya. Gue tau ini mobil lo. Tapi lo selalu ganti setiap gue baru nyanyi!" lanjutnya, tanpa menurunkan volume suaranya.
"Oh? Lo nyanyi?" Kievlan menoleh sekilas. "Yaudah-yaudah." Tangan laki-laki itu bergerak mematikan tape. "Tapenya gue matiin biar lo aja yang nyanyi."
Giska menoleh, melihat wajah Kievlan yang anteng menyetir. Benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran laki-laki ini. Astagfirullah hal adzim....
"Ya buru nyanyi. Kan waktu di kelas gue nyanyiin lo. Sekarang gantian." Kievlan kembali bersuara. "Lo yang nyanyiin gue."
"Astaga kita ke mall, Kiev?"
Melihat plang gedung mall ternama di depannya, Giska meringis, meratapi pakaiannya yang sangat kontras dengan mall shopisticated di depannya. Lihat saja; kaos oblong, ripped jeans belel, dan sandal jepit FILA hitam. Giska merasa seperti gembel yang kesasar...
Kievlan menoleh. "Terus lu maunya gue ajak kemana? Taman Safari? Dufan? Ragunan?"
"Ya paling nggak gue gak gembel-gembel amat gitu, kek."
Tepat saat mobilnya memasuki koridor parkiran basement, Kievlan menarik persnelingnya, dan memarkirkannya di lahan kosong. Tangan kirinya terulur membuka dashboard sehingga lengannya dan Giska sempat bersentuhan.
"Pake jaket gue aja di dashboard. Ada dua pilih, dah mau yang mana," kata Kievlan. Ia terdiam sejenak. "Eh, eh, jangan yang ijo, deng. Itu belom gue laundry sebulan." Tambahnya.
"Ya masa yang ini?" Giska melebarkan sweater maroon ke arah Kievlan. "Gede banget?"
"Recet dah, pake aja si. Badan lu juga kan gak kecil-kecil amat, Wir."
"Ih! Jaket lo merah. Sweater ini merah. Kok jadi kayak couplean, sih?"
"Ya emang kenapa, sih?" Kievlan menoleh. "Lo gak mau jadi couple gue?" Tambahnya kalem.
Anjir, dah nih anak. Rahangnya kebangetan enteng apa gimana, si?
Melihat mimik wajah Giska yang berubah kaku, Kievlan tergelak. "Lah gue gak lagi nembak lo," kata Kievlan dengan sisa tawa. "Gak usah salting gitu, dong, Wir."
Gimana part ini? HEHEHE
/gis x kiev/
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top