Insecure (Part 2)

Oh. Sungguh empuk dan hangat.

Dinar bisa merasakan gesekan halus bagai sensasi listrik statis di sela-sela jemari dan pipi. Ingin rasanya ia berbaring seperti ini selamanya, tetapi kemudian seseorang menyentil daun telinganya. Ia merasakan telapak tangan yang dingin menyusuri pelipisnya, lalu menyingkap sebagian rambut yang jatuh di wajahnya saat orang itu berbisik kepadanya.

"Bangunlah, Pemalas, atau aku akan menyuruh hewan aneh ini menciummu."

Dinar pun terlonjak bangun mendengar ancaman tidak biasa itu dan merasa disorientasi sesaat ketika matanya terbuka. Ini bukan kamarnya, di mana-mana tampak bukit gersang berbatu cadas. Ini juga bukan di ranjangnya. Ia sekarang berada di atas punggung seekor makhluk bersurai lebat, perpaduan antara hewan berkepala kuda dengan tubuh dan tungkai kucing besar bertutul, sementara orang yang berbicara padanya tadi duduk di belakang. Sebelah lengan orang itu memeluk pinggang Dinar, sedangkan lengan lain memegang tali kekang. Dinar menoleh melewati bahu demi mencari tahu siapa orang itu.

Luz.

Ah, tidak persis. Orang itu memang terlihat seperti Luz, tetapi telah menjelma menjadi sosok lain. Penampilan kesatria itu sungguh berbeda sekarang. Ia mengenakan setelan dan mantel kulit berwarna jahe. Tampak sebuah diadem berpola sulur melekat erat melingkari kepala dengan mahkota berwarna senada. Dia? Dinar mengenali orang ini meski hanya ada dalam imajinasi pribadinya.

"Pangeran Torri?" desis Dinar takjub.

"Jadi, itukah namaku sekarang?" Luz seolah berpikir mencoba mengingat. Dinar pun mengangguk penuh semangat.

"Tidak mungkin salah," jawab gadis itu yakin. "Pangeran Torri, Torreno, dia adalah tokoh favoritku."

"Siapa dia?"

"Kekasih Anne, si Gadis Naga yang terkena kutukan dan harus mengembara selama seratus tahun sebelum mereka bertemu." Dinar berbicara dengan kecepatan mengagumkan.

"Bagaimana akhir kisah mereka?" tanya Luz lagi penuh rasa ingin tahu.

"Itu rahasia. Pada akhirnya, Pangeran Torri harus memilih antara si Gadis Naga atau menyelamatkan kerajaannya."

Luz menebak. "Lalu, dia membunuh gadis itu?"

"Tentu saja tidak! Kenapa kamu berpikir begitu?" protes Dinar sengit.

"Kalau aku jadi dia, aku akan membunuh gadis itu untuk menyelamatkan kerajaanku."

"Kamu kejam sekali!" amuk Dinar. Namun, Luz tidak paham mengapa gadis di depan murka akibat komentarnya.

"Hei ...." Luz berbisik di telinga Dinar yang langsung terkesiap. "Apa kisah ini ditulis oleh seseorang yang tidak terkenal?"

"Aku sendiri yang mengarangnya."

"Apa?"

"Judulnya 'Puer Draco'. Bagus, bukan?"

Astaganaga! Nyaris saja Luz termakan semua omong kosong yang diciptakan oleh Dinar.

"Yah, premis cerita yang absurd," desah Luz sambil menahan rasa geli. Ia bisa membaca pikiran Dinar yang kemudian berusaha mati-matian mengendalikan rasa malu.

"He, tidak perlu malu, setiap orang biasa melakukan kesalahan," bisik Luz pelan.

"Aku tidak keliru! Memang sengaja kutulis begitu!" omel Dinar tidak mau kalah. "Tingkat imajinasi dan romantismemu saja yang payah."

Puas rasanya hati Dinar saat Luz tidak bisa membalas komentar tadi. Ia rela menghabiskan waktu sepanjang hari untuk berdebat kusir dengan kesatria ini jika memang harus! Dinar sungguh fanatik dengan karakter ciptaannya.

"Kata-katamu sungguh tajam. Apa kau membenciku, Nona Hebat?" Namun, Luz justru menggoda Dinar dengan sarkasme yang tak kalah tajam.

