Prologue: No Choice

Prologue

Olivia Maiara's POV

Udara lembab menyelimuti tubuhku, namun tak menghalangi sinar matahari untuk sedikit menghangatkan tubuhku. Aku mengintip sasaranku dari balik pohon. Ia tak jauh dariku, setidaknya panahku masih bisa menjangkaunya.

Pepohonan hutan sangat sempurna bagiku untuk bersembunyi di baliknya. Tapi di sini sangat diam dan tenang, membuatku harus berhati-hari agar tak menimbulkan suara yang tak disengaja.

Aku mengambil anak panah dari tempat yang menggantung di punggungku, lalu mengaitkannya di busur yang kupegang dengan perlahan. Berusaha untuk tidak mengeluarkan suara agar ia tak kabur dariku.

Aku memastikan ujung panahku membidik sasaranku, tanganku sudah menarik tali busur hingga menegang di ujung jariku. Setelah menahan nafas, aku melepaskan jariku dari tali busur. Membiarkan anak panah itu melesat di udara menuju targetku.

Klak.

Ujung panah yang tajam itu menusuk bagian samping tubuhnya. Ia jatuh seketika di atas tanah. Aku terdiam beberapa saat, menunggu ia sepenuhnya mati lalu berjalan mendekatinya.

Maafkan aku, rusa. Batinku lalu mencabut panah yang mengenai bagian tubuhnya.

Tapi aku perlu makan hari ini.

Sekarang makanan yang berenergi sulit didapat disini. Atau mungkin saja aku yang sudah tinggal berkelana terlalu lama. Aku hanya tak tahu kapan aku akan kembali. Terkadang aku lupa bahwa aku masih bertanggung jawab di kerajaan Sapphire.

Tapi hidup bebas dari tanggung jawab itu yang kuperlukan saat ini. Untuk memikirkan sementara apa yang aku harus lakukan untuk saat ini. Melatih mental dan fisikku agar kuat. Aku tak mau lemah seperti dulu.

Menjadi lemah dan yang pernah merasakan penderitaan membuatku tak ingin kembali ke sana sampai aku kuat menghadapinya. Sekarang sudah dua tahun berlalu. Aku tak tahu apakah aku semakin bertambah kuat atau yang sebaliknya.

Pernah aku berharap jika aku terlahir di keluarga sederhana dan bukan terlahir dengan darah raja, mungkin hidupku tak akan rumit seperti sekarang.

Menyedihkan memang kalau aku pernah berharap seperti itu.

Tapi coba bayangkan, hidup di rumah sederhana kecil namun hangat di musim dingin. Duduk di dekat perapian dengan cokelat hangat di tangan, tak memikirkan tentang keselamatan rakyat. Tak terbebani dengan kertas-kertas kerja yang menumpuk. Hanya aku, ayahku, dan ibuku. Berbagi cerita di meja makan kecil dengan sup hangat di atas meja.

Mungkin jika aku terlahir di keluarga itu, apakah ayahku akan mengajari aku bagaimana cara memburu makanan? Atau ibuku akan mengajari cara memetik sayuran dengan benar?

Atau mungkin saja aku hanya berbaring di atas kasur dengan mengelus kucing yang sejak dulu ingin kuperlihara seraya menunggu makan malam siap?

Aku tak tahu.

Karena aku tak pernah ditakdirkan untuk terlahir di keluarga itu.

Mungkin aku terlalu berharap untuk memiliki keluarga seperti itu.

Tapi jika aku diberi pilihan, aku hanya menginginkan ayah dan ibuku berada di sini.

Entah aku terlahir dengan darah bangsawan atau tidak.

Tapi aku sadar... bahwa aku tak punya pilihan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top