Chapter 5: Surprise, Surprise
Chapter 5
Beberapa hari selanjutnya berjalan dengan cepat. Tak ada hal baru dan menarik, hanya aku dan tumpukan kertas di meja. Tapi sekarang aku memutuskan untuk pergi ke tempat pelatihan prajurit Kerajaan, namun aku memilih ke tempat yang lebih privat. Aku suka sendirian.
Aku penasaran bagaimana prajurit di luar sana dilatih oleh Abir dan teman-temannya.
Karena aku bahkan mendapat lebam di tubuhku walaupun Abir sudah berusaha untuk tidak menyakitiku. Dan walaupun aku mempunyai kekuatan penyembuh di bawah mata Albku.
Aku membalutkan kain di kedua telapakku, diam dalam pikiranku sendiri di ruangan sepi ini. Lalu menatap samsak tinju hitam besar di depanku. Aku menarik napas perlahan, mengosongkan pikiran untuk fokus ke benda berat itu.
Tapi wajah itu datang, senyuman sinisnya, suara tawanya yang membuat dingin menjalar ke tubuhku.
Kenapa aku tak bisa membunuhnya saat aku punya kesempatan?
Bugh. Aku meninju samsak itu, membayangnya bahwa itu adalah wajah orang yang membunuh Ayahku.
Desisan bak ularnya menggelikan di telingaku.
Bugh.
Ketika ia mengambil mata Natali,
Bugh.
Ketika ia mencaciku,
Bugh.
Bugh, Bugh, BUGH.
Aku sangat ingin berteriak sekarang, emosi yang telah kututup rapat selama ini hanya bisa aku keluarkan di sini. Dan ini belum cukup. Rasanya aku ingin membunuh seseorang yang ada dihadapanku.
Sejak kapan aku berubah menjadi seperti ini?
Napasku terengah-engah, keringat menyelubungi tubuhku. Tapi aku belum begitu lelah. Beberapa jam kemudian aku habiskan untuk melawan samsak. Meninju, menendang, tapi aku tak pernah kehabisan energi. Seperti emosi ini adalah energi bagi tubuhku.
Aku terus meluapkan semua emosiku, berharap orang-orang yang telah melukai orang tua serta temanku dapat merasakan rasa amarahku. Seberapa marah aku, seberapa aku haus dendam pada mereka, seberapa aku menyesali mengapa dahulu aku lemah.
Tanganku menghantam samsak dengan keras. Sangat keras hingga samsak itu terayun 90 derajat ke belakang. Aku lalu mundur untuk menghidari samsak itu menghantamku. Dan pada saat itu aku sadar, tanganku penuh sisik hijau kebiruan. Persis saat aku bertarung dengan Sin dua tahun yang lalu. Aku melihat cermin di seberang ruangan ini, menatap wajahku. Mataku lebih bersinar dari yang biasanya. Hampir seperti mengeluarkan cahaya.
Sisik-sisik di kulitku mulai menghilang dengan cepat setelah aku menyadari apa yang terjadi.
Sudah menjadi apa aku ini?
Monster?
***
"Olivia?" Abir memanggil, saat aku baru keluar dari ruangan samsak tadi. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya.
"Hanya berlatih," aku menghadap ke arahnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" aku balik bertanya.
"Melatih para prajurit." Katanya. Matanya kemudian memandangi buku-buku tanganku yang terdapat luka dan darah karena meninju samsak tadi. "Kau tahu, seharusnya kau tak perlu memaksakan dirimu sendiri, Olivia."
"Ini akan sembuh sendiri, Abir." Ucapku mengaggap ini hal sepele saat menatap luka-luka itu kembali sembuh dengan perlahan.
"Apa kau sudah menentukan siapa yang akan kau kirim untuk menjadi tim pencegah di Kleins nanti?" Abir bersender di dinding di seberangku.
"Ya," jawabku mengangguk.
"Siapa itu?"
"Aku." Jawabku.
"Apa?!" kaget Abir saat satu kata itu terucap.
"Tidak. Aku tak menyetujui jika kau yang pergi ke sana. Kau tahu seberapa sulit misi itu? Kau perlu mengintai semua orang di sana, jika kau ketahuan, kau mati. Dan lagipula kau baru beberapa minggu pulang ke sini dan kau akan pergi lagi?" ucapnya dengan cepat.
"Aku tahu, Abir. Ini kesempatanku untuk menemukan pembunuh ibuku. Dan mungkin saja Nathan berada di sana selama ini. Dan aku tak mau menghancurkan kesempatan ini." Ucapku berusaha meyakinkan Abir.
Abir menghela napas lelah, tangannya mengurut dahinya. Abir yang sekarang makin protektif aku rasa karena aku adalah keturunan terakhir. Jika aku mati, mungkin akan sulit untuk mencari pengganti pemimpin yang tak memiliki darah bijaksana.
"Jika kau bersikeras, aku tak akan menghalangimu. Tapi kalau sampai terjadi apapun denganmu, aku sudah memperingatkanmu." Abir memperingatkan dengan tegas.
Aku mengangguk, peringatan Abir membuatku merinding karena nada yang ia jarang gunakan. "Lagipula yang lainnya akan menjagaku." Ucapku merujuk pada anggota 'tim' lain.
Abir terpaksa setuju dengan keputusanku. Aku rasa jauh di dalamnya ia tahu apa yang sedang kurasakan saat ini walaupun aku tak memperlihatkannya dengan jelas dalam bentuk ekspresi. Lagipula ia sudah bersamaku sejak kecil dan terus bersamaku saat aku memutuskan untuk pergi dari Kerajaan selama dua tahun.