Tentu saja tidak. Dinar membatin. Berseberangan seperti apa pun pemikiran mereka, ia tidak mungkin bisa membenci kesatria dengan wajah seelok lukisan itu. Lagi pula, apa yang bisa ia benci dari Luz selain kemampuan kesatria itu yang selalu membuat hati Dinar dokidoki-berdebartidak keruan?

"Luz, kenapa kamu jadi Pangeran Torri?" Dinar mengalihkan pembicaraan sebagai upaya meminta maaf.

"Kau tidak paham kita sedang berada di mana?"

"Mimpiku?" tebak Dinar membelalak tidak percaya. Dinar memutar leher lebih jauh ke belakang mencari jawaban, tetapi kesatria itu hanya mengangkat alis menggoda. Astaga, Dinar masih belum kebal terhadap pesona kesatria ini dan segera berbalik ke depan dengan perasaan jengah.

"Tapi, kenapa kamu bisa ada dalam mimpiku?" tanya Dinar heran walau sebenarnya ia senang bisa berjumpa lagi dengan sang kesatria. Diam-diam, Luz tertawa sinis membaca pikiran gadis itu.

"Aku tertarik pada mimpimu yang penuh aura kegelapan."

Alasan Luz mungkin terdengar dibuat-buat, tetapi kesatria itu tidak akan bilang pada Dinar bahwa ia sengaja menjelajah mimpi hanya untuk menemukan dan menunggu portal mimpi Dinar menjadi aktif. Sayangnya, jawaban tadi justru membuat Dinar semakin heran.

"Kamu bicara apa. sih? Semua mimpiku adalah kisah fantasi romantis dan tidak ada bagian kegelapan!" protes Dinar tidak setuju karena Luz seakan bicara ngawur.

"Lalu, bisakah kau jelaskan makhluk apa yang berputar-putar di atas kita sejak tadi?"

Dinar mendongak mengikuti arah telunjuk Luz dan ia lantas terperanjat. Di atas sana, sesosok makhluk mengerikan sedang terbang meliuk-liuk dengan lincah. Dinar tidak ingat kalau ia pernah me-reka makhluk fantasi semacam itu .... Seekor monster bertubuh panjang mirip ular penuh sisik bergaris tegas. Di sisi badannya ada sepayang sayap mengembang bersirip tajam dan kepalanya pipih lancip dengan kait seperti cacing. Penampilan monster itu sungguh menjijikkan sehingga Dinar refleks membenamkan kepala berikut punggungnya ke dada Luz karena takut.

"Luz ..., kamukah yang menciptakan makhluk itu?"

"Kupikir, kau yang melakukannya."

"Tidak mungkin! Aku benci reptil, apalagi yang tidak bertungkai. Bukankah itu lebih cocok dengan seleramu daripada aku? Kamu suka hal-hal mengerikan, bukan?"

"Seperti Ikram, misalnya?"

"Luz!" Dinar mengentak kaki kesal tanpa sadar. Alhasil, tunggangan mereka mendengus seraya mengangkat kaki depan tinggi-tinggi, sehingga tidak ayal kedua penunggang itu terlempar keras ke tanah. Beruntung, Luz dengan sigap memeluk tubuh Dinar sehingga gadis itu mendarat dengan aman di atasnya.

"Apa kamu sengaja melakukan itu?" Dinar langsung bangkit dan melepaskan diri dari Luz dengan gusar. Mereka tidak peduli lagi dengan tunggangan yang kabur begitu saja meninggalkan para penumpangnya di tengah gurun pasir berbukit cadas.

"Apa?" Luz bertanya tidak mengerti. Beragam pikiran berkelebat cepat di benak gadis itu sehingga Luz tidak bisa membaca dengan jelas. Oh, inilah saat di mana perempuan paling susah dipahami.

"Bisa-bisanya kamu membiarkan kita terjatuh begitu saja!"

Luz mencoba memahami Dinar yang sedang tantrum tidak keruan. Ia tidak mengerti kenapa gadis itu harus marah. Ia pikir, mereka masih membicarakan soal makhluk misterius yang muncul di langit, tetapi ternyata Dinar malah membahas soal insiden kecelakaan barusan. Ia bahkan belum menerima ucapan terima kasih karena telah menolong gadis itu.