"Oh ya, aku mendapat pesan singkat dari merpati Alb. Katanya kita harus membawa siapa yang akan menjadi tim pencegah dan kabarnya Exgret akan datang pada pertemuan kedua." Kata Abir.
***
Sekarang aku dan Emily sedang duduk di meja pertemuan. Wajah-wajah di atas meja ini sama, tak ada perwakilan yang berhalangan hadir. Tapi sekarang ditambah dengan perwakilan Exgret. Yaitu pria bermata kelabu bernama Yun dan wanita bermata oranye bernama Gwen sebagai orang terpercayanya.
Informasi yang kutahu, Exgret sekarang membuka pemukiman kecil di hutan jauh di seberang kerajaanku sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang menjadi korban percobaan ayahku dan Phllip. Emily dan Phillip telah mengurus pemukiman itu menjadi sebuah kota yang layak ditinggali. Dan aku menemukan bahwa jika anak mereka mempunyai kesempatan 50%:50% terlahir sebagai salah satu ras asli orang tua mereka atau terlahir menjadi Ras Exgret, yaitu dengan mata campuran.
Aku bisa membaca pikiran ras-ras lain mengenai Exgret yang mengikuti pertemuan dan akan diikutkan oleh tim pencegah bila mereka mengirimkan perwakilan. Mereka tampak tak begitu menaruh rasa percaya pada Exgret. Begitu pula denganku dan Emily. Bukannya ingin memusuhi dan mengucilkan Exgret, namun dari sejarah mereka yang pernah dikontrol oleh satu orang yaitu Sin. Aku masih takut jika mereka bisa dikontrol orang lain seperti Nathan. Tapi kita harus adil dalam memutuskan ini, jadi itulah mengapa Exgret boleh ikut dalam pertemuan ini. Dan dikarenakan Exgret bagaikan anak asuh bagi Kerajaan Sapphire, aku ingin terus memperhatikan gerak-gerik mereka dan menghindari masalah.
"Saya rasa kalian sudah mendapat pesan singkat dari saya, mengenai Exgret yang akan mengikuti pertemuan kita." Collins berucap, "Dan dari pertemuan kemarin kita sudah memutuskan untuk membuat tim pencegah yang kita akan kirimkan ke Kleins."
"Coba kita mulai dari Exgret. Yun, persilahkan masuk orang yang telah kau tunjuk sebagai tim pencegah dari rasmu." Collins mempersilahkan. Aku sedikit mengerutkan alisku saat Collins mengucapkan 'rasmu', rasanya aneh karena Exgret sebenarnya adalah sebuah percobaan.
Yun mengangguk, "Aku mengirimkan Ryu, ia adalah putra sulungku." Lalu seorang pria berambut hitam dan bermata sipit memasuki ruangan. Dan di luar dugaanku, ia memiiki mata cokelat. Aku kira anaknya akan seperti ayahnya yang menjadi korban percobaan ayahku.
Tapi aku bersyukur karena ia tak menjadi korban.
Semua ras urut dari bawah memperkenalkan orang yang mereka tunjuk masing-masing. Orang yang ditunjuk berdiri di depan ruangan.
Dan kemudian sampai ke giliranku.
"Olivia, siapa yang akan kau kirim sebagai tim pencegah?" tanya Collins.
"Aku yang akan menjadi tim pencegah." Jawabku, lalu melihat ekspresi terkejut dari seluruh meja. Tapi Collins menyunggingkan senyum miring yang tak ia sadari. Seperti ia sudah menduga apa yang akan datang.
Emily pun berusaha untuk tak terpengaruh ekspresi orang-orang di sini. Agak sulit saat aku mengatakan ini kepada Emily beberapa hari yang lalu. Namun Emily memahami hal itu dan tak bisa menghalangi atau mengubah keputusanku.
"Dan mengapa kau mengajukan dirimu sendiri Olivia?" tanya Collins.
"Karena aku ingin mencari tahu pembunuh ibuku yang sebenarnya." Jawabku. Collins hanya mengangguk mengerti, dan ia tahu bahwa ia tak bisa mematahkan Keputusan seorang pemimpin ras.
Semua orang di sini tahu jika aku adalah keturunan terakhir, mungkin itu yang mereka kagetkan. Karena jika aku mati, tak ada keturunan Maiara lagi.
Perkenalan orang yang ditunjuk sebagai tim pencegah berlanjut sampai pada ras Alb, ras Collins sendiri.
"Aku menunjuk anak kembarku yaitu, Adrian dan Ariana sebagai tim pencegah dari Ras Alb." Ucapan Collins seketika membuat tubuhku seperti diguyur air es.
Adrian?
Seorang laki-laki berambut silver dan perempuan berambut emas memasuki ruangan. Dan di sanalah Adrian dengan mata silvernya berdiri. Ia lebih besar dan terlihat dewasa dari terakhir kali aku bertemu dengannya di ulang tahun ibuku. Ia lebih cocok dikategorikan dengan sebutan pria. Dan ia semakin tampan.
Yang mengejutkan lagi adalah Ariana ia memiliki rambut emas dan mata emas yang terang. Wajahnya cantik dan sempurna. Ia mengingatkanku pada seseorang yang dulu pernah kutemui, tapi wajah itu samar-samar.
"Apa kau masih mengingatku, Olivia?" tanyanya dengan senyuman ramah ketika melihatku menatapnya dengan wajah terkejut dan kebingungan.
Suaranya mirip dengan...
'Semoga kita bertemu lagi'
Seketika aku mengucapkan satu nama yang langsung muncul di pikiranku.
"Linda?"
===========================
AN: maaf gabisa nyampe target 2000 kata, tapi yaudah nikmatin aja, soalnya aku bakal MIss In Action lagi...
Btw, cie digantungin :p
Benarkah Ariana itu Linda?
Surprise, Surprise
-km
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top