"Tenanglah." Luz menggenggam kedua lengan Dinar dengan kuat untuk menghentikan semua kegilaan ini. Mulut Dinar terbuka siap memuntahkan kekesalan lagi, tetapi satu jari telunjuk Luz dengan tangkas menutup bibir gadis itu.

"Berhentilah bersikap demikian, tidak akan terjadi apa-apa—"

Tepat saat Luz berucap begitu, terdengar desingan keras dari langit. Makhluk yang sedang dibicarakan, meluncur ke arah mereka dengan mulut lancip terbuka lebar memperlihatkan gugusan kait tajam. Bunyi tadi ternyata berasal dari kecepatannya dan menelan pekikan ngeri yang keluar dari mulut Dinar.

Sial. Luz mengeluarkan senjata yang ia miliki; hanya ada sebilah belati lengkung milik sang pangeran dan ia tidak punya cukup waktu untuk pilih-pilih. Luz berlari ke bukit terdekat untuk mencapai jarak yang tepat, lalu melompat tinggi melawan gravitasi, meluncur ke arah makhluk tersebut. Ia mendarat dan menancapkan belati dengan tepat di antara kedua mata sang monster yang hanya berupa segaris cekungan. Makhluk ini sepertinya buta hingga membuatnya tampak lebih menjijikkan.

Serangan Luz berhasil menembus kulit monster itu, tetapi tidak cukup untuk mengalihkan perhatian. Meskipun buta, sang monster fokus menyerang ke arah yang sama ..., gadis itu. Ya, gadis itulah targetnya dan monster ini bukanlah lawan yang seimbang untuk Pangeran Torri, pikir Luz. Bukan pertarungan yang adil. Ia bisa melihat dengan jelas ekspresi ketakutan Dinar di bawah sana, tak berkutik menghadaping monster yang sedang melaju ke arahnya.

Jam waktu Dinar seakan berhenti. Ia kemudian hanya bisa melihat seberkas cahaya memelesat masuk ke dalam mulut monster yang terbuka, lalu tiba-tiba saja makhluk itu jatuh menggelepar. Daratan yang ia pijak berguncang melontarkan serpihan-serpihan batu yang sebagian menghantam wajah dan tubuh. Dinar terlempar tanpa ampun akibat tabrakan keras yang tercipta. Dengan tatapan nanar, Dinar dapat melihat monster itu meliuk-liuk sekarat sebelum akhirnya terkapar tewas. Ia tidak mengerti apa yang barusan terjadi karena peristiwa tadi berlangsung sangat cepat.

"Princess ...."

Di tengah kesadaran yang nyaris hilang akibat pendaratan menyakitkan, Dinar ragu apakah panggilan itu ditujukan untuk dirinya.

"My Princess ...."

Samar-samar, wajah Pangeran Torri yang berlumuran darah muncul di hadapannya. Sosok itu kelihatan begitu cemas saat menemukan dirinya dalam keadaan tidak berdaya.

Baiklah, ini tidak terjadi persis seperti dalam fantasi Dinar. Makhluk tadi seharusnya tidak menyerangnya. Kemudian, rasa sakit ini .... Oh, kenapa terasa sungguh nyata? Seharusnya, Luz bisa melindungi dia agar tidak terluka. Meskipun demikian, Luz telah berhasil menyelamatkannya, bukan?

"Jangan bodoh. Kau berharap aku membunuh seekor monster tingkat tinggi hanya dengan sebuah belati? Tampaknya Pangeran Torrimu tidak punya apa-apa selain wajah tampan. Dan, jangan lupa, ini adalah wajahku."

Ingin rasanya Dinar memaki dalam hati, tetapi ini adalah Luz, seorang kesatria yang sangat berharga baginya. Luz boleh melakukan apa saja yang ia suka mulai sekarang dan Dinar tidak akan pernah marah lagi kepada Si Tampan ini. Tindakan heroik Luz barusan telah membuat jiwa bucin Dinar bangkit dan berontak.

"Berhentilah berpikir yang bukan-bukan. Kita obati dulu luka-lukamu." Luz menyela pikiran gadis itu. Sang kesatria kemudian mengangkat tubuh Dinar dalam gendongan.

Oh, harusnya ini adalah bagian Pangeran Torri menciumku, Dinar mengeluh sebelum ia benar-benar kehilangan kesadaran.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